Jika kamu membuka matamu di pagi hari, tak ada lagi rasa takut akan kehilangan.
Senyum kita di pagi hari siap menyambut hari yang masih terus berjalan.
Selama itu pula, jangan takut, karena aku punya kamu.
...
Mengingat pertama kali pertemuan mereka berdua tentu Bulan maupun Bintang rasanya ingin mengulang kembali dengan pertemuan yang lebih wajar. Bukan dengan pertemuan konyol di saat demo mahasiswa, contohnya bertemu di kafe dengan menikmati secangkir latte atau bertemu di tempat yang lebih baik seperti tabrakan di alun-alun kota terus makan cimol atau cireng bareng gitu sepertinya lebih seru.
Tiga tahun pacaran kemudian ditinggal dua tahun oleh Bintang lanjut studi di luar negeri tanpa kejelasan hubungan mereka membuat Bulan jelas saja galau setiap hari. Pagi hari sehabis bangun tidur memikirkan Bintang lantas bertanya-tanya lelaki itu sedang apa, bersama siapa, semalam berbuat apa saja, mengapa tak sempat membaca pesan singkatnya atau sekadar menghubunginya memberikan kabar barang sesekali. Di malam hari kegalauan Bulan selalu ia salurkan dengan memandangi atap-atap langitnya yang kini dihiasi dengan gambaran semesta, itu ide Bintang sebelum lelaki itu melanjutkan studinya. Sibuk mendekor kamar Bulan dengan menggambari langit-langit kamarnya dengan hiasan bintang, planet, dan galaksi yang akan terlihat benderang ketika lampu dimatikan di malam hari.
Lalu tiba-tiba di pertengahan Bulan Juli ketika ia sibuk menghias bunga-bunga di ruang tamunya, Bintang tiba-tiba saja sudah berdiri di pintu masuk rumahnya dengan tangan terlentang lebar dan senyumnya yang merekah. Maka Bulan langsung saja berlari menghambur ke dalam pelukan Bintang, menangis dengan sangat keras hingga membuat Bintang merasa sangat amat bersalah karena tak pernah menghubunginya sama sekali selama dua tahun. Ia bagai hilang di negeri antah berantah.
"Kangen sama gue ya?" itu kalimat pertama Bintang setelah dua tahun tak bertemu. Bulan masih meringsek dalam dekapan Bintang, memeluknya semakin erat. Takut ternyata Ia hanya bermimpi saja.
"Kamu kok jahat," kata Bulan, Ia mendongak menatap Bintang dengan pipinya yang basah, "Katanya mau ngabarin aku tiap hari nyatanya enggak."
"Maaf ya," bisik Bintang pelan, lelaki itu jelas terlihat berbeda dibanding dua tahun lalu. Kini auranya jelas lebih dewasa dan rambutnya yang sedikit memanjang. "Hati lo masih ada buat gue kan?"tanya Bintang dengan tangannya yang menangkup wajah Bulan. "Buat gue, lo masih Bulannya Bintang."
"Aku kangen banget." Bulan menangis lagi. "Kamu juga masih Bintangnya aku."
"Gue tahu." Bintang menurunkan satu tangannya, merogoh saku celananya meraih sesuatu. "Nih, permen! biar gak nangis lagi."
"Kok permen sih!" Bulan menggerutu. "Cium dong kan aku kangen pake banget."
Bintang tertawa, Bulan masih sama saja ternyata. Ia mengusap pipi Bulan yang basah, "Cengeng banget. Iya gue kasih cium." Bintang mencium pipi Bulan kemudian tersenyum, "Udah." ujarnya kemudian.
"Kok pipi doang sih?" protes Bulan tapi gadis itu tersenyum lebar sementara Bintang sibuk memainkan jari-jari tangannya, "Boleh cium sepuasnya tapi kita nikah yuk!" Bintang menyematkan cincin di jari manis Bulan. Sejak tadi otaknya memikirkan berbagai macam cara mengucapkan kalimat romantis untuk melamar tetapi otaknya blank.
![](https://img.wattpad.com/cover/93586069-288-k349144.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan & Bintang
Fiksi Remaja[COMPLETED] Bintang selalu merasa bahwa cinta tak pernah berpihak padanya. Sebagai mahasiswa desain komunikasi visual dan Presbem FSRD, kegiatan hariannya padat. Kisah cinta pandangan pertamanya pada Biru Cendana berakhir tragis--penuh keegoisan. L...