Asma PoV
Kusingkap selimutku sampai menutupi kepala.
Berguling - guling ke kanan dan ke kiri, berharap dapat menyibukkan diri dan melupakan semua kegilaan ini.
Karena untuk pertama kalinya, malam ini aku begitu resah dan gelisah.
------------
"Aku cinta kamu, Asma. Sejak pertama kali aku melihatmu, sudikah kiranya kamu jika kujadikan kekasihku? Teman hidupku?" Ucap Ayyash khidmat sembari memegang kedua bahuku.
Sedangkan aku hanya menundukkan kepala, menyembunyikan wajah yang kini sudah merah padam.
"Aku tahu ini terkesan terlalu buru - buru untukmu, tapi aku mohon mengertilah," perkataan Ayyash kembali mencecar hatiku dengan beribu kegundahan.
"Kenapa? Kenapa harus aku?" Aku mulai membuka suara.
"Karena kamu itu perempuan yang paling judes dan care sama aku di saat yang sama, kamu unik dan beda," jawabnya lugas.
Aku menggigit bibir bawahku, kebiasaan yang selalu muncul ketika sedang gugup.
"Kenapa harus sekarang, Ayyash?"
"Karena kalau aku tunda, kamu bisa lepas. Ini Jakarta, Ma, semua harus serba cepat," ia menjawab tegas, menatap iris cokelatku tajam, dimana aku bisa melihat kejujuran dan ketulusan di sana... Di matanya.
"Bisa kasih aku waktu? Ini gak mudah buat aku," lanjutku.
"Apapun itu asal kamu gak mengecewakan hatimu sendiri," akhirnya Ayyash berkata dan menghela napas berat.
-------------
Itulah sekiranya percakapan singkat kaki tadi sore.
Aku juga suka Ayyash, sungguh. Ayyash bisa membuatku tertawa dan bahagia.
Masalahnya, aku tak tahu siapa Ayyash sebenarnya. Kehidupan seperti apa di balik sikap manis yang ia tunjukkan itu.
Dan aku cukup dewasa untuk paham bahwa bisa membuat tertawa dan bahagia saja belum cukup untuk dijadikan alasan.
Tapi kata - kata lugas yang terlontar dari bibirnya itu...
Asma : And the answer is... Ya! You got my heart, Ayyash.
Membuatku yakin bahwa hubungan ini cukup waras untuk dilanjutkan.
--------------
"Terima kasih banyak, Asma," ujar Ayyash yang kini ada di hadapanku, menghentikan kegiatan makan siangnya. Menatapku penuh penghayatan, Solah aku adalah hujan yang sedang menyirami ladangnya yang kekeringan.
"Untuk apa?" Beoku sekenanya. Merasa gugup juga ditatap seintens itu olehnya.
"Memercayakan hatimu padaku, terima kasih banyak," balasnya sendu.
Blush!
Berlama - lama dihadapannya bisa membuatku mengidap diabetes.
Belum lagi wajah tenang dan kata - kata indahnya itu...
Dia benar - benar manis.
Dan aku suka!
------------
Author PoV
Kriiing.
Ah, inilah suara favorit Asma!
"Pulang bareng, Ra?" Ajak Althaf yang tiba - tiba menghampirinya di depan gerbang sekolah.
Brrmm.
"Ayo, Ma, kita pulang," sebuah suara menginterupsi, terlihat Ayyash yang sudah siap dengan ninja merahnya.
"Maaf, Ta, hari ini aku pulang bareng Ayyash," tukas Asma cepat, melemparkan senyum termanis ke arah Ayyash dan langsung bergegas menghampirinya.
Lalu punggung Asma mulai menjauh bersamaan dengan motor besar Ayyash yang sudah berlalu cepat.
Meninggalkan Althaf yang mematung sendirian di tempatnya.
"Aku, benar - benar kalah langkah, ya, Ra."
---------------
"Lho, rumahku belok ke perempatan sana, Ayya. Kamu salah jalan," beo Asma kebingungan, suaranya hampir tertelan oleh suara mesin motor.
"Kita ke tempat tongkronganku, nanti kukenalkan sama teman - temanku di sana," balas Ayyash yang masih konsentrasi dengan jalanan lurus di depannya.
Asma berpikir sejenak. Ini sudah sore, pasti Ummi dan Abi akan kalang kabut mencarinya.
"Emh, kayaknya gak usah deh, Ayya. Gak enak sama temen - temen kamu," ucap Asma hati - hati, tidak ingin membuat Ayyash tersinggung nantinya.
"Gak apa - apa, Ma, mereka orangnya baik, kok," jawab Ayyash.
Asma terdiam, tak kuasa menolak. Ia terlalu takut jika Ayyash akan membencinya karena penolakan itu.
Ciiit.
Sampailah mereka. Di sebuah gudang bekas pabrik yang tak terpakai karena telah lama bangkrut, yang disebut - sebut Ayyash sebagai 'tempat tongkrongan.'
Ada beberapa lelaki berseragam SMA yang sama dengan Ayyash dan Asma yang diyakini Asma sebagai teman - teman yang Ayyash maksud.
Kebanyakan dari mereka sedang merokok, bermain kartu, ada juga yang sekedar menggoda gadis yang kebetulan melewati tongkrongan mereka.
Firasat Asma makin tak enak, ia terus melafalkan doa sepanjang jalan mengikuti Ayyash di depannya.
"Widih! Hebat lo, bro?"
"Ini dia gadis mingguan Ayyash."
Dan sorakan - sorakan lainnya riuh menggema memenuhi pikiran Asma.
"Ternyata semudah itu buat Ayyash menaklukanmu, cantik," ujar salah satu teman Ayyash, Yosep, menatap Asma dengan seringaian liciknya.
"Maksud mereka apa, Ayya?" Bisik Asma bertanya pada lelaki di sebelahnya. Sedangkan Ayyash yang ditanya hanya diam dan memasang senyum kecutnya.
"Lo itu cuma bahan taruhan kita semua! Dan hari ini penentuannya. Kalo Ayyash berhasil dapetin lo, itu yang dia dapetin," jelas Yosep lalu menunjuk sebuah mobil jazz putih yang berada tak jauh dari tempat mereka.
Asma menggeleng tak percaya.
"Gak, gak mungkin Ayyash berbuat sejahat itu ke aku! Kalian bohong!" Teriak Asma dengan wajah yang mulai berlinangan air mata.
Seluruh orang yang menatap Asma menertawakannya, tak sedikit dari mereka yang berkata, "cewek bodoh."
"Tapi inilah kenyataannya. Welcome to our hell, Asma," balas Yosep lalu melempar kunci mobilnya kepada Ayyash.
Asma menatap Ayyash penuh kebencian.
"Kamu penipu, Ayyash! Penipu!" Cerca Asma tak tertahankan.
Yosep terus mendekati Asma yang terus menangis, makin terpojok ke sudut ruangan.
Asma benar - benar ketakutan, nyaris kehilangan seluruh kekuatannya.
Ia berusaha melawan dengan menendang kejantanan Yosep, meskipun ia berhasil kabur dari Yosep ia kembali di hadang oleh teman - temannya dan mereka sedikit demi sedikit mulai menyentuh dan membawa Asma ke sudut ruangan kembali.
"Althaf, tolong aku..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
General Fiction"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...