"Maaf karena aku meninggalkanmu tanpa mengucapkan selamat tinggal. Dan maaf, karena kali ini aku tak akan melepaskanmu lagi."
-Yoana Florencia
****
"Hmm..."
Sepanjang jam kosong Rio menghabiskan waktu dengan melamun. Di kepalanya sekarang penuh dengan masalah yang sepertinya tak akan pernah habis. Setelah kepergian Yoana dari rumahnya, ia lebih banyak menyendiri. Tak ada napsu makan ataupun rasa semangat, semua terasa hambar. Bahkan pertemuannya dengan Mita beberapa hari lalu tak bisa membuatnya tersenyum seperti sediakala.
Sesekali Mita bertanya padanya apa ia baik-baik saja, tetapi Rio menjawab dengan santai seraya memasang senyum palsu. Ia pun harus hati-hati dalam berucap di depan Mita, ia tak ingin Mita mengetahuinya untuk sekarang ini.
Tetapi sekuat apapun Rio berusaha menyembunyikannya, tak menutup kemungkinan kalau Mita juga merasakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh Rio di belakangnya. Ia tak akan lupa kalau Mita adalah orang yang sangat peka dengannya. Tanpa berbicara pun Mita bisa mengetahui kalau Rio punya masalah dengan membaca gerak-geriknya yang tak biasa.
"Rio, lo kenapa?" Gema menoleh ke Rio, memastikan kalau ia baik-baik saja.
Rio tersenyum lemah, "Iya, gue baik-baik aja kok."
Wajah Gema mendekat ke wajah Rio. "Muka lo kok pucet dari biasanya, yah?" celetuk Gema masih memperhatikan dari dekat.
"Apa sih? Gue gapapa kok. Gue cuma kecapean doang. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Lagian..." Rio menggantungkan ucapannya ketika melihat ekspresi wajah Gema yang tercengan. "Lo kenapa, Ma?" tanya Rio.
Mata Gema masih membulat. Telunjuknya menunjuk ke hidung Rio. "Lo mimisan."
Rio tersentak. Ia mengelap hidungnya dengan tangan kosong. Dan benar saja, hidungnya mengeluarkan banyak darah. Gema dengan gesit mengambil tisu di meja temannya lalu memberikannya pada Rio.
"Pake tisu, Rio," ujarnya sambir mengulurkan tisu.
"Makasih."
Rio menyeka semua darah yang keluar dari hidungnya. Tetapi semakin lama semakin banyak darah keluar. Ia menggelengkan kepala, sepertinya ia harus pergi ke UKS untuk berisitarahat.
"Gema, gue ke UKS dulu." Rio melangkahkan kakiknya keluar dari bangkunya. Gema mengangguk dengan wajah masih terkejut.
BRUGH
Baru beberapa langkah Rio pergi, tiba-tiba sakit menjalar di kepalanya. Ia memegang kepalanya, seperti tertimpa puluhan kilo bebatuan. Jalannya mulai sempoyongan dan penglihatannya pun mulai kabur. Tak kuasa menahan sakit, tubuh Rio seketika ambruk di lantai. Kelas yang tadinya berisik langsung hening sesaat. Semua murid yang melihat Rio jatuh pingsan langsung berlari menghampiri termasuk Gema.
"Rio! Bangun!" Gema menggoyangkan tubuh Rio namun tak ada reaksi sama sekali.
"TOLONG AMBIL TANDU!" teriak Gema.
****
Perlahan matanya terbuka. Rio diam untuk beberapa detik. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit ruangan dengan lampu yang cukup membuatnya harus menyipitkan mata. Matanya memperhatikan sekeliling. Semua bernuansa putih. Ini UKS, pikir Rio.
"Udah baikan?" ucap sebuah suara.
Pandangannya menyeluruh ke segala sudut ruangan, mencari sumber suara tadi. Akhirnya penglihatannya pun jatuh di sudut ruangan. Ia melihat Dave dan Gema sedang duduk di bangku seraya menatap ke arah Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle (COMPLETED)
Teen Fiction#252 In Teenfiction (12/06/2018) #55 In Teenlit (25/07/2018) 17+ TAHAP REVISI [Part 45 sampai akhir akan di privat acak untuk menghindari adanya peniruan karya. FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA^^] "Mit, kamu mau dengerin permintaan aku, nggak...