Aku memang di lahirkan untuk kalah. Tapi aku di lahirkan untuk tidak menyerah.
-Mita Listiana.
****
"Mit, ke kantin, yuk," ajak Wenda.
Mita mengangguk setuju. Mereka pun beranjak menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang sedari tadi sudah keroncongan.
Kantin pun sudah ramai di penuhi oleh murid-murid yang sedari pagi menahan rasa lapar mereka. Mita pun membagi tugas. Wenda bertugas mencari tempat duduk untuk mereka berdua, sedangkan Mita bertugas untuk memesan makanan dan juga minuman.
Mita memutuskan membeli dua porsi nasi goreng dan dua gelas es teh. Saat gilirannya untuk memesan, tiba-tiba ia merasa ada seseorang yang tengah melihatnya. Benar saja, Rio sudah berada di sampingnya. Mita melirik nampan Rio yang sudah tersaji soto ayam dan air putih. Rio menoleh kearah Mita. Pandangan mereka bertemu. Mita pun mencoba bersikap ramah dengan tersenyum padanya. Bukannya membalas, Rio malah menatap sinis kearah Mita lalu melangkah pergi menuju mejanya.
Mita bergedik ngeri. Baru pertama kali ia bertemu dengan seseorang yang memiliki aura menyeramkan seperti itu. Mita membawa nampannya menuju meja yang sudah Wenda tempati.
"Lama banget sih, Mit. Lo abis dari mana sih?," tanya Wenda. Wenda mengambil piring yang terisi dengan nasi goreng lalu memakannya dengan lahap.
"Gua cuma beli makanan doang." Mita melahap makanannya.
Pandangannya mengarah ke belakang tubuh Wenda. Ia melihat Rio hanya duduk sendirian. Apa ia biasa sendirian atau ia tak punya teman, pikir Mita. Rio sekarang menatapnya dengan tatapan sinis. Bahkan saat ia melahap makanannya, pandangannya tak lepas dari Mita. Mita pun menundukkan kepala.
Drrtt...
Mario
"Ngapain lo ngeliatin gua?, hah?!,"Mita terdiam kaku. Bagaimana ia bisa tau? Padahal ia hanya meliriknya saja. Mita pun mencoba tenang. Ia tak mau bertingkah gegabah saat berhadapan dengan Rio. Ia tak tindakannya akan salah di mata Rio.
Mita
"Maaf, gua nggak bermaksud ngeliatin lo. Lo udah minum obatnya?."Mario
"Ngapain lo nanyain itu?!. Lo dokter, hah?! Pake ngatur gua segala. Nggak perlu di suruh gua juga bakal minum."Mita naik pitam membaca balasan dari Rio. Apa Rio tak bisa mengirim pesan dengan nada ramah?. Mita mencoba menahan emosinya. Ia tak mau jika ia mudah terpancing emosi, Rio akan lebih mudah menyingkirkan dirinya dan ia akan bisa kehilangan pekerjaannya. Mita tak akan menyerah hanya karena Rio suka sekali memakinya. Mamanya Rio sudah menitipkan Rio padanya, Mamanya Rio sudah sangat mempercayai dirinya. Ia tak mau mengecewakan kepercayaan Mamanya Rio yang baik itu.
Mita
"Terserah lo mau bilang apa, gua hanya menjalankan tugas yang di kasih oleh Mama lo. Gua nggak mau ngecewain kepercayaan Mama lo."Mita mematikan handphonenya lalu memasukannya ke dalam saku roknya. Mita melirik sekilas Rio yang diam membatu sambil melihat layar handphonenya.
"Mit, kenapa muka lo asem banget?." Wenda menghabiskan sisa nasi gorengnya dan juga minumannya.
"Gapapa, kok," jawabnya.
"Pas tadi lo lagi beli makanan, gua ngeliat Kak Rio ngeliatin lo terus, Mit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle (COMPLETED)
Teen Fiction#252 In Teenfiction (12/06/2018) #55 In Teenlit (25/07/2018) 17+ TAHAP REVISI [Part 45 sampai akhir akan di privat acak untuk menghindari adanya peniruan karya. FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA^^] "Mit, kamu mau dengerin permintaan aku, nggak...