26 | Keraguan

1.6K 111 9
                                        

Setelah berkubang nulis tangan puluhan lembar folio... Akhirnya kelar juga, bisa lanjut ketik-ketik.

Happy Reading!

---------

K e r a g u a n


Bagian dua puluh enam

***

"Gue gak nyangka, si Angga nekat juga!" Rega menggerutu. Jelas, sebagai bagian humas ia harus bertanggungjawab mengadakan negosiasi dengan pihak mawa kemudian menghadap bapak dekan tercinta. Bintang menyangga wajahnya dengan tangan, tatapannya lurus ke arah dinding seolah mampu menembusnya.

"Lo dengerin gue gak sih? Kurang ajar banget tuh anak main palsuin tanda tangan lo aja,"lanjut Rega menggurutu. Cowok gondrong itu kini mengikat setengah rambutnya dan duduk bersandar menyulut rokok.

"Ikutin aja alurnya dia,"kata Bintang akhirnya angkat bicara. Ia meraih secangkir kopi pekat yang masih utuh. Rintik-rintik hujan mengiringi malam.

Fiuu!

Bintang bergidik, ia merasakan tiupan halus disekitar telinganya. Mencium aroma yang sama sekali tak ia suka, aroma bunga-bunga yang membuat mual dan begitu menyengat, Bintang beranjak dari duduknya.
"E...em, pindah aja kuy, Ga!"

Rega yang tengah menyerutup kopinya mendongak, bola matanya membulat sebelum akhirnya terjengkang ke belakang. "Ya Tuhan! Allohuakbar!" Rega menutup matanya rapat-rapat. Seingatnya ia tidak indigo seperti Bintang akan tetapi kenapa ia bisa melihat.

Bintang terpaksa menoleh ke belakang. Tergelak selama beberapa saat sebelum mengalihkan pandangan seolah pura-pura tak dapat melihat. Dalam hati ia mengumpat kesal, bergidik ngeri pada rupa tak berwujud yang melayang di belakangnya. Menggeret Rega segera pergi, Bintang melangkahkan kakinya cepat. Berjalan dengan bulir-bulir keringat yang menetes dari dahi.
"Sialan! Makhluk apaan tuh. Gila ancur banget." Bintang menoleh ke arah Rega. Cowok itu diam dengan wajah pucat pasi, sebelum akhirnya langsung terbirit masuk ke dalam mobil.

"Buruan, gas! Cabut!"

"Sampai jumpa kembali, Mas. Ojo lali mampir kedai lagi." Bintang menggeleng kuat, langsung masuk ke dalam mobil Rega, membanting pintunya kuat sebelum mobil itu melesat menjauh. Meninggalkan suara kikikan samar yang bahkan tak orang lain dengar.

***
"

Sumpah! Gue gak boong! Gila-gila!" Rega menceritakan kembali kejadian sejam yang lalu dengan menggebu. Kini ia tengah duduk di kamar kos Adam yang terletak tepat di belakang fakultas hukum.

"Untung lo gak ngompol." Adam tertawa puas. Ia terkikik geli membayangkan wajah cengo Rega, cukup menghibur.

"Tang, lo ditanyain Biru tadi siang."

"Mau ngapain lagi emang?" Bintang bertanya Acuh tak acuh. Ia sibuk memainkan mobile legend tanpa jeda sejak ia duduk di sofa empuk punya Adam.

"Kangen elo lah, lo kan pacar keduanya."

"Pacar apaan? Gada!"

"Dududuh! Apaan nih,"pekik Adam dengan mata melotot penuh ke layar ponsel. "Nih, maksudnya apa? Lo gajadi putus sama Bulan?"

"Enggak."

"Gila! Kaya foto model majalah aja lo berdua, mau jadi couple goals jaman now?"

"Terserah lo deh, Dam." Bintang menyakukan kembali ponselnya. Ia berbaring tiduran di sofa, memejamkan mata mencoba untuk tidur.

"Gue mau tidur jangan ganggu!"

***
"

Pegang dagunya, tatap kaya orang benar-benar jatuh cinta!" teriakan sutradara film terdengar keras. Bulan melipat tangan di depan dada, kakinya berselonjor di atas kursi sambil menunggu gilirannya pengambilan gambar. Sambil menunggu, ia memasang headphone di telinga mendengarkan lagu-lagu cinta.

"Halo!" Bulan menoleh, Devin tersenyum lebar lantas duduk disamping Bulan. Cowok itu menyodorkan cup kopi yang masih utuh.

Lentera

"Makasih," kata Bulan kemudian mengalihkan pandangan, tersenyum pahit.

"Lo kalo pesen kopi pasti pake nama Lentera," ucap Devin dengan pandangan terfokus sepenuhnya pada ponsel. Tampak membalas chat masuk.

"Hm."

"Gimana lo sama Bintang itu?"

Dahi Bulan mengernyit, tak terlalu suka membahas hubungannya dengan Bintang--apalagi dengan Devin. "Baik."

"Oh," timpal Devin.

"Tapi..."Devin beranjak dari duduknya,beralih posisi menjadi berjongkok di depan Bulan. "Gue mau minta maaf, gue baru sadar, gue belum bisa lupain lo sepenuhnya. Lo masih punya ruang tersendiri di hidup gue." Devin menarik napasnya panjang, meraih tangan Bulan dalam genggamannya.

"Gue tau gue bego, tapi gue cuma pengen jujur aja sama lo."

Raut wajah Bulan berubah muram, ia memandang tautan tangannya dengan Devin kemudian mengalihkan pandang. "Bela mau lo kemanain?"

"Dia cuma pelarian gue, Bul."

"Terus mau lo apa?"

"Gue pengen kita kaya dulu lagi."
Bulan kalut, ia mulai bergerak gelisah. Kesempatan lo Bulan! Batinnya memekik. Sekali lagi Bulan memandang raut memohon Devin. Cowok itu terlihat sungguh-sungguh.

"Gue gabisa jawab sekarang!" melepaskan tangan Devin yang menggenggam tangannya, Bulan segera berlari menuju set lokasi. Ia masih harus syuting.

----

Bisa ketemu gak? Gue pengen ngomong.

Bulan melirik sekilas pesan masuk dari Bintang. Ia baru saja selesai mandi, masih mengenakan handuk di kepala.

Menghembuskan napas pelan, Bulan membalas cepat.

Sori. Gue lagi sibuk.

Selanjutnya ponsel itu kembali tergeletak di atas nakas, sebelum sang pemilik memilih untuk tidur.

TBC

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang