Chapter 1 : Emosi Yang Terlalu Berlebihan

10.7K 610 252
                                    

Seorang perempuan berjalan tergesa-gesa menuju ke sebuah kamar yang terletak di lantai 2. Karena terlalu terburu-buru pakaiannya jadi kotor terkena saus dan juga kecap manis. Ia tak sempat membersihkan diri karena sejak tadi tuannya sudah meraung-raung layaknya orang kesurupan saking laparnya. Tangannya memegang sebuah nampan yang berisikan sepiring nasi goreng dan juga air putih.

Sesampainya ia di kamar tuannya, tiba-tiba tangannya gemetar hebat. Ia sangat takut dengan tuannya yang satu ini. Satu kali ia melakukan kesalahan maka orang itu akan 'membunuhnya' saat itu juga.

"Pe-permisi, tuan. Sa-saya bawakan pesanannya. Nasi goreng."

Di hadapannya sekarang terdapat seorang laki-laki muda. Ia tengah duduk di atas ranjang seraya menatap sengit pembantunya. Wajahnya menyeramkan. Tak ada senyum-senyumnya sama sekali saat ia bertatapan langsung dengan pembantunya.

Tanpa banyak berkomentar laki-laki itu merebut nampan dari pembantu itu. Tangannya bergerak cepat, menyuap sesendok nasi goreng ke mulutnya dengankasar. Baru dua kali kunyahan laki-laki itu langsung melepehkan nasi goreng keluar dari mulutnya. Pembantu itu panik seketika.

BRAK

Laki-laki itu menepis nampan yang ada di hadapan, mengakibatkan nasi goreng yang sudah pembantu itu buat dengan sungguh-sungguh jatuh berserakan di lantai. Air putihnya pun tumpah. Dengan raut wajah tidak puas laki-laki itu beranjak dari ranjangnya, menghampiri sang pembantu. Kalau diperhatikan lebih detail, kaki perempuan itu gemetar ketakutan.

"Udah gue bilangkan, gue nggak suka makan udang. Tapi, kenapa lo masakin gue nasi goreng pake udang!Hah?!" bentak laki-laki itu kasar.

Pembantu itu hanya bisa tertunduk takut. Ia gemetar. Keringat dingin pun bercucuran dari dahinya. Ia ketakutan setengah mati melihat sang majikan kini di depannya dengan ekspresi marah.

Tak ada hal yang bisa perempuan itu katakan selain ucapan permintaan maaf. "Maafkan saya, Tuan Rio. Saya tidak sengaja. Sa-saya lupa," ucap pembantu itu memohon belas kasih kepada tuannya.

Laki-laki bernama Rio itu tak peduli jika pembantunya meminta maaf. Meskipun menangis darah pun ia tak bisa menerima kesalahan sedikit pun. Rio ingin semua yang disiapkan untuknya harus sempurna tanpa cacat apapun. Dengan kasarnya ia menarik kerah pakaian pembantu itu. Tatapan tajam disuguhkan Rio, membuat si pembantu tak bisa berkutik lagi.

"Gue akan bicara baik-baik sama lo. Sekarang, lo angkat kaki dari rumah ini dan jangan pernah datang lagi kesini," sengitnya. "Pergi, atau sesuatu yang buruk akan terjadi sama lo."

Rio mendorong perempuan itu dengan kasar ke lantai, membuat sang pembantu jatuh terduduk. Ia merasakan nyeri yang teramat sangat di bokongnya. Perempuan itu hanya bisa meringis kesakitan. Ia mendengakan kepalanya, Rio masih menatapnya dengan mata setannya. Dengan gerakan lamban Ia pun bangkit dari lantai. Air mata tergenang matanya, menahan air matanya agar tak jatuh.

"PERGI!" bentak Rio.

Mendengar teriakan Rio, pembantu itu berlari keluar dari kamar. Ia tak bisa menahannya lebih lama lagi, perempuan itu membiarkan air matanya meluncur mulus ke pipinya. Ia tak punya pilihan lagi. Hatinya sangat tersiksa jika terus ada di sana. Akhirnya si pembantu pun memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Biarlah ia tak mendapatkan gaji, asalkan ia tak bertemu makhluk menyeramkan itu. Padahal, si pembantu baru saja bekerja di rumah itu selama dua minggu.

Rio menatap punggung pembantu itu tanpa menghilangkan kerutan di dahinya. Laki-laki itu berdecak kesal, selera makannya langsung hilang.

Mario Febrianto atau yang biasa dipanggil Rio. Anak dari seorang janda kaya bernama Anisa Dewanti. Orang tuanya berpisah saat Rio genap berumur 4 tahun dan hak asuh berhasil dipertahankan oleh Anisa. Anak itu terlahir serba kecukupan, makanan yang tak pernah habis, dan pembantu yang siap jaga 24 jam.

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang