Sejak hari itu, hubungan Mita dan Rio pun mulai membaik. Sedikit demi sedikit sikap kasar Rio mulai berkurang. Ia bukan lagi Rio yang pemarah dan kasar, Rio yang sekarang adalah Rio yang baru. Rio yang menerima hidupnya apa adanya, Rio yang mau berubah menjadi lebih baik. Yang paling membuat Mita senang adalah saat Rio mulai belajar untuk tersenyum. Bukan senyuman yang di paksakan, melainkan senyuman tulus yang sangat indah.
Tapi sampai saat ini, Rio masih belum mau memberitahu penyakitnya. Rio mengatakan, ia akan memberitahu jika waktunya sudah tepat. Apa Rio masih belum percaya padanya?. Atau ia malu memberitahu tentang penyakitnya.Buru-buru Mita menepis prasangka buruk itu. Mulai saat ini, Mario Febrianto adalah temannya. Dan sesama teman kita harus saling percaya, bukan?.
Saat istirahat, Rio pun tak keberatan jika Mita dan Wenda bergabung bersamanya. Mereka bertiga pun mulai akrab, walau pun Wenda masih gugup jika berbicara dengan Rio. Yang Wenda ketahui, Rio adalah orang yang mudah marah, kasar, dan penyendiri. Tapi setelah Wenda melihat Mita bersamanya terus, Rio pun mulai berubah. Ia menjadi orang yang lebih baik.
"Mita," panggil Wenda. Mita pun menoleh.
"Iya, Wen. Ada apa?," tanya Mita.
"Belakangan ini kan kita sering banget ngumpul bareng Rio. Lo pacaran yah sama dia."
Mita terbelalak kaget, "Pacaran? Enggak kok. Gua sama dia kan cuma... Temen." entah kenapa saat Mita mengatakan bahwa ia hanya sebatas teman, perasaannya tidak enak.
"Lo yakin, Mit?." Mita terdiam. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Sampai saat ini ia pun masih bingung dengan perasaannya sendiri.
Wenda mencengkram kedua bahu Mita, "Mita, gua tanya sekali lagi. Lo yakin kalo lo sama dia itu cuma temen?."
Mita menghembuskan napas berat, "Gua nggak tau, Wen. Gua juga bingung sama perasaan gua sendiri."
"Bingung? Bingung gimana maksudnya?."
"Di satu sisi, gua cuma anggep dia sebagai temen aja. Tapi di sisi lain, hati gua berkata lain. Saat Rio nyebut gua sebagai 'teman', hati gua sakit."
"Itulah resikonya jika kita bertemen sama cowok, Mit. Temenan sama cowok itu emang enak, Mit. Kita bisa saling curhat, saling peduli, saling melindungi. Tapi, pertemanan antara cewek dengan cowok tuh nggak bertahan lama. Yang paling di takutin adalah saat kata 'temen', berubah jadi 'demen'."
"Jadi, gua suka gitu sama Rio?," tanya Mita polos.
"Lah, kok lo nanya gua. Tanya sama hati lo, lah."
"Tapi apa pun keputusan lo, gua bakal dukung lo seratus persen," lanjut Wenda.
Mita memeluk Wenda dari samping, "Makasih Wenda. Lo adalah sahabat terbaik gua."
"Iya, sama-sama. Lo juga sahabat terbaik gua." Mita dan Wenda pun berjalan ke kelas mereka. Tanpa disadari ada seseorang yang memperhatikan mereka berdua, khususnya Mita.
"Jadi itu yang namanya Mita?. Berani banget ngedeketin Rio. Awas aja, tunggu pembalasan gua."
****
"Pertemanan antara cewek dengan cowok tuh nggak bertahan lama. Yang paling di takutin adalah saat kata 'temen', berubah jadi 'demen'."
Kalimat itu terus saja terngiang di benak Mita. Hatinya pun mulai terguncang kembali. Tidak mungkin kan ia menyukai Majikannya sendiri. Mungkin ini hanya perasaan sesaat. Atau mungkin ini juga adalah perasaan pedulinya pada Rio. Benar, Mita tidak menyukai Rio, ia hanya peduli pada Rio. Sebagai seorang teman.
"Hei. Kok ngelamun, Mit?." tiba-tiba saja Rio sudah ada di sampingnya.
"Hm, gapapa kok," jawabnya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle (COMPLETED)
Teen Fiction#252 In Teenfiction (12/06/2018) #55 In Teenlit (25/07/2018) 17+ TAHAP REVISI [Part 45 sampai akhir akan di privat acak untuk menghindari adanya peniruan karya. FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA^^] "Mit, kamu mau dengerin permintaan aku, nggak...