Arka PoV.
Mungkin bukan kali ini.
Kuhela nafas panjang, sudah hampir dua jam aku menunggunya disini. Namun batang hidungnya belum nampak juga. Mungkin dia tak sudi untuk sekadar menemui ku.
Langit mulai kemerahan. Pertanda akan datangnya adzan Maghrib.
Langit sore. Selalu menjadi favoritku sejak dulu. Selalu mampu menenangkan suasana hatiku yang tak menentu.
Aku cek pesan terakhir Rosa, katanya dia sudah bersiap menuju kesini dua jam yang lalu. Setelah itu, tidak ada lagi kabar darinya.
Sungguh, aku hanya ingin mengutarakan perasaanku padanya.
Sebelum 3 bulan ke depan yang mungkin saja kami akan berpisah.
Sebelum hari kelulusan tiba.
Namun, bukan Rosa yang kutemui, justru Fisha, sahabatnya.
Ya, sahabat Rosa. Tiba - tiba seorang gadis menghampiriku dengan cara yang tak biasa. Tidak ada malu sedikit pun dari sikap dan cara bicaranya yang biasa kutemui pada gadis lain.
Dia orang yang supel, ceria, dan cepat menemukan topik pembicaraan. Namun sedikit kekanak - kanakan. Mungkin umurnya dua atau tiga tahun di bawahku.
Dia berkata ingin menjadi santri di Ponpesku, hal yang baik menurutku, namun sebentar lagi aku dan Rosa akan lulus. Dia tak akan sempat menjadi teman seponpes Rosa, jika itu yang dia harapkan. Sangat disayangkan.
Sudahlah, tak ada gunanya memikirkan Fisha.
Toh, dia pun terlihat tak bisa membantu kegalauan perasaanku pada Rosa. Dia selalu saja mengalihkan topik pembicaraan saat kutanya tentang sahabat cantiknya itu.
Aku hanya takut. Takut menyesal karena terlambat mengutarakan perasaan ini pada Rosa. Sungguh.
Ingin rasanya untuk mengkhitbahnya di depan abinya, menghalalkan perasaan ini, menghalalkan dirinya untukku.
Namun pertanyaannya, apakah Allah menakdirkan dirinya untukku?
—————————————————————
Kututup Al - Qur'an ku dan meletakkannya di atas meja. Murajaah untuk malam Jum'at ini, sungguh menenangkan hati.
Kurebahkan tubuhku di atas kasur, lelah sekali rasanya.
Kegiatan pagi sampai siangku yang diisi dengan mengajar anak - anak pengajian dekat rumah, sore harinya aku mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaan ini pada wanita pujaanku, namun si cantik yang ditunggu tak kunjung datang.
Kembali teringat pada Rosa, apa alasannya tidak datang menemuiku tadi sore? Padahal terakhir dia bilang, dia sedang bersiap.
Puluhan pesanku dari sore pun tak digubrisnya lagi sejak itu.
Aku khawatir padanya.
Liburan tinggal tersisa seminggu, terbayang diriku akan menjadi super sibuk mempersiapkan kelulusanku 3 bulan lagi.
Tak sabar rasanya, menantikan hari dimana keluargaku memiliki waktu sepenuhnya di hari wisuda nanti, menyaksikan anaknya yang mulai tumbuh dewasa dengan segudang prestasinya.
Lalu melanjutkan beasiswa dan bersekolah di Al - Azhar Kairo, Mesir. Impianku sejak dulu.
Pulang dengan kebanggaan dari orang tuaku, mengkhitbah wanita yang telah lama kupuja, memiliki anak yang Sholeh dan Sholehah bersamanya, menikmati hari tua bersama, lalu hidup bahagia.
Bersama dia. Bidadari surgaku.
————————————————
Hai i'm back. Kali ini kayaknya aku gak akan banyak cuap - cuap karena belum ada yang pengin aku sampein ke kalian. Intinya makasih ya pembaca setiaku:)
Jangan lupa. Bismillah for everything:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
Fiksi Umum"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...