Chapter 47: Menghilang

1.4K 89 13
                                    

Jangan jadi sider, please.

Tolong aku yang kini tak bisa kikiskan

Wajahmu, tatapmu, harummu

Ajariku cara lupakan semua tentang

Dirimu, dirimu, dirimu

Karena ku tak bisa sendiri

(Gisel-Cara Lupakanmu)

Alunan lagu mellow itu terdengar jelas di telinga perempuan yang saat ini tengah merenung di depan jendela kamar. Ia larut dalam suasana lagu tersebut, membawa dirinya masuk ke dalam lamunan. Setiap kalimat dari lagu yang ia putar lebih dari lima kali ini sangat menggambarkan perasaannya.

Mita mengambil ponselnya. Tak ada yang dilakukan Mita saat sedang bosan selain bermain ponsel. Jarinya bergerak, menari di atas layar dengan gerakan malas. Mita menatap layar ponselnya tak berselera sembari membuka beberapa pesan dan juga panggilan tak terjawab.

Pesannya tak jauh-jauh dari Dave, Gema, Wenda, teman-teman sekolah, dan juga mamanya. Semua ia sudah baca sampai pada akhirnya ia beralih ke panggilan tak terjawab. Mita merenung setelah melihat nama Rio yang tertera di layar ponselnya. Missedcall lebih dari empat puluh kali dan beberapa pesan suara. Pesan dan telpin dari Rio tak ada satupun yang Mita respon. Ia hanya mendengarkan pesan suara dari Rio yang mengatakan kalau laki-laki itu menanyakan dirinya.

Kalau ditanya apakah ia ingin menjawab panggilan dari Rio sudah tentu jawabannya iya. Tapi entah mengapa setiap kali mengingat laki-laki itu Mita sekilas mengingatkannya pada Yoana. Mita sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau ia tak mau mengganggu hubunga Rio dan Yoana. Akhirnya Mita pun mengurungkan niatnya.

Mario Febrianto. Nama itu tidak pernah lepas dari pikiran dan juga hati sampai sekarang. Jarak dan kurangnya komunikasi membuat Mita tidak mengetahui bagaimana kabarnya laki-laki itu sekarang. Yang mengingatkan dirinya pada sosok laki-laki itu adalah botol kaca tersebut yang tertata rapi di atas lemari.

Semenjak itu Mita tak pernah datang ke rumah sakit. Ia sudah memutuskan untuk tidak lagi ke sana bukan tanpa alasan. Alasannya karena Mita merasa kalau Rio lebih membutuhkan Yoana dibandingkan dirinya.

Seminggu pun berlalu. Mita sudah tak lagi menghubungi, menanyakan, atau mengunjungi Rio sama sekali. Ia berusaha sangat keras untuk melupakan Rio walaupun susah untuk ke depannya. Baginya Rio adalah kapal yang tengah berlabuh padanya dan ketika sudah selesai ia pun pergi meninggalkannya.

Wenda dan yang lainnya sering pergi ke sana. Mita pun tak tahu apa tujuan mereka ke sana tapi yang jelas setiap mereka pergi pasti akan mengajak Mita. Mita pun hanya bisa tersenyum kecil lalu menolaknya.

Setelah selesai mengecek isi ponselnya Mita beralih ke galeri. Ibu jarinya menyapu layar ponsel dengan cepat. Saat di tengah-tengah ia melihat-lihat foto lamanya, jari Mita tiba-tiba berhenti pada sebuah album foto.

Miracle, nama album foto itu. Tubuhnya begetar pelan, Mita tak dapat menyembunyikan air mata yang terus bergenang di pelupuk matanya. Semua isi album tersebut adalah foto-fotonya bersama seseorang yang sangat berharga dalam hidupny, dia Rio. Ada 40 lebih foto yang ditangkapnya menggunakan kamera ponsel. Sebenarnya kebanyakan yang mengambil gambar adalah Rio itupun tanpa sepengetahuan Mita. Saat itu Mita menolak untuk difoto karena ia memang tak suka saja. Rio yang keras kepala pun mendesak Mita, perempuan itu pun tak ada pilihan lain. Ia tak mau membuat Rio marah padanya.

Dari semua foto yang diambil Rio dan Mita, ia paling suka foto yang ada dirinya dan Rio saat tengah pergi ke pantai.

Mita tersenyum kikuk. Ia ingat sekali pantai itu, tempat di mana Rio pertama kali mengajaknya pergi berkencan. Entah mengapa Mita sangat suka tempat itu bahkan saat Rio mengajaknya ke luar Mita justru mengajak ke pantai. Pantai itu seperti memiliki daya magnet untuknya. Tempat itu banyak sekali menghasilkan banyak kenangan yang tak mungkin dilupakan Mita.

Miracle (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang