Chapter 30: Rasanya Menunggu

1.6K 103 0
                                    

"Aku benci mengatakan kalau aku masih ingin kembali kepadamu."

-Yoana F

****

Kejadian yang menimpa Mita hari itu benar-benar menjadi buah bibir di SMA Nusantara. Mereka tak menyangka akan ada kejadian seperti itu di sekolahan. Mulai dari guru sampai murid pun membicarakannya.

Hari itu ada seseorang yang langsung melapor ke kantor polisi. Polisi pun bertindak cepat. Mereka pun langsung bergegas ke TKP. Melihat bukti di TKP dan rekaman CCTV akhirnya polisi pun memutuskan untuk membawa orang ke kantor polisi.

Beberapa orang dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, termasuk Rio. Di kantor polisi Rio menjelaskan semuanya di depan seorang polisi dengan nada bicara yang menggebu-gebu. Ia ingin siapapun yang menyakiti Mita harus dihukum.

Atas penjelasan Rio, Claudya, Vivin, dan Gisel dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Saat ditanya oleh polisi, tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan suara, mereka hanyut dalam pikiran Merek masing-masing. Malu, takut, sedih semua tercampur aduk. Polisi itu mencoba memancing mereka bertiga untuk bicara.

Beberapa saat kemudia Vivin dan Gisel menangis tersedu-sedu. Akhirnya mereka mulai membuka suara. Mereka mejelaskan kalau yang terjadi dengan Mita adalah ulah Claudya sendiri. Bahkan mereka pun bercerita kalau mereka hanya mengikuti ucapan Claudya. Dan sebenarnya mereka sama sekali tak punya dendam ke Mita, tetap Claudya.
Claudya yang mendengar itu semua pun murka, ia benci sekali pada mereka karena mereka menyudutkannya walaupun semuanya memang benar.

Pertengkara pun terjadi. Claudya pun melayangkan pukulan pada mereka berdua. Claudya terus memberontak, ingin sekali memukul mereka berdua. Namun Vivin dan Gisel sudah diamankan lebih dulu oleh dua orang polisi yang ada di tempat itu.

Orang tua Claudya hari itu datang ke kantor polisi. Mendengar penjelasan polisi, orang tua Claudya benar-benar malu. Dan tanpa diduga ibunya Claudya menampar dengan kencang ke arah pipi Claudya. Mendadak semua terasa hening. Ia tetap tak bergeming, menurutnya luka di pipinua tak seberapa dengan apa yang ia lakukan pada Mita.

Kasus ini sebenarnya bisa dibilang sebagai kasus percobaan pembunuhan. Niatnya mereka semua akan ditahan untuk waktu yang cukup lama. Namun itu semua tak terjadi karena semuanya sudah diurus oleh orang tua Claudya. Karena kekuasaan dan kekayaan orang tuanya, mereka dengan mudah bebas dari kasus tersebut.

Namun bukan berarti kasus itu akan hilang dari wajah SMA Nusantara. Mereka terus saja membicarakan aksi Claudya dan teman-temannya yang sangat keji.

Kepala Sekolah tak banyak bicara pada hari itu. Jujur saja, ia masih memandang status keluarga Claudya. Dan guru-guru pun tutup mulut ketika semua anak murid menanyakan kronologis kejadian itu. Semua seakan tutup mata dengan kejadian hari itu.

Beberapa hari kemudian Claudya, Vivin, dan Gisel tidak masuk sekolah. Usut punya usut Rio mendengar kalau Vivin dan Gisel dipindahkan keluar kota. Sedangkan Claudya sendiri dipaksa pindah ke luar negeri oleh orang tuanya. Rasa malu yang diberikan Claudya sangat tak bisa diterima oleh keluarga Claudya. Tindakan Claudya Benar-benar mencoreng nama baik orang tuanya.

Sementara itu, Mita masih di rawat di Rumah Sakit. Rio tak sanggup mendengar kondisi Mita saat kejadian itu. Lukanya cukup parah, ditambah lagi ada beberapa tulang yang retak dan tubuhnya penuh lebam.

Saat mamanya Mita tahu ia benar-benar syok. Sinta pun bergegas menuju Rumah Sakit. Kakinya seketika lemas, dan tubuhnya bergetar hebat begitu melihat anak kesayangannya terbaring lemah di ranjang. Itu adalah saat-saat yang amat menyakitkan bagi Sinta.

Tak hanya Sinta, Rio pun merasakan hal yang sama. Ia bahkan berpikiran semua ini terjadi karena ulahnya. Karena dirinyalah Claudya melakukan itu pada Mita. Bahkan luka yang ada di tangannya tak sebanding dengan apa yang dirasakan Mita sekarang.

Dua hari berlalu, Mita masih belum sadar dari tidurnya. Kata dokter Mita tidak mengalami koma, namun dokter berpesan untuk bersabar dan selalu mendoakan kesembuhan Mita.

Jujur saja, selama dua hari ini ia amat merindukan Mita. Mita yang selalu di ada di sampingnya, Mita yang selalu menerima kekurangannya, Mita yang selalu mendukungnya. Jika ia dapat memohon, ia ingin bertukar dengan Mita. Biar ia saja yang merasakan semua sakit itu, jangan Mita.

****

"Tante Sinta tenang aja. Aku bisa jagain Mita kok. Lagipula mamaku juga mau dateng," ujar Rio sambil menunjuk ke dadanya.

"Anu, Rio. Beneran nih gapapa? Tante jadi nggak enak, lho."

Rio menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak repot kok, tan. Rio janji nggak akan ada apa-apa," ucap Rio.

Akhirnya setelah pertimbangan yang cukup sulit Sinta mengizinkan Rio untuk menjaga Mita seharian penuh. Atasannya menyuruh Sinta untuk lembur karena ia harus menggantikan pegawai yang tak masuk.

"Ya udah. Kalo gitu tante pergi dulu. Kalo ada apa-apa cepat hubungi tante, yah," kata Sinta sambil keluar dari kamar.

Rio menggangguk paham.

Setelah kepergian Sinta, Rio berjalan menuju sofa yang ada di samping ranjang, tempat di mana Mita terbaring lemah. Ia membaca koran yang sudah disediakan dari rumah sakit. Beberapa menit kemudian Rio menghentikan kegiatannya, ia kurang suka membaca dengan koran, ia lebih suka membaca berita secara digital.

Rio memperhatikan seluruh sudut ruangan itu sesaat. Mulai dari cat tembok sampai segala sesuatu yang ada di dalamnya. Saat itu ia tersadar. Rio tersenyum kecil begitu mengingatnya.

"Biasanya aku yang jadi pasien di sini. Sekarang aku yang ngejenguk. Haha, lucu juga," gumamnya.

Rio beranjak dari tempatnya. Ia mengambil tempat duduk di samping ranjang. Di hadapannya ada Mita yang masih setia menutup mata. Selang infus pun menempel sempurna di tubuhnya. Di beberapa titik tubuhnya sudah tertempel perban.

Rio memegang tangan Mita. Begitu tenang dan damai. Tangannya pun terasa dingin. Napasnya teratur dan detak jantungnya normal.

Ia mencium tangan Mita dengan penuh perasaan. Ia menempelkan bibirnya cukup lama di tangannya. Setidaknya itu bisa mengurangi rasa kerinduannya pada Mita.

"Aku cuma nunggu kamu bangun, kan?" ucapnya pada Mita yang masih tertidur.

"Hei. Aku kangen. Bangun dong."

Tangannya terulur, mengusap kepala Mita dengan hati-hati. "Pacar aku kan kuat. Kamu pasti bisa ngelewatin ini semua," kata Rio sambil terus mengajak Mita berbicara.

Rio tersenyum. Tangannya menggenggam tangan Mita lembut. "Sekarang aku tau rasanya jadi kamu. Jadi gini rasanya nunggu aku bangun dari tidur. Nggak enak juga, yah. Pasti kamu bosen kan nunggu aku sadar. Ya, tapi aku yakin kamu nggak begitu. Kamu itu tulus, Mit. Kamu itu setia nunggu aku sadar. Dan aku pun mau begitu. Mungkin aku nggak setegar kamu ngadapin ini semua. Tapi aku akan berusaha untuk selalu di sisi kamu," cerocosnya.

Tanpa sadar air matanya turun. Ia mengusap matanya seperti anak kecil. Sejak tadi ia ingin menahan tangisnya, namun sepertinya gagal.

Deg

Saat tangan Rio menggenggam tangan Mita, ia merasakan tangan Mita bergerak. Rio pun tersentak. Ia menatap wajah Mita dengan raut wajah berharap.

"Ugh."

Jantung Rio berdetak kencang begitu mendengar Mita menggumam.  Perlahan-lahan matanya terbuka walaupun masih lemah. Bibir Rio bergetar, beberapa saat kemudian air mata pun akhirnya lolos keluat dari mata Rio.

"Mita," panggilnya.

Mata Mita bergerak, memandang Rio sejenak. Bibirnya mulai terbuka, seperti ingin mengucapkan sesuatu. Rio pun mendekatkan wajahnya ke wajah Mita.

"Rio," ucap Mita lirih.

****

Akhirnya update YEAY!!

jangan lupa vote dan comment yah

Peluk dan cium untuk semuanya

Salam,
Penaungu

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang