Chapter 32: Tamparan Keras

1.6K 106 25
                                    

"Mungkin aku bisa dibilang orang yang paling beruntung di dunia, memiliki orang-orang yang menyayangiku dengan tulus tanpa imbalan."

-Mita Listiana

****

Lima menit sejak mereka bertiga meniggalkan ruangan Mita, Rio sudah seperti orang kebingungan. Ia terus saja mondar-mandir di depan ruangan seperti setrikaan.

"Ngapain sih si Wenda? Lama banget, dah," gerutu Rio.

Rio mengelus tangan kanannya yang masih terbalut perban berwarna putih.

"Sabar, Rio. Mereka butuh waktu berdua," ujar Gema bijak.

Rio menoleh ke arah Gema, ia mendekati anak itu. "Sampe kapan? Gue lumutan di sini?" seru Rio.

Dave yang memperhatikan tingkah laku mereka berdua hanya bisa tertawa dalam hati. Pacar posesif dan gampang emosian, pikir Dave.

"Jadi orang tuh yang sabar. Ceweknya baik-baik aja kok di dalem, apa yang harus lo khawatirin," celetuk Dave.

Perkataan Dave tadi seketika membangunkan singa yang ada di dalam tubuh Rio. Ia menggeram, kedua tangannya ia kepal sangat kuat.
"Maksud lo apa?" sengitnya.

Gema menelan ludahnya. Gawat! Rio mulai emosi, batinnya.

Sebenarnya Rio sudah menceritakan semuanya pada Gema. Tentang Mita, tentang, Yoana, dan juga Dave. Dan lagi ia baru tahu ternyata yang dimaksud Rio adalah Dave si anak PMR.

"U-udah, Rio. Jangan berantem. Nggak enak. Ini rumah sakit," kata Gema memperingati.

Rio mengurungkan niatnya setelah mendengar ucapan Gema. Tapi jujur di dalam lubuk hatinya ia ingin sekali menyerang Dave. Ingin sekali!

"Sabar. Sabar," batinnya seraya mengelus dadanya pelan.

"Rio, Dave. Gue ke toilet dulu, yah. Udah nggak nahan nih," ucapnya terburu-buru. Belum ada mereka berdua mengiyakan, Gema sudah ngacir duluan ke toilet.

Saat Gema tak ada di tengah-tengah mereka, suasana mulai terasa agak canggung. Tak ada yang mau memulai pembicaraan, mereka hanya diam tanpa kata.

Dave menyilang kakinya, mencari posisi yang nyaman untuk duduk. Tangannya ia gunakan sebagai penyangga kepala.

Dave menaikkan sebelah alisnya. Kepalanya miring sedikit miring ketika melihat Rio diam saja tanpa bergerak sedikit pun. Sekalipun bergerak itupun hanya mengusap tangannya yang cedera.

Ia bingung, apa sih yang sedang dipikirkan Rio saat ini sampai-sampai pandangannya tak lepas dari pintu.

Ia menghembuskan napas pelas. "Gue tau apa yang lo rasain sekarang, Rio."

Rio menoleh ketika Dave selesai berucap. Dahinya berkerut. "Apa maksud lo?"

Dave merubah kembali posisinya. Sekarang posisinya ia menghadap Rio. Pandangan mereka saling bertemu. "Denger, Rio. Gue tau lo ngerasa bersalah atas apa yang terjadi sama Mita," jelasnya.

DEG

"Jangan sok tau!" elaknya.

"Jujur pas gue ngeliat Mita tadi, gue sedih banget. Dan di situ posisinya gue juga pengen nonjok elo. Pengen banget malahan. Tapi..."

Dave sesaat menggantungkan kata-katanya.

"Tapi... Gue nggak bakal lakuin itu. Kenapa? Karena lo pacar Mita. Tetapi yang paling gue sayangin adalah lo nggak ada di saat dia butuh lo. Padahal dia selalu ada saat elo butuh pundak untuk bersandar, tangan untuk digenggam, dan waktu saat elo butuh dia."

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang