Pada kenyataannya,
kita tidak lebih dari kenangan pahit di masa lalu.
-Yoana
****
Tok tok tok
Sebuah ketukan pintu dari luar ruangan membuat seorang laki-laki setengah baya itu menoleh. Dokumen yang ada digenggamannya sekarang ia taruh terlebih dahulu di meja.
"Masuk!"ujarnya, mengizinkan orang itu masuk ke dalam ruangannya.
Klek
Seorang perempuan menggunakan kemeja putih dan rok hitam selutut pun masuk ke ruangan tersebut. Wajahnya bak bidadari, tanpa noda atau bekas jerawat. Dandanannya juga tak terlalu tebal, tidak seperti karyawan yang lain. Tubuh tegap dan mata menatap tajam ke depan. Seulas senyuman pun tak ia tampilkan pada orang di depannya. Dengan penampilan seperti seorang karyawan kantor banyak orang yang terkecoh dan menganggapnya ia itu perempuan dewasa. Padahal mereka tidak tahu kalau perempuan itu adalah remaja berusia 17 tahun.
"Ini berkas-berkas yang anda berikan ke saya kemarin." Perempuan itu menaruh beberapa map berwarna-warni ke meja laki-laki tersebut. "Sudah saya baca dan tanda tangani beberapa. Saya juga sudah koreksi beberapa berkas yang salah jadi anda tak perlu lagi meyuruh karyawan lain mengoreksinya," jelas perempuan itu tanpa jeda sedikitpun.
Laki-laki itu tersenyum senang. Ia sangat suka dengan pekerjaan perempuan itu tanpa melakukan kesalahan dan pengerjaannya pun selalu benar.
"Silahkan duduk dulu, Yoana. Mari kita mengobrol sebentar," tawar laki-laki tersebut.
Yoana mengangguk, ia pun menuruti atasannya. "Baik, Pak Edgar."
Laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Edgar mengamati raut wajah Yoana seksama. Padahal sudah sedekat ini namun raut wajah Yoana begitu kaku.
"Saya benar-benar suka dengan hasil kerja kamu, Ana. Seperti biasa, selalu baik dan lebih baik lagi. Pertahankan," puji Edgar.
Bukannya merasa tersanjung atau senang justru Yoana hanya menaikkan sedikit sudut bibirnya. "Terima kasih, Pak Edgar," jawabnya tegas.
Edgar menggaruk kepalanya kasar. Terbuat dari apa anak ini, untuk tersenyum pun saja ia tak bisa, pikirnya. "Yoana. Jangan terlalu tegang seperti itu," tegurnya.
"Maaf, pak. Saya tidak tegang. Saya sudah santai kok," jawab Yoana.
"Heh, kamu santai aja kayak gini, udah kayak robot. Serem, tau," gerutu Edgar.
Yoana menghembuskan napas berat. "Maafkan saya, pak."
"Sekarang kita hanya berdua di ruangan ini. Berhentilah berbicara formal begitu," tegurnya lagi. "Dan satu lagi, panggil aku papa, bisa kan?" tanya Edgar.
Yoana menarik sudut bibirnya lebih dalam. Ia memutar kedua bola matanya jengah. "Papa ini gimana, sih? Kita ini di kantor. Papa itu atasannya dan aku ini karyawannya," gerutu Yoana. "Ayo dong, pa. Yoana lagi berusaha jadi penerus ELF Company yang baik."
Edgar terkekeh geli. "Haha, maafkan papa, nak. Abis mukamu itu kalo serius itu jelek, jadi kaku gitu."
"Cih," cibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle (COMPLETED)
Teen Fiction#252 In Teenfiction (12/06/2018) #55 In Teenlit (25/07/2018) 17+ TAHAP REVISI [Part 45 sampai akhir akan di privat acak untuk menghindari adanya peniruan karya. FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA^^] "Mit, kamu mau dengerin permintaan aku, nggak...