27 | Sepatu Kaca

1.5K 107 2
                                    

S e p a t u k a c a

27 (1)

______

"JANGAN! Tolong gue butuh waktu sendiri!" pekik Bulan pada Dera yang sudah siap memasuki kamarnya. Perempuan itu membawa dua paper bag di tangan, tampak sebuah belanjaan produk kenamaan terbaru.

"Nih, lo dapat bingkisan dari Redi."

Bulan mendongak, menatap Dera dengan tatapan tak suka. Sumpah dia lagi tak ingin diganggu. "Redi yang mana?" tanyanya dengan suara serak.

"Redi yang jadi Aldo di film romcom lo."

"Oh." Bulan kembali menyurukkan kepalanya ke bantal, melanjutkan acara menangisnya tanpa antusias pada bingkisan khusus untuknya itu.

"Kenapa lagi lo?"

"Bintang..." Bulan menjeda, membalik tubuhnya telentang, "lagi marah sama gue," lanjutnya. Menarik napasnya panjang, Bulan mengusap pipinya dengan punggung tangan.

"Gue telpon gak diangkat, dichat cuma read doang,"lanjutnya curhat. Dera hanya mendengarkan sekalian membongkar bingkisan dari Redi.

"Fix, nih Redi demen sama lo." Dera berujar antusias, "kalo lo bosen sama Bintang, mending sama Redi aja yang jelas-jelas gak pelit dan banyak duit juga."

Bulan mendesis kesal melemparkan bantal gulingnya ke Dera, "gue bukan cewek matre, please!" geram Bulan. Ia menatap pantulan wajahnya pada cermin meja rias. "Gue terlanjur cinta sama Bintang deh, kalo ketemu bawaannya pengen ngedusel mulu, kalo ga ketemu kangen terus, jantung gue juga debar-debar gak normal."

"Jijik banget lo," kernyit Dera mendengus. "Tapi, gue sih lebih suka Redi ya, dia ganteng juga kok."

"Berisik! Enyah aja sana lo! Sana pacarin si Redi, jangan sodor-sodorin semuanya ke gue!" ketus Bulan, mendadak ia menjadi begitu sensitif. Dera mengangkat bahunya acuh kemudian beranjak keluar kamar.

"Terserah lo aja deh."

______

Dan pada akhirnya putri dan pangeran hidup bahagia selamanya.

Bintang mengernyitkan dahi. Ia berhenti tepat di depan kamar Mentari, mengintip apa yang dilakukan adiknya itu, tampak menghapal narasi dialog drama.

Tanpa mengucapkan sepatah kata Bintang langsung menyusup masuk, "Ngapain kamu?" Mentari sedikit terkejut namun ia hanya menghendikkan dagu menunjuk sebandel naskah drama di atas meja.

"Jadi apa?"

"Cinderella."

"Huh." Bintang mendengus, "padahal Cinderella tuh jahat kalo kamu baca versi lainnya."

"Yaudah, yang penting klub dramaku meranin yang versi umum aja." Mentari melempar tubuhnya ke atas kasur. Bintang mengikutinya kemudian.

"Dek,"

"Tumben banget panggil dek, ada maunya nih, ya, kan?" mata Mentari memicing curiga, dugaannya benar saja ketika melihat cengiran polos Bintang.

"McD gratis seminggu."

"Tiga hari."

"Empat hari."

"Tiga hari," kekeuh Bintang membuat Mentari memutar bola mata, "yaudah tiga hari, bang."

Mentari menegakkan duduk, "sini-sini mau curhat apa?"

"Pengertian banget deh kamu, Ri." Bintang ikut duduk namun tak lama ia malah membaringkan kepalanya di pangkuan Mentari, kebiasannya jika mulai curhat pada Mentari atau pada bundanya.

"Hadiah yang bagus buat ulang tahun apa?"

"Yang ulang tahun siapa?"

"Ada pokoknya." Bintang berdehem pelan. "kamu tahu Biru kan? Menurut kamu dia gimana?"

Mentari tampak mencoba mengingat-ingat, " aku gasuka dia. Dia kaya palsu gak tulus. Kapan abang bawa kak Bulan ke rumah. Bunda nanyain mulu tau."

"Kapan-kapan deh." Bintang menghela napas, "jadi apanih hadiah yang bagus."

"Sepatu kaca."

____

Pendek pake banget!!!! Iya, tahu say, haha.

Tbc

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang