Chapter 46: Kamu Pantas Bahagia

1.5K 82 0
                                    

Sesaat aku jatuh cinta akan sosok dirimu yang sederhana

Namun,
Aku hanyut terlalu jauh,

Sampai-sampai aku lupa kalau dirinya telah ada yang memiliki.

-Miracle

****


"Mita. Lo minum dulu, yah. Nih, gue bawain teh anget, biar lo tenangan dikit," ujar Wenda sembari memberikan segelas teh hangat ke Mita. Perempuan yang saat ini tengah duduk di pinggir ranjang pun menoleh. Mita melirik teh yang ada di hadapannya lalu mengambilnya perlahan dari tangan Wenda.

Pandangan mata Wenda kini jatuh pada sosok Mita. Perempuan itu terdiam kaku tanpa bergerak seinci pun dari tempatnya. Melihat Mita seperti ini tentu membuat Wenda enggan meninggalkan Mita sendirian di rumah. Bisa-bisa sahabatnya yang satu ini berbuat yang tidak-tidak karena stres. Di samping itu, untuk menghindari kejadian tersebut Wenda pun membawa Mita untuk menginap semalaman di rumahnya. Ya, memang bukan ide yang bagus membawa Mita menginap ke rumahnya karena mereka harus sekolah. Tapi Wenda tidak mau mengambil resiko.

Wenda menyangga tubuhnya ke belakang. Matanya beralih ke langit-langit kamar. "Sebenernya gue nggak tau apa yang terjadi sama kalian. Banyak pertanyaan yang pengen gue tanyain sama lo. Tentang elo, Rio, dan juga cewek yang lo sebut Yoana itu," ujar Wenda panjang lebar. 

"Gue nggak maksa lo buat ceritain semuanya sama gue. Tapi alangkah baiknya lo cerita, siapa tau beban lo ilang sedikit," lanjutnya.

Mita termenung dalam lamuanannya, ia pun tak begitu mendengarkan ucapan Wenda yang ada di sebelahnya. Mita merasa sekitarnya berwarna hitam, gelap. Begitupun dengan hatinya, retak lalu perlahan berubah jadi abu.

Kilasan waktu di mana Rio dan Yoana saling berpelukan membuat senyumnya padam. Ia ingin menangis namun tertahan oleh sesuatu. Sesuatu yang mengganjal dari dalam hatinya. Mereka terlihat saling mencintai, dan Mita sekarang berada di tengah-tengah kisah cinta mereka. Mita memejamkan kedua matanya, tanganya mengepal kuat. Kalau saja ia tahu Ana itu Yoana pasti ia tak mungkin berpacaran dengan Rio, dan tentunya Mita akan membawa Yoana untuk bertemu dengan Rio.

Namun nasi telah menjadi bubur, semua telah terjadi. Waktu tidak bisa diputar kembali. Begitupun perasaan Mita terhadap Rio. Sesaat ia pun bingung akan perasaannya sekarang.

"Gue seneng," celetuk Mita seraya meminum teh di tangannya.

Wenda sontak menoleh. "Seneng kenapa?" tanyanya heran.

"Ya, gue seneng karena Rio udah ketemu lagi sama Yoana." Mita menatap gelas kosong itu  dengan tatapan nanar. "Mereka akhirnya balikan lagi."

"Lo ngomong apa sih, Mit? Jangan ngawur napa," gerutu Wenda. 

"Tugas gue udah selesai, Wen. Tugas gue udah selesai," ucap Mita berulang-ulang.

Ia membenarkan posisi duduknya. Alis Wenda bertautan. Ia sama sekali tak paham maksud Mita barusan. "Gue nggak ngerti maksud dari perkataan lo."

Dengan mata yang berkaca-kaca, Mita menatap Wenda. "Gue nggak perlu lagi ada di samping Rio. Gue bebas, Wen."

Wenda tersentak. "Kok lo ngomong gitu?" pekiknya.

Mita memaksa senyuman paksa. Tangannya menyeka air mata yang hendak meluncur ke pipinya. "Gue nggak perlu ke rumah sakit lagi, kan ada Yoana. Gue nggak perlu ketemu dia lagi, kan ada Yoana di sampingnya. Gue nggak perlu ketemu dia lagi, kan Yoana udah kembali lagi ke sisi Rio. Gue udah nggak punya beban lagi," racaunya.

Mita tiba-tiba bangkit dari duduknya. Ia meletakkan gelas kosong ke meja belajar milik Wenda. "Selama ini gue selalu ada di deket dia karena gue itu kesian sama dia. Dia ditinggal pacarnya, sakit-sakitan, dan orang tuanya bercerai. Gue nggak beneran suka apalagi cinta sama dia. Gue cuma jadi pelarian sesaat aja buat Rio sampe Yoana kembali. Dan sekarang cewek itupun balik, gue pun akhirnya dibuang. Gue udah nggak ada gunanya lagi di sana."

Mita meracau layaknya orang gila yang baru saja masuk ke rumah sakit jiwa. Ia berucap yang tidak-tidak tanpa memperdulikan Wenda yang dari tadi memperhatikannya dengan geram.

PLAK

Sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Mita. Suasana hening seketika. Perempuan itu tercengang, secepat kilat ia menoleh ke arah Wenda. Dengan napas yang terengah dan tangan yang masih terangkat di udara Wenda melototi Mita. Ia sudah muak mendengar semua racauan sahabatnya yang tidak benar. Sesakit itukah ia sampai berbuat seperti ini, pikir Wenda.

"CUKUP, MITA!" Wenda membentak Mita. 

Perempuan itu memegang pipinya yang memar. Tak diduga Wenda bisa berbuat itu padanya.

"Gue nggak suka lo yang kayak gini! Mana Mita yang gue kenal, selalu tersenyum, ceroboh, gampang baper, dan nyebelin itu?" pekik Wenda seraya menunjuk Mita tajam.

"Apa karena Rio pelukan sama cewek lain lo bisa berubah jadi gini? Hah! Sadar Mit, Yoana itu cuma masa lalu, Lo itu pacarnya sekarang. Yoana itu nggak berhak masuk ke kehidupan kalian."

"Rio itu suka banget sama Yoana, Wen. Rio pernah ceritain semuanya tentang Yoana, dan dari situ gue juga yakin kalo Rio itu masih punya perasaan sama Yoana. Dan Yoana pasti punya perasaan yang sama kayak Rio."

"Gue itu cuma penghalang diantara mereka. Gue itu cuma pelarian yang dibutuhin Rio saat Yoana nggak ada. Saat Yoana kembali, disitu keberadaan gue udah nggak diperluin lagi," lanjutnya.

GREB

Tiba-tiba tangan Wenda bergerak ke arah Mita dan langsung membawa tubuh perempuan itu ke pelukannya. Saat itu Mita terhenyak, ia bingung kenapa Wenda memeluknya. Mita tak membalas pelukan Wenda, ia hanya diam ditempat.

"Lo kenapa, Wen?" tanya Mita heran.

Terdengar suara isak tangis di sekitarnya. Mita terheran, perasaan di kamar ini hanya ada mereka berdua. Sampai pada akhirnya Mita pun tahu kalau yang membuat suara menangis itu Wenda.

"Wen. Kok lo nangis?" tanya Mita panik sembari mengelus punggung sahabatnya.

"Hiks... Hiks... Gue nangis karena sahabat gue ini nggak nangis, jadinya gue gantiin elo," sahutnya.

"Hiks... Yang lo omongin tadi itu nggak bener, Mita. Semua ucapan elo bikin gur sedih. Gue emang nggak tau gimana rasanya jatuh cinta, tapi gue tau gimana rasanya sakit hati yang lo rasain saat ini," ujar Wenda.

"Wenda. Gue--" bibirnya bergetar. Entah kenapa perkataan Wenda membuat Mita sedikit mengeluarkan air mata.

"Lo kenapa nggak nangis sih? Apa segitu gengsinya lo nggak mau nangis di depan gue. Atau karena elo nggak mau terlihat lemah?" tanyanya masih menangis. "Hiks... Lo boleh nangis berapapun lamanya, nggak masalah. Gue akan selalu ada buat lo. Tapi gue mohon, sedihnya jangan lama-lama."

Sedetik setelah Wenda mengatakan itu Mita langsung menangis histeris di pelukan Wenda. Perempuan itu sedikit terkejut, ini pertama kalinya Mita memangis sangat keras. Bahkan ia bisa merasakan air mata Mita jatuh di bahunya. Tetapi menurut Wenda itu tidak masalah, Ia pun mempererat pelukannya.

"Apa gue nggak pantes buat bahagia?" tanya Mita disela isak tangisnya.

Wenda menggeleng cepat. "Pantes. Lo orang yang paling cocok buat bahagia."

****

Yeay Update!

author minta maaf yah kalo updatenya sedikit-sedikit.

Saat ini aku agak susah update karena sekarang lagi magang. Doain aja author tercinta kalian ini bisa cepet-cepet updatenya dan memuaskan rasa penasaran kalian hahaha.

Tunggu kelanjutannya yah^^

Salam,
PenaUnguID

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang