Chapter 29: Siksaan

1.7K 116 7
                                    

"Aku pernah jatuh cinta. Dulu sekali. Tetapi dikecewakan sampai saat ini."

-Mario Febrianto

****

Matanya perlahan mulai terbuka. Beberapa kali Mita mengerjapkan kedua matanya, matanya masih berkunang-kunang dan pandangannya terasa kabur.

Setelah matanya kembali jelas melihat. Hal pertama yang ia lihat adalah wastafel. Pandangannya menyusuri sudut-sudut tempat di mana ia berada. Ternyata ia berada di toilet perempuan.

Mita mengangkat tubuhnya, berusaha untuk keluar dari sini. Namun ketika ingin berjalan tiba-tiba saja belakang lehernya terasa sangat sakit sehingga tubuhnya tak bisa menopang dan akhirnya jatuh terduduk. Ia memegang belakang lehernya, benar-benar sangat sakit seperti ada sesuatu yang menimpanya.

"Tunggu! A-aku kenapa di sini?" pertanyaan itu yang kini melintas di kepalanya.

Mita kembali mengingat-ingat kejadian tadi. Saat itu ia hanya menunggu Rio di depan kelasnya. Karena tak kunjung datang akhirnya ia pun berjalan menghampiri kelas Rio. Sampai...

Mita menepuk kepalanya. Ia ingat. Saat ia tengah berjalam di depan toilet perempuan. Ada orang yang memeganginya. Sayangnya ia lupa wajah-wajah mereka itu. Terakhir kali yang ia ingat adalah salah satu dari mereka memukul belakang lehernya sehingga ia pun jatuh pingsan.

"Aku mau pulang," kata Mita lemah.

"Loh kok pulang. Kita baru aja dateng."

Tiba-tiba Mita dikejutkan oleh sebuah suara dari arah pintu keluar. Suara seorang perempuan. Mita pun menoleh, mencara sumber suara tersebut. Matanya membelalak begitu melihat siapa yang datang.

Seorang perempuan jongkok di depan Mita sambil memegang dagunya kasar. "Kita main dulu, yuk!" ujarnya dengan seringai yang sangat menyeramkan.

"Ka-kak Claudya?" kata Mita terbata-bata. "Kak Vivin, kak Gisel?"

"Hai, Mita." Vivin dan Gisel menyapa Mita tetapi dengan seringai di wajah mereka

Claudya, Vivin, dan Gisel. Mereka sangat terkenal di sekolahnya sebagai Troublemaker. Entah siapa yang memberikan julukan itu, tetapi julukan itu sangat cocok untuk mereka. Melanggar aturan adalah salah satu kebiasaan yang sering dilakukan mereka. Bahkan guru-guru pun sudah gerah dengan aksi-aksi mereka. Bukan itu juga, keluarga Claudya adalah donatur terbesar di sekolahnya. Karena kekayaan keluarganya, Claudya sama sekali tak pernah mendapatkan hukuman yang serius. Sebenarnya guru-guru tak takut pada Claudya, tetapi kepada orang tuanya. Jabatan tinggi orang tuanya adalah senjata tersendiri bagi Claudya. Oleh karena itu ia pun bisa melakukan segala sesuatu tanpa takut dikeluarkan. Benar-benar miris, bukan?

"Kakak kenapa aku di sini?" tanya Mita gemetar. "Aku mau pulang."

Claudya tertawa nyaring membuat Mita mengerutkan alisnya. Apa yang ia tertawakan?

"Elo tuh lucu banget, yah. Masa udah gue susah-susah bawa lo ke sini dan dengan seenaknya lo minta dilepasin? Ya enggak lah!" bentaknya di hadapan Mita.

Mita sungguh tak percaya dengan apa yang ia alami sekarang. Ternyata dalang dari semua ini adalah kakak kelasnya sendiri. Rasanya jatungnya akan copot saking terkejutnya. Apa salahnya sehingga mereka melakukan itu semua. Seingat Mita, ia sama sekali tak punya musuh. Ia pun tak merasa punya kesalahan pada mereka.

"Kak Clau kenapa giniin aku? Aku nggak pernah punya masalah sama kakak?" tanya Mita.

Suaranya bergetar, bertanda akan menangis. Tetapi Mita menahannya. Ia mencoba menguatkan hatinya agar tak mudah terpancinh emosi.

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang