Memang kata orang semua manusia itu tidak ada rasa puasnya. Dulu memang aku senang kamu memanggilku sebagai teman. Tapi, kenapa kali ini aku tidak suka ketika kamu menyebutku seperti itu...
-Mario Febrianto
****
Suara langkah kaki terdengar sempurna di sepanjang koridor sekolah. Tatapannya memandang ke arah depan tanpa menoleh sedikitpun. Saat ia melewati beberapa orang yang sedang berbincang-bincang, meraka berhenti berbicara sejenak. Mereka memperhatikan tubuh sosok yang kini melintas di hadapannya. Walaupun orang itu menutupi dirinya menggunakan jaket, tetapi mereka bisa mengetahui kalau sosok itu adalah Rio.
"Wah. Rio udah balik ke sekolah."
"Itu Rio? Ke mana aja tuh anak?"
"Rio makin keren aja."
"Rio masih sekolah di sini? Dikirain gue udah pindah."
Terdengar samar-samar di telinga Rio kalau mereka tengah membicarakan dirinya. Tak peduli dengan omongan mereka, Rio terus berjalan seolah tak terjadi apa-apa. Saat akan memasuki kelasnya, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangannya. Rio pun berhenti sejenak lalu menghadap orang yang ada di belakangnya.
"Claudya?" kata Rio agak heran.
"Hai, Rio," sapanya senang.
"Ada apa, Clau?" tanya Rio.
"Gapapa. Aku seneng deh kamu udah masuk sekolah lagi," ujarnya dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya.
Rio tersenyum kecil. "Makasih, Clau. Tapi lo bisa lepasin tangan lo nggak? Nggak enak diliat orang." Claudya pun tersadar. Dengan rasa kecewa ia pun melepaskan pegangan tangannya.
"Maaf, yah. Aku mau ngasih ini." Claudya menyodorkan sebuah bungkusan berwarna biru laut.
Rio mengerutkan dahinya. "Ini apa, Clau?" tanya Rio.
"Ini bekel yang aku buatin khusus buat kamu."
Ini cewek maunya apa coba?
"Nggak usah, Clau. Gue nggak mau repotin orang," tolak Rio halus.
"Aku buatin ini cuma buat kamu, Rio. Kalo kamu nggak mau aku buang aja deh." Claudya memasang wajah kecewa.
"Eh, nggak boleh gitu. Makanan tuh nggak boleh dibuang-buang, sayang tau. Ya udah, gue ambil deh. Makasih, yah."
"Iya. Sama-sama, Rio. Kalo gitu aku mau ke kelas dulu, yah. Jangan lupa dimakan yah, Rio. Bye bye." Claudya melangkah meninggalkan Rio. Tapi belum jauh Claudya berjalan, ia pun menghentikan langkahnya. Dengan pedenya ia memberikan kiss bye kepada Rio. Rio terkejut setengah mati. Yang ia lakukan sekarang hanya bisa tersenyum kecut. Claudya pun melanjutkan perjalanannya lagi.
Bagus. Rencana awal gue sekarang sukses. Yang harus gue lakuin sekarang adalah menyingkirkan segala penghalang yang ada di Rio. Mita! Gue bakal buat lo ngejauhin Rio gue.
***
Sejak tadi Mita dan Wenda berada di kantin, Mita hanya bisa mengaduk-aduk minumannya tak karuan. Bahkan soto ayam yang sudah dipesankan oleh Wenda tak dapat membuatnya berselera untuk makan. Mita memegang kepalanya pelan. Ada sesuatu yang mengganjal dihatinya. Sejak Claudya mengancamnya, Mita menjadi sedikit resah. Bukan dirinya yang ia khawatirkan, melainkan Rio.
Sudah beberapa hari Mita tak bertemu dengan Rio. Tugas yang menumpuk menghalangi dirinya untuk bertemu dengan Rio. Bahkan saat ia memiliki kesempatan, ia harus menolong mamanya. Bahkan saat ia mengirim pesan ataupun menghubungi Rio, Rio tak membalas ataupun mengangkat panggilannya. Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran Rio. Apa ia sengaja membuat dirinya frustasi seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle (COMPLETED)
Подростковая литература#252 In Teenfiction (12/06/2018) #55 In Teenlit (25/07/2018) 17+ TAHAP REVISI [Part 45 sampai akhir akan di privat acak untuk menghindari adanya peniruan karya. FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA^^] "Mit, kamu mau dengerin permintaan aku, nggak...