Bismillah, Hijrah

1.7K 88 0
                                    

Ayyash PoV

Entah cara apa lagi yang harus kulakukan untuk menaklukan hati Asma kembali.

Keluar dari kehidupan fanaku, berusaha meninggalkan hal - hal yang dilarang menurut agama, bahkan sekarang aku mulai beberapa kali melakukan shalat.

Jujur, sejak kecil aku belum pernah mendapatkan pendidikan agama, jika dapat pun itu hanya sedikit.

Orang tua? Boro - boro sekedae mengajar ilmu agama padaku, mereka berdua sangat gila kerja, sejak kecil, segala kebutuhan hidupku dan adik perempuanku selalu diurus oleh pembantu.

Miris ya?

Namun karena permainan konyol teman - temanku, aku mulai mengenal Asma, gadis itu memberikan seberkas cahaya pada hatiku, menuntunku sedikit demi sedikit menuju kebenaran.

Sebelum akhirnya kupatahkan hatinya dan mengakhiri segalanya.

Kuakui diriku ini memang brengsek.

Namun bolehkah lelaki brengsek ini mendapat kesempatan kedua?

Sayup - sayup terdengar suara di balik pintu perpustakaan, "Jujur, aku sudah memaafkan Ayyash dan berusaha melupakan kesalahannya. Namun rasa benci padanya semakin besar ketika ia memaksaku kembali padanya, tanpa tahu malu."

Sekali dengar pun aku tahu itu suara Asma.

Seorang gadis lawan bicaranya itu mengelua bahu Asma dengan lembut, "Sabar, Ma, kehidupan orang baik itu pasti selalu ada saja setan pengganggunya."

Lalu mereka berdua berderai tawa.

Sakit, hatiku begitu sakit.

Sesakit inikah yang ia rasakan ketika aku membohonginya? Mempermalukannya?

"Tega banget, Dhin, Ayyash itu cocoknya iblis penggangu."

Dengan lima rentetan kata itu, Asma berhasil meremukkan hatiku.

----------

Sekarang, aku tahu mengapa banyak orang yang ketagihan shalat. Rasanya sangat sejuk dan nyaman, sampai ke hati dan pikiran.

Semoga rasa nyaman ini dapat membuatku tetap istiqomah dalam bertaubat.

Tidak, ini bukan untuk Asma. Awalnya memang iya, namun sekarang aku mulai mengerti dan menyadari bahwa apa yang kulakukan di masa lalu adalah sebuah kesalahan.

Kubuka halaman demi halaman buku fiqih islam, yang baru kemarin kubeli di toko buku dekat rumah. Sebenarnya aku sudah menghabiskan beberapa buku agama yang kupinjam di perpustakaan sekolah, hitung - hitung menambah wawasan yanh seharusnya kumiliki sejak kecil.

Aku belum berani untuk sekedae bergabung dalam kelompok - kelompok keagamaan di sekolah, karena aku sadar pasti akan bqnyak orang yang menggunjingku di sana.

Jadi, untuk sementata aku hanya mencari ilmu melalui buku ataupun streaming tausyiyah - tausyiyah di YouTube. Hanya sementata, tidak apa - apa, 'kan?

"Lagi apa, sih, nak? Mama perhatiin dari kemarin asik sendiri aja," suara Mama menginterupsi kegiatanku, tangan lembutnya merangkulju penuh kehangatan.

Beliau baru saja pulang dari urusan bisnisnya di Gorontalo. Walaupun usianya sudah menginjak kepala lima, Mamaku ini tidak dapat lepas dari workaholic nya, "Fiqih Islam," rapalnya, "Sejak kapan anak Mama sholeh begini?" Lanjut Mama bertanya antusias.

"Mau hijrah jadi lebih baik, gak salah 'kan, Ma?" Jawabku.

"Ya enggak, lah, nak. Mama justru ikut senang kalau kamu ada niat perbaiki diri," balas Mama tersenyum hangat.

Aku akan berusaha untuk bisa lebih baik lagi, syukur - syukur bisa ajak kedua orang tuaku untuk berhijrah juga.

----------

"Assalamualaikum, saya Ayyash Raihan, dari 12 IPS 3, mohon bantuannya," ucapku membungkukkan badan hormat.

Ya, tepat di hari Jum'at yang orang - orang bilang itu hari keberkahan, aku memutuskan untuk mendaftar ekskul rohis di sekolahku. Aku sudah memutuskan ini dari jauh - jauh hari dan kurasa inilah saatnya.

"Waalaikumussalam, selamat bergabung akhi Ayyash. Semoga betah di rohis, ya."

Beberapa murid menatapku aneh, ada juga yang mencemooh ataupun berbisik - bisik sembari melihat ke arahku.

"Itu Ayyash anak IPS yang pembuat onar itu, 'kan?"

"Dia Ayyash badboy itu? Bisa - bisanya ya!"

"Paling juga taubat maksiat, lihat saja nanti."

"Itu Ayyash yang nyulik Asma bukan, sih?"

"Alah playboy ulung masuk rohis paling cuma buat deketin Asma lagi."

Sayup - sayup terdengar beberapa bisikkan halus dari para murid perempuan.

Emosiku naik ke ubun - ubun, jengkel rasanya ketika mereka yang tidak tahu apa - apa tentang hidupku justru berkata seperti itu.

Namun di satu sisi, hati kecilku bertanya.

Separah itukah aku di mata mereka?

Di kubu akhwat ada Asma yang menatapku dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Belum lagi di kubu ikhwan ada Althaf yang juga menatapku dengan siratan kebencian.

Kutepis pikiran - pikiran negatif yang bermunculan di otakku, berusaha untuk berpikir, bahwa memang inilah jalan yang Allah sediakan untuk menguji kesabaran hamba - Nya yang sedang berhijrah.

"Jika kamu kesini hanya untuk mencari perhatian Asma, maka kupastikan itu tak akan pernah terjadi," bisik Althaf tepat di telingaku.

Kekhawatiranku terjadi juga.

Ya Allah, kuatkan hatiku, untuk dapat meluruskan niat di jalanmu...

Bismillah, hijrah...

Asma untuk AlthafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang