Chapter 15 : (New) Friend

2.8K 190 23
                                    

Rasanya aneh... Aku sangat dekat denganmu tapi tak pernah aku bisa menggenggammu. 

- Mario Febrianto

****

Suasana kelas yang gaduh seperti pasar membuat laki-laki yang sedari tadi menutup telinganya dengan headset tampak kesal. Ia mencoba mengabaikan ocehan teman-temannya sejak tadi dengan menutup matanya. Perlahan-lahan pikirannya terpusat pada sosok perempuan. Sosok yang selalu menemaninya pada saat suka maupun duka, sosok yang selalu mendukungnya apapun kegiatannya, sosok yang selalu memberikan pelukan hangat, sosok cantik yang selalu membuatnya kembali tersenyum. Tiba-tiba terlintas dibenaknya saat seseorang dengan lancangnya mengelus puncak kepala perempuan yang ia... sukai. 

"ARRRGHH!" pekiknya. Seketika kelas pun hening. Mereka menatap heran Rio yang sedari tadi diam saja dan tiba-tiba berteriak tanpa tahu sebabnya.

"Lo kenapa, Rio?" tanya Gema, teman sebangkunya.

Rio tak menjawab, ia hanya memijit pelipisnya yang mulai terasa sakit. Seperti biasa, ia mengambil obatnya yang sudah ia siapkan lalu meminumnya dengan sekali teguk. Pikirannya kacau hari ini. Tak ada satu mata pelajaran yang mampu masuk ke otaknya. Pikirannya lebih tertuju pada kejadian di kantin tadi. Kejadian yang membuatnya tak dapat mengontrol emosinya.

Gema memperhatikan gerak-gerik Rio yang sedari tadi seperti orang aneh. Terkadang Rio bergumam sendiri, terkadang juga ia suka memaki-maki dirinya sendiri. Gema juga kurang paham apa yang sedang dialami oleh Rio sekarang, tapi yang pasti, Rio kini mengalami depresi yang cukup berat.

Gema Ramadhan atau yang biasa dipanggil Gema awalnya tak mengenal Rio. Semua berawal dari setahun yang lalu, tepatnya saat pertama kali masuk ke kelas ini. Hari itu Gema datang terlambat karena ban motor yang dikendarai oleh ayahnya mengalami pecah ban. Gema pun terpaksa berlari menuju sekolah, jarak sekolah ternyata tidak terlalu jauh. 

Dengan tubuh yang bermandikan peluh ia  berjalan sempoyongan menuju kelasnya, X IPS 1. Gema menghembuskan napas berat saat melihat semua bangku di kelas sudah terisi. Tapi pandangannya tertuju pada bangku kosong yang terletak di belakang kelas dan di sampingnya terdapat juga seorang laki-laki seumuran dengannya. Gema memperhatikan dari jauh, laki-laki itu memiliki paras yang tampan tetapi terlihat jelas sekali kalau laki-laki itu adalah tipe pendiam dan juga orang yang dingin.

Awalnya Gema enggan mengambil tempat duduk itu, tetapi tak ada bangku tersisa lagi untuknya. Dengan gemetar Gema menghampiri tempat itu dan juga laki-laki itu. 

"Ha, hai," sapanya grogi.

Laki-laki itu melirik ke arah Gema. Gema hampir dibuat mati oleh tatapannya. Tatapan orang tidak suka dengan kehadiran orang lain.

"Maaf, bangku itu masih kosong, nggak?" tanya Gema sambil menunjuk bangku itu. Ia melirik bangku itu sebentar lalu mentap kembali ke arah Gema.

Mati gue. Nih cowok matanya nyeremin banget

"Kenapa juga gue harus ngasih tempat gue buat lo?" 

Gema tak berkutik. Kata-katanya tadi seperti sebuah pisau yang memotong-motong tubuhnya beberapa bagian. Laki-laki itu kini memainkan ponselnya tanpa sedikit pun menoleh ke arah Gema.

"Soalnya... Bangku yang lain udah penuh dan bangku ini doang yang tersisa. Boleh, yah?" ucap Gema sedikit memohon.

"Oke." 

"Makasih," jawabnya senang.

"Oh, iya. Nama lo siapa? Gue Gema," kata Gema memperkenalkan diri.

"... Rio. Panggil gue Rio," jawabnya singkat, padat, dan jelas. 

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang