"Mencintaimu adalah kelebihanku. Menyakitimu adalah kekuranganku. Menjagamu adalah kewajibanku. Merelakanmu adalah keistimewaanku."
-Dave Abraham.
****
Mita duduk bersandar di bangku panjang yang ada di dalam ruang UKS. Sesekali ia menyentakkan kakinya berulang kali ke tanah. Tangannya bergetar, jantungnya berdetak kencang. Tak lama berselang, Dave datang menghampirinya dengan membawa sebuah kotak P3K.
"Sekarang kamu diem dulu, aku mau obati luka kamu," ucapnya dengan nada datar. Mita mengangguk patuh.
Dave duduk di sebelah Mita. Tangannya terulur, ia mengambil beberapa kapas, obat merah, dan betadine dari kotak P3K. Beberapa kali Mita meringis kesakitan saat Dave menyentuh pipinya yang lebam itu. Dave meminta Mita untuk menahannya sebentar, Mita pun menuruti perkataannya.
Sepuluh menit berlalu, tak ada percakapan sama sekali antara Dave dan Mita. Semua larut dengan pikiran mereka masing-masing. Dave masih fokus mengobati luka Mita, sedangkan Mita hanya diam ditempatnya. Ia bingung harus bicara apa pada Dave. Pasti Dave meminta penjelasan atas apa yang terjadi dengan dirinya.
"Jadi, kamu bisa jelasin ke aku apa yang terjadi sama kamu?" tanyanya disela-sela ia mengobati sudut bibir Mita.
"Hm, anu... anu."
"Anu, anu, anu apa?"
"Aku ngga bisa jelasin ke kamu, Dave," ucapnya sedih.
Dave menghembuskan napas berat. Ia tak tahu apalagi yang harus diperbuat untuk perempuan yang ada di hadapannya sekarang. Mau bagaimanapun, sepertinya Mita sulit untuk dimintai penjelasan.
Dave menatap wajah Mita dalam-dalam. Ia sedikit kasihan dengan perempuan ini. Setelah diobati, lukanya tidak terlalu terlihat, hanya saja ia masih penasaran, siapa yang melakukan hal ini pada Mita. Rasanya, hatinya terasa sakit sekali melihat Mita -perempuan yang ia sayangi- mengalami hal seperti ini.
"Udah selesai," ucapnya.
Mita mengamati wajahnya di pantulan cermin. Lebam di pipinya dan juga sudut bibirnya luka itu sudah samar-samar tak terlihat.
Mita tersenyum kecil. "Makasih, Dave."
"Sama-sama, Mit." Dave membalas senyuman Mita. "Aku nggak akan maksa kamu buat ceritain semuanya ke aku. Tapi kalo kamu butuh tempat buat curhat, aku selalu ada buat kamu," ujarnya seraya memegang tangan Mita.
"Dave, aku mau tanya sesuatu sama kamu," lirihnya tanpa melepaskan genggaman tangan Dave.
"Apa?" tanyanya.
"Apa kamu pernah suka sama seseorang, tapi orang itu nggak pernah tau perasaan kamu."
Dave agak terkejut mendengar ucapan Mita barusan. Ia tak terlalu mengerti apa maksud ucapannya tadi. "Mit," lirihnya.
"Kamu berusaha buat melindungi dia, menjaga dia, dan selalu membuat dia tersenyum. Tapi, apa balasannya? Dia hanya anggap kamu sebagai bayangan doang," lanjutnya.
Dave tersentak melihat bulir-bulir air keluar dari mata perempuan itu. Tangannya berusaha menutupi wajahnya yang dibanjiri air mata. Dave mengulurkan sebelah tangannya, ia mencoba membuat Mita untuk tegar dalam menghadapi semua itu.
"Apa kamu juga pernah suka sama seseorang tapi orang itu masih mengharapkan orang lain dihidupnya," ujar Mita disela-sela isak tangisnya. "Aku bahkan nggak tau kalo dia itu suka sama aku, dan mungkin juga dia nggak punya perasaan apapun buat aku. Aku bodoh banget, yah. Aku bodoh, kan, Dave? AKU BOD--"
GREB
Ucapannya terpotong ketika Dave menarik tubuh kecilnya ke dalam pelukannya. Mita terkejut bukan main dengan tindakan Dave saat ini. Tubuhnya menegang, napasnya pun seketika berhenti sejenak. Mita tak membalas pelukan Dave, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia mengehentikan tangisnya sejenak, air matanya masih membekas di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle (COMPLETED)
Teen Fiction#252 In Teenfiction (12/06/2018) #55 In Teenlit (25/07/2018) 17+ TAHAP REVISI [Part 45 sampai akhir akan di privat acak untuk menghindari adanya peniruan karya. FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA^^] "Mit, kamu mau dengerin permintaan aku, nggak...