Chapter 22 : Suasana Pantai Di Malam Hari

2.3K 149 8
                                    

'Pengecut itu adalah seseorang yang tak bisa mengatakan perasaannya sendiri. Dan hari ini, aku adalah orang itu'

-Mario F

****

"Tante, Rio udah pulang?" tanya Mita.

"Rio? Dia baru aja pulang. Sekarang dia ada di kamarnya," jelas Anisa.

"Makasih, tante. Kalo gitu aku mau susul Rio ke kamarnya," ucapnya sambil berjalan menuju kamar Rio. Baru sampai beberapa langkah, Anisa menahan tangannya. Ia pun menoleh ke arah Anisa yang menunjukkan raut wajah khawatir.

"Kamu kenapa? Kamu berantem lagi sama Rio?" tebak Anisa.

"Hm, nggak kok, tan. Kita nggak berantem. Aku sama Rio cuma salah paham doang kok," jawabnya agak ragu.

"Yaudah, kamu selesaikan dulu salah paham kalian. Nanti kamu ajak Rio ke meja makan yah, soalnya tante udah bikin pudding kesukaan dia," pinta Anisa disambut dengan anggukan oleh Mita lalu melangkah pergi menuju kamar Rio.

Tepat di ambang pintu, Mita menghentikan langkahnya. Ia masih ragu untuk menemui Rio, mengingat apa yang sudah ia lakukan pada laki-laki itu. Mita menguatkan hatinya, mencoba untuk menanggung segala resiko atas kesalahannya. Bahkan ia pun memukul-mukul pelan dadanya untuk tidak merasa ragu.

TOK TOK TOK

"Rio..." lirihnya. Tapi tak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar. Karena khawatir, Mita pun membuka sedikit pintu kamarnya.

KRIETTT

Suara derit pintu terbuka terdengar dengan jelas di telinga Mita. Ia mengintip di celah-celah pintu. Pandangannya terfokus pada tubuh seseorang yang terbungkus selimut tebal. Ia pun memberanikan dirinya untuk menghampiri Rio yang sedang meringkuk di dalam selimut seperti anak kecil.

Mita memilih untuk duduk di pinggir ranjang. Rio yang merasakan gerakan pada ranjangnya pun sedikit membuka selimutnya. 

"Rio, kamu marah, yah?" tanya Mita dengan penuh penyesalan.

Tak ada jawaban

"Rio, ngomong dong. Aku minta maaf yah kalo aku bohong sama kamu soal itu. Aku nggak bermaksud, Rio. Aku yang nyuruh mama kamu untuk rahasiain ini semua dari kamu. Aku cuma-"

"Cuma apa?" potong Rio. "Apa alasan kamu giniin aku, Mit?" tanyanya dengan nada datar.

"Sebenarnya aku mau kasih tau kamu soal ini, tapi nggak sekarang soalnya waktunya belum tepat. Tante Anisa udah percaya banget sama aku untuk jagain kamu. Aku cuma nggak mau ngerusak kepercayaannya. Aku mohon kamu ngertiin aku kali ini aja." Wajah Mita kini mulai memelas, berharap Rio memaafkannya.

Helaan napas terdengar dari dalam selimut. Rio pun membuka selimutnya, bertatapan langsung dengan Mita. Mita yang ditatap seperti itu agak gemetar, ditambah lagi dengan mimik wajah Rio yang tidak bersahabat. 

"Udahlah, Mita. Kamu nggak salah dalam hal ini. Ini semua salah aku yang terlalu lemah buat jaga diri," ucapnya lemas.

Mita memegang tangan Rio. "Kamu nggak lemah, kamu itu kuat. Buktinya sampai sekarang kamu masih bisa bertahan. Seberat apapun beban yang kamu pikul, kamu mampu mengatasinya dengan baik. Tolong, jangan pernah bilang kamu itu lemah. Kamu kuat," tegas Mita.

Melihat ekspresi Mita yang sepertinya akan menangis, Rio tersenyum kecil. Ia mengelus puncak kepala Mita dengan lembutnya. Mita yang ingin menangis pun kembali terdiam. 

"Iya, iya. Tapi wajahnya tolong dikondisikan dong. Kamu kalo mau nangis itu jelek banget. Hahaha," gelaknya.

"Ih, ngeselin banget!" ujarnya sambil meninju lengan Rio.

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang