Bisakan dirimu...
Karena hadirku mungkin tak lagi ada untuk bersamamu.
-Miracle
****
Mita dan Dave berlari sekencang mungkin menuju kamar Rio. Mereka berdua panik, terutama Mita. Saat mendengar Rio tak ada di kamar Mita langsung bergegas menuju ke sana dan Dave pun ikut menemani. Di perjalanan Mita tak henti-hentinya panik, Dave pun sampai harus turun tangan untuk menenangkan perempuan itu. Jelas Mita sangat khawatir, ia takut terjadi sesuatu terhadap laki-laki itu. Sebelum ke sana, Dave lebih dulu menghubungi Wenda dan juga Gema untuk segera menuju ke rumah sakit.
Mita dan Dave sempat ditegur oleh suster yang tak sengaja berpapasan dengan mereka, namun mereka tak memperdulikan dan terus saja berlari.
Berselang beberapa saat akhirnya mereka berdua pun sampai di depan kamar Rio. Di sana Mita bisa melihat sosok Anisa, Kevin, dan Dokter Bayu.
Napasnya memburu dan keringat bercucuran di dahinya karena saking kencangnya berlari. "Tante!" seru Mita terengah.
Anisa yang kala itu menunduk langsung mendengakkan kepalanya. Pandangannya teralih pada air mata yang keluar dari pelupuk mata Anisa. Dilihat bagaimana pun sepertinya perempuan itu sudah menangis sangat lama, sampai-sampai matanya berubah menjadi merah.
"Mita," panggilnya lirih. Anisa beranjak dari duduknya dan langsung memeluk Mita erat. Ia merengkuh tubuh Mita. "Rio. Rio nggak ada di kamarnya," sujarnya terisak.
Mita merasa kasihan terhadap Anisa, ia pasti sangat sedih sekali sekarang ini. Mita mengelus punggung Anisa, "Tante jangan nangis," bujuknya. Kevin yang ada di bangku pun hanya bisa terdiam. Mita melihat bekas air mata di pipi anak laki-laki itu, Kevin juga menangis hanya saja tak sehisteris Anisa.
"Saya nggak becus jaga Rio sampai-sampai dia hilang dari pengawasan saya," racaunya.
Dari arah belakang Kevin memeluk Anisa, ia pun kembali menangis. "Mama jangan nangis. Kak Rio pasti ketemu kok," ujar anak itu.
Sementara Mita dan Kevin menenangkan Anisa yang masih syok, Dave mengajak Dokter Bayu berbincang-bincang sesaat.
"Dokter. Gimana ini bisa terjadi?" tanya Dave ke Dokter Bayu. "Masa nggak ada satupun yang curiga atau ngeliat Rio keluar?" lanjutnya.
Dokter Bayu yang ditanya seperti itu langsung kehilangan kata-kata. Ia menelan ludah dengan susah payah. "Hmm, saya juga kurang tau soal itu," ucapnya berusaha untuk tidak terlihat tegang.
"Apa! Yang bener aja. Saya nggak bisa kasih ijin untuk soal itu," pekik Dokter Bayu.
Rio merapatkan kedua tangan, ia memohon. "Saya mohon, dok. Ini permintaan terakhir saya. Biarkan saya semalaman ini pergi," rengeknya.
"Maaf, Rio. Tapi permintaan kamu ini terlalu berisiko. Di luar sana kamu bisa saja kambuh dan tak ada siapa-siapa yang akan menolongmu. Kamu bisa mati. Ingat itu!" tegasnya.
Rio tertegun mendengar ucapan kasar laki-laki itu. Ia langsung terdiam. Dokter Bayu menutup mulutnya, tanpa sadar perkataannnya tadi sudah melukainya.
"Ma-maaf. Saya nggak bermaksud seperti itu," ujarnya meminta maaf.
Bukannya sedih justru Rio tersenyum simpul. "Anda benar, dok. Tidak perlu meminta maaf."
"A-apa?" Dokter Bayu tercengang.
"Di dunia ini nggak ada yang bertahan lama, dok, begitupun dengan nyawa manusia. Sekuat apapun saya berobat ke seluruh dunia tetapi kalau Tuhan berkata untuk 'pulang' maka saya akan pulang. Entah kenapa saya punya firasat kalo umur saya nggak akan bertahan lebih lama lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle (COMPLETED)
Fiksi Remaja#252 In Teenfiction (12/06/2018) #55 In Teenlit (25/07/2018) 17+ TAHAP REVISI [Part 45 sampai akhir akan di privat acak untuk menghindari adanya peniruan karya. FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA^^] "Mit, kamu mau dengerin permintaan aku, nggak...