Chapter 38: Sakit Hati

1.5K 98 8
                                    

Dimohon untuk menyalakan suaranya yah, biar dapet feel-nya^^
Happy reading

****

"Hubungan yang baik itu ketika dua orang yang saling percaya satu sama lain dan tak pernah menyembunyikan apapun kepada pasangannya."

-Miracle

****

"Kamu ini, makan yang banyak, Rio," tegur Anisa seraya menyuapi Rio yang masih terbaring lemah di ranjang. Rio hanya diam.

Anisa pun kembali menyendokkan sedikit bubur ayam lalu menyodorkan ke mulut Rio. Namun Rio menggeleng kuat, ia mendorong jauh sendok itu darinya. Rio jengah, ia sama sekali tidak berselera makan, terutama makanan rumah sakit. Bosan katanya. Bisa dibayangkan berapa banyak bubur yang dimakannya selama ini, lebih dari ratusan kali. Memikirkannya saja sudah membuatnya mual.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Anisa kesal.

"Aku gapapa. Cuma kekenyangan," jawabnya singkat.

Anisa pun hanya bisa pasrah, mau gimana pun juga kalau disodorkan makanan lagi pasti Rio menolak. Ia pun meletakkan mangkuk bubur itu kembali ke tempatnya, ke atas meja.

"Kamu itu jangan diem gini aja. Kayak nggak ada semangat hidupnya, ih," celetuk Anisa.

Sebagai makanan penutup Anisa mengambil sebuah apel dari parsel yang dibawakan Yoana. Anisa mengupas kulit apel itu lalu memotongnya menjadi beberapa bagian kecil.

Perkataan Anisa terasa menancap tepat di dadanya. Semangat hidup? Apakah sekarang itu penting baginya, pikir Rio.
Kalau dipikir-pikir sebelumnya ia pun tak tahu sama sekali yang namanya semangat hidup. Hidupnya selalu berwarna hitam, gelap dan juga sepi, sampai akhirnya perempuan itu datang. Semua itu pun tak ada ada jika Mita masuk ke kehidupannya dan mencampuri urusannya.

Tak ada hari tanpa dirinya merindukan Mita, sosok perempuan tangguh, cantik, dan juga baik hati. Ia masih teringat wajah perempuan itu kalau sedang tertawa, tersenyum, cemberut, ataupun menangis. Hari-harinya begitu berat tanpa ada sosok Mita di sampingnya.
Ia tahu semua yang dilakukannya adalah kesalahan terbesar yang pernah ia buat seumur hidupnya. Namun Rio pun tak punya pilihan lain, cuma ini caranya agar Mita dapat melanjutkan hidupnya kembali normal.

Jujur, ia sangat sakit meninggalkan Mita begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa. Perpisahan yang berujung sakit hati ini hanya ia bisa pendam sendiri, tak ingin ia bagi dengan siapapun termasuk mamanya. Semuanya ia pendam sendiri, termasuk rasa sakit di dirinya yang semakin lama semakin mengganas. Rio terpaksa tak memberitahu semuanya pada Mita karena ia tak ingin terus menerus membebani Mita walaupun ia sendiripun tahu kalau Mita tak merasa begitu.

Berusaha kuat selama dua minggu itu tak mudah, menjalani semua pengobatan yang ada di rumah sakit ini, rasanya seperti membunuhnya perlahan. Belum lagi efek dari kemo yang membuatnya semakin lama semakin berubah drastis. Tubuhnya agak kurus dan wajahnya pun pucat seperti mayat hidup. Untuk bepergian pun Rio harus menggunakan kursi roda, kakinya sangat susah untuk digerakan atau karena kakinya yang tiba-tiba mati rasa.

Anisa menatap anak sulungnya yang sedaritadi melamun, seperti memikirkan sesuatu. Anisa menghela napas berat, dua minggu ini Rio benar-benar kehilangan akal sehatnya, raganya memang ada di sini namun jiwanya seperti berada di tempat lain. Berbeda saat ia bertemu dengan Mita, ia terlihat sangat hidup, bersemangat, dan selalu tersenyum. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat merindukan senyum manis Rio yang dulu.

"Kamu mau sampai kapan kayak gini, Rio?"

Rio yang berada di ranjang langsung melirik Anisa. "Maksud mama?"

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang