Chapter 36: Lost Contact

1.5K 98 8
                                    

Didengerin yah lagunya biar enak bacanya. Hehehe

****
"Nunggu kamu kembali itu lama banget, mungkin sampai bertahun-tahun. Tapi aku yakin kamu akan kembali padaku, kembali ke pelukanku."

-Mita Listiana

****

Mita merenung di depan jendela kamarnya, membiarkan tubuh mungilnya diterpa angin malam yang berembus kencang. Malam makin larut namun kantuk tak juga datang menghampiri dirinya. Sinta pun sudah terlelap lebih dulu.

Malam hari ini langit terlihat sangat hampa. Biasanya bintang banyak bertaburan di langit, tetapi kali ini satupun tak ada. Bulan saja yang masih senantiasa di sana, menemani dirinya melewati malam yang sunyi ini.

Merindukan seseorang itu sangat menyakitkan. Harapannya saat ini adalah hanya ingin bertemu dengannya, seseorang yang sejak dua minggu lalu tidak ada kabar. Hatinya tak bisa merasakan apa-apa selain rasa sesak. Duri-duri kepahitan seolah-olah tertancap tepat di dadanya, sakit namun tak berdarah. Jika bisa digambarkan suasana hatinya sekarang, mungkin yang akan muncul hanya warna hitam pekat.

Air matanya menetes, meluncur di pipinya dengan cepat. Mita menangis di dalam kamarnya namun tak mengeluarkan suara. Dua minggu ini sudah ratusan air mata keluar dari matanya.

Tak bisa dibayangkan berapa lama ia menunggu Rio, menunggu orang itu mengabarinya. Mita tak bertemu dengan Rio dari dua minggu yang lalu. Pertemuan terakhirnya itu saat malam sebelum Mita pulang, sehabis itu ia tiba-tiba menghilang tanpa jejak sama sekali. Laki-laki itu lenyap seperti ditelan bumi.

Mita mencoba mencari Rio melalui Gema, Dave, dan Wenda. Namun mereka bertiga pun belum bertemu dengan Rio sama sepertinya. Dihubungi berapa kali pun tak bisa, ponselnya tak aktif, begitupun dengan Anisa. Mereka seakan lenyap.

Ia tak mau menyerah, Mita mencoba bertanya kepada pihak sekolah, namun berita mengejutkan pun didengar oleh Mita. Ia diberitahu oleh pegawai TU (Tata Usaha) bahwa sejak seminggu lalu Rio sudah tak bersekolah di SMA Nusantara.

Mita dan teman-temannya pun sangat terkejut mendengar kabar tersebut. Mita menyangkal, tak mungkin Rio menghilang begitu saja tanpa mengucapkan apapun. Setelah pulang sekolah Mita langsung bergegas menuju rumah Rio. Berharap mendapat berita baik ketika ke sana justru ia mendapat kabar yang lebih mengecewakan lagi. Rumah Rio tak ada orang sama sekali seperti sudah tak dihuni lagi. Mita mencoba menanyakan kepada tetangga di sebelah rumah Rio. Mereka mengatakan bahwa rumah Rio sudah tak dihuni sejak seminggu lalu. Mita pun berpikir sejenak, seminggu lalu pun Rio sudah keluar dari sekolah. Mita sekilas teringat ucapan Anisa tentang pengobatan di Australia. Ia pun menduga bahwa Rio telah pergi ke Australia. Akhirnya Mita pun memutuskan untuk pulang ke rumah seraya menangis.

Saat itu Mita amat putus asa. Ia khawatir sekali pada Rio. Mita takut sesuatu terjadi pada laki-laki itu lalu ia tak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi. Gema, Dave dan Wenda pun tak mau kalah membantu Mita. Mereka pun khawatir juga pada kondisi Mita yang nyaris seperti orang gila.

Dua minggu sudah terlewati tanpa kehadiran Rio. Mereka akhirnya menyerah, mereka tak bisa menemukan Rio di mana pun. Di saat itu Mita menangis tersedu-sedu. Ia hanya menginginkan satu hal, melihat Rio kembali seperti dulu.

Dalam hati Mita berharap. Ia mau bertemu dengan Rio. Mita tak peduli jika Rio kembali kasar kepadanya, marah-marah padanya, ataupun mencoba memukulnya. Ia tak peduli! Selagi Rio masih ada di depan matanya ia akan menanggung semua risikonya.

Mita menguap seraya tangan kanan menutup mulutnya. Ia pun sudah merasa mengantuk. Tangannya menggapai pengait jendela lalu menutup jendela dengan agak kencang. Mita berjalan menuju ranjangnya dengan langkah lunglai. Ia menutup dirinya menggunakan selimut.

"Rio, kamu di mana? Cepat kembali," gumamnya.

Matanya mulai terpejam. Perlahan ia pun hilang kesadaran dan masuk ke dalam dunia mimpi.

****

"Gula, terigu, sama minyak." Mita mengingat kembali bahan-bahan yang akan dibelanjakannya.

Siang sebelum Sinta berangkat kerja, ia meminta Mita untuk berbelanja kepeluan rumah yang sudah habis. Sebenarnya ia sedang malas keluar rumah, namun karena ini permintaan mamanya tak mungkin ia menolaknya.

Begitu semua bahan yang ia cari sudah ditemukan, Mita pun membawa keranjang belanjaannya ke meja kasir dan membayarnya sesuai harga.

Mita keluar dari supermarket. Ia menggerakkan kakinya malas. Menangis semalaman membuat tubuhnya jadi tak bertenaga. Bukan itu saja, karena terlalu memikirkan Rio ia pun menjadi susah tidur. Jadi tak heran mengapa hari ini ia sangat lelah. Mungkin sebaiknya sehabis pulang ini ia harus tidur. Ya, ia sangat sekali membutuhkan istirahat sejenak.

"Mita!"

Mita menghentikan langkah kakinya ketika ia mendengar sebuah suara dari belakangnya. Dengan malas ia pun menoleh ke belakang. Nampak seorang perempuan menggunakan kemeja putih dan celana jeans berlari menghampirinya. Alinya bertautan. Sepertinya ia mengenali perempuan itu, tapi ia lupa.

"Maaf, kamu siapa, yah?" tanya Mita heran.

"Aku Ana. Kita pernah ketemu di supermarket ini juga," jawabnya.

Mita pun akhirnya mengingat sesuatu. "Ah, iya. Aku inget kamu," ucap Mita. "Kamu yang bantu aku waktu itu, kan?"

"Iya. Hehe. Kamu ngapain di sini?" tanya Ana basa-basi.

"Aku lagi belanja. Kamu sendiri?" tanya Mita balik.

"Aku lagi nyari makanan ringan buat seseorang."

"Cie. Pacar kamu, yah," ledek Mita.

"Apa sih. Bukan pacar, lebih tepatnya mantan pacar." Wajah Ana yang tadinya biasa saja langsung berubah merah padam. Ia blushing.

"Lho, mantan pacar? Kok masih berhubungan sih?" tanya Mita penasaran.

"Dia lagi sakit, Mit. Jadi selama di rumah sakit aku jagain dia," jelasnya.

Mita tersenyum. "Aku kagum sama kamu. Walaupun udah mantan tapi kamu tetep baik sama dia."

"Hehe. Sebenarnya aku masih suka sama dia, Mit," ucap Ana terang-terangan.

"Wah. Aku doain semoga balikan, yah."

"Amin. Makasih, Mit," jawabnya girang. "Tadi aku liat kok kamu jalan lemes banget, Mit. Kamu sakit?"

Mita menggeleng lemas. "Nggak, Ana. Aku nggak sakit. Aku kepikiran sama pacarku."

"Memang pacar kamu ke mana?" tanya Ana.

"Aku juga nggak tau. Dia ngilang gitu aja. Aku khawatir banget sama dia," jawab Mita gemetar.

Ana melihat ekspresi Mita yang sesih pun menjadi merasa bersalah. "Maaf, yah, Mit. Gue nggak maksud nyinggung masalah kamu." Ana meminta maaf ke Mita. "Aku doain supaya pacar kamu cepet ketemu, yah."

Mita menyungging senyuman. "Makasih, Ana."

"Sama-sama. Kalo gitu gue pergi ke dalem dulu, yah. Bye."

"Bye."

Mereka berdua melambaikan tangan bersamaan. Setelah melihat Ana masuk ke dalam supermarket Mita pun melanjutkan langkahnya menuju rumah.

Gara-gara membicarakan soal Rio, emosinya pun mulai kembali naik. Ia kembali merindukan laki-laki itu. Mita menggelengkan kepala, ia mencoba berpikir positif. Ia juga berharap sekali bahwa ucapan Ana tadi suatu saat akan terwujud.

****
YEAY UPDATE!!!

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang