Chapter 23 : Menjaga Jarak

2.3K 137 2
                                    

'Kini aku menyadari, sekuat apapun kita memendan perasaan itu sendiri. Percayalah, suatu saat orang yang kamu anggap sangat berarti akan menghilang tanpa tahu perasaanmu sama sekali.'

****

"Cie, yang udah pacaran mah beda," ledek Wenda.

Mita menyendokkan nasi goreng ke mulutnya dengan kesal, sementara Wenda memandangnya dengan tatapan menggoda. Ia sedikit jengkel pada Wenda, pasalnya sejak kemarin Wenda terus saja menggodanya. Mulai dari masuk sekolah sampai pulang sekolah, Wenda terus mengoceh layaknya burung beo. Ia bahkan hampir dibuat gila oleh celotehan Wenda.

Tapi wajar saja Wenda bertingkah seperti itu, mungkin ia senang sekaligus terkejut mendengar berita kalau Mita berpacaran dengan Rio. Bisa dibayangkan? Mita, seorang perempuan polos berpacaran dengan laki-laki arogan seperti Rio.

Bahkan tak hanya Wenda, hampir seluruh murid di SMA Nusantara terkejut mendengar kalau Rio dan Mita sudah berpacaran. Ada yang menanggapinya dengan santai, senang, dan juga sedih. Mita pernah mendengar beberapa murid perempuan tengah menggosipinya, mereka mengatakan kalau Mita berpacaran dengan Rio hanya karena harta dan juga karena Rio tampan. Mita yang mendengar itu hanya bisa mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin sekali menentang ucapan orang-orang yang membencinya, namun itu percuma karena ia bukan orang yang mudah dihasut oleh siapa pun.

Mita meminum es tehnya dengan perlahan. Nasi goreng yang ia makan membuat tenggorokannya sedikit sakit.

"Jadi, gimana Rio nembak lo, Mit?" tanya Wenda spontan.

BYURRR

"Ih, Mita. Jorok banget sih," gerutu Wenda ketika melihat Mita menyemburkan es teh yang tadi ia minum.

Segera Mita mengambil tisu lalu mengelap bibirnya. "Mit, pelan-pelan dong kalo minum. Lama-lama lo kayak pesulap aja pake segala nyembur-nyembur air," candanya.

"Lagian ngapain juga lo nanya kayak gitu," jawab Mita masih mengelap bibirnya.

Wenda mengangkat kedua tangannya seperti mengangkat beban. "Ya, gue kan cuma penasaran sama cara nembaknya Rio. Romantis nggak?"

Mita menggaruk dagunya, mencoba mengingat-ingat kejadian pada malam itu. "Hmm... Nggak terlalu romantis sih," jawabnya dengan hati-hati.

Wenda mendekatkan wajahnya ke Mita. Mita pun dibuat heran olehnya. "Trus, nggak terjadi apa-apa gitu?" tanyanya semakin penasaran.

Jantungnya mulai berdetak cepat. "Ma-maksudnya?" tanya Mita agak panik.

Wenda menaik-turunkan alisnya. "Dia nggak meluk atau nyium gitu?"

Matanya membulat seketika. perasaannya saja atau ia merasa seperti cenayang. Bagaimana ia bisa tahu kalau Rio... Menciumnya. Mita mengatur napasnya, jangan sampai ia membuat Wenda curiga.

"Dia nggak ngapa-ngapain gue kok. Tapi kayaknya lo kepo banget yah," ujarnya berusaha tenang.

"Ya, kan gue penasaran," jawabnya dengan nada kecewa. "Tapi, Mit. Gimana sama kak Dave? Belakangan ini gue nggak liat lo bareng lagi sama dia."

Mita terdiam kaku. Tatapannya berubah menjadi sendu. Memang benar beberapa hari ini Dave tidak lagi bersamanya. Jangankan bersamanya, ia pun tak menampakkan batang hidungnya sama sekali, seolah-olah Dave sedang menghindar darinya.

"Mita, kok bengong sih? Jawab dong pertanyaan gue. Kenapa kak Dave nggak bareng kita lagi?" tanya Wenda.

"Karena--"

"Mit? Lagi ngapain?" sebuah suara mengejutkan kedua perempuan itu. Mereka menoleh ke belakang, Rio berdiri di hadapan mereka dengan wajah heran.

"La-lagi ngobrol aja kok," jawabnya kaku.

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang