Sungguh Tidak Tahu

1.6K 93 0
                                    

Asma PoV

Hari ini perutku sakit sekali, bergerak pun terasa sulit. Ingin pulang naik kendaraan umum, tapi tidak enak dengan Althaf.

Kuperhatikan wajah Althaf yang bersisian denganku, terlihat galak dan err... Menyeramkan. Jadi makin takut.

Althaf melirikku sekilas lalu menaikkan sebelas alisnya, "Apa yang ingin kamu tanyakan padaku?"

Aku kembali menundukan pandangan, "Kenapa kamu terlihat... Ehm, marah denganku?"

"Bukan marah, aku hanya cemburu!" Jawabnya ketus.

WHAT?

Aku tersentak, berusaha menetralkan detak jantung yang makin menjadi - jadi.

Dia tisak memerlukan sejuta perlakuan manis maupun kata - kata untuk membuatku salah tingkah.

Dia... Punya caranya semdiri untuk membuatku jatuh cinta, yang kesekian kalinya.

Jatuh cinta dengan apa adanya dirinya.

"Asma, kamu berdarah! Ya rabbi, apa kamu habis terjatuh? Aku akan membawamu ke UKS!"

Althaf terlihat begitu panik san aku justru tidak mengerti apa maksudnya, "Berdarah? Apanya?" Cicitku.

Althaf menunjuk ke arah rok sekolahku, "Di situ," beonya polos.

Kulihat ke belakang, banyak bercak - bercak darah yang melebar di bagian bokongku.

Ya ampun!

Jadi ini penyebab perutku terasa sakit seharian ini. Bodohnya lagi, aku lupa kalau hari ini tanggal periode menstruasiku!

Bagaimana ini?

"Ayo kubawa kamu ke UKS, kita belum begitu jauh dari sekolah," tukas Althaf sembari menarik lenganku.

Kutepis tangannya pelan, "Ehm, anu... Ini sudah biasa," ucapku canggung.

Dia menatapku heran, "Biasa bagaimana?"

"Aku tidak bisa menjelaskannya."

"Jelaskan saja!"

"Ini... Periode bulanan, biasa," jawabku salah tingkah, berlari kecil menuju angkutan umum yang sudah mengetem dari tadi.

"Aku duluan! Assalamualaikum!" Lanjutku terburu - buru.

"Eh... Eh, waalaikumussalam."

----------

Author PoV

"Ma, lihat deh, ada cewek yang caper tuh sama Althaf," ujar Dhini, menunjuk ke arah gadis yang terjatuh imut tepat di depan Althaf.

Sepersekian detik kemudian, Althaf menjulurkan tangannya dan berkata, "Kamu gak apa - apa?" Dengan wajah cemas.

Tentu saja, Asma menangkap segala interaksi itu dengan jelas.

De javu akan masa lalu. Lagi.

"Caper apa, sih, Dhin? Kebetulan jatuh aja kali cewek itu," sangkal Asma yang sebenarnya mati - matian menahan gejolak cemburu.

"Dari kemarin - kemarin juga gitu, kok, Ma. Nabrak Althaf di kantin, ketuker sandalnya sama Althaf di musholla, megang tangan Althaf erar banget waktu balikin buku perpus, terus sekarang apa? Pura - pura jatuh di depan Althaf, 'kan? Modusnya bisa banget deh tuh cewek," sungut Dhini panjang lebar.

Asma lemas mendengarnya, "Aku gak mau suudzon dulu, Dhin, kita 'kan gak punya bukti yang kuat juga."

"Apa kamu masih bisa husnudzon, kalau cewek itu suka senyum - senyum gak jelas setiap lihat Althaf?" Tanya Dhini kembali, menguji ketahanan sahabatnya.

Asma menyeringai lebar, "Segitu perhatiannya kamu sama Althaf, Dhin?" Candanya mencairkan suasana.

Dhini menatap iris biru sahabatnya lekat - lekat, "Aku cuma mau menyeleksi lelaki yang pantas menjadi pasangan sahabatku nantinya, Ma, cemas rasanya kalau sampai kamu terluka karena cinta," ucapnya tulus.

Hati Asma terenyuh, betapa bersyukurnya ia memiliki sahabat sebaik Dhini, "Kaku emang uang nomor satu, Dhin!" Ujar Asma terharu dan memeluk sahabatnya dengan sangat erat.

----------

Asma PoV

Aku termenung menatap langit - langit kamarku sendu. Betapa tidak, begitu banyak peristiwa yang terjadi dalam hidupku hanya dalam hitungan hari.

Begitu banyak pelajaran dalam hiduku yang terjadi secara cepat memaksaku mengambil langkah tepat agar tidak semakin terjatuh.

Sedih, takut, kecewa, marah, cemas, bingung, bercampur aduk rasanya.

Jika kamu membaca cerita - cerita dalam novel, konflik akan kamu temukan setelah tokoh telah merasakan bahagia terlebih dulu.

Namun berbeda dengan cerita hidupku, komflik datang secara bertubi - tubi, seakan menundaku untuk segera bernapas lega.

Aurora Bunga, 10 IPA 2. Anak kedua dari pasangan Prama, pemilik usaha gas dan pertambangan seluruh Indonesia. Baru - baru ini mengikuti ekstrakulikuler rohis, konon, mengincar hati salah satu pengurus ekstrakulikuler tersebut.

Itulah sekilas informasi yang kudapatkan dari Dhini. Sahabatku yang satu itu memang cocok menjadi agen FBI, sudah terlihat dari bakat handalnya menjadi seorang stalker sekarang.

Ku refresh new feeds laman instagram ku berkali - kali, mengetikkan nama di kolom pencarian.

A - u - r - o - r - a B - u - n - g - a

Mengklik profil yang kuyakini adalah akun instagram Bunga, dan benar saja, profile pict akunnya menunjukkan wajah imut yang sering kulihat di kantin sekolah. Berbicara soal Bunga, namanya seperti familiar di otakku. Kucoba mengingat - ingat. Oh ya, namanya seperti lawanku saat lomba Tahfidzul Qur'an di Masjid Istiqlal beberapa tahun lalu. Apa itu dia ya? Kucoba mengingat - ingat wajah lawanku dulu dan membandingkan - bandingkannya dengan foto Instagram adik kelasku ini, wajahnya sangat mirip, apa itu dia? Lalu ku cek postingan paling awal Bunga, ada satu foto yang menampilkan tiga bocah dengan memegang piala, diantaranya ada nama Althaf dan namaku.

Oh ternyata benar...

Itu dia.

Lawanku beberapa tahun lalu, lalu apa sekarang kami juga harus berlomba mendapatkan hati Althaf juga?

Kutatap lekat - lekat foto di akunnya, semuanya. Mulai dari foto berliburnya di Singapura, Paris, Berlin, Roma, dan Negara lainnya. Selfie cerminnya dengan outfit yang kuyakini harganya sangatlah mahal. Bunga ini berhijab namun sangat fashionable, terkesan tabarruj.

Sekali lihat saja aku tahu bahwa ia adalah anak seorang konglomerat.

Ada satu hal ya g membuatku tertarik untuk melihat siapa following ku yang juga mem follow Bunga.

Dan aku dibuat terkejut sekali lagi.

Following by Althaf Rifqi Abrisam.

Mereka sudah sedekat apa?

Aku... Benar - benar tidak tahu kamu, ya, Ta?

Asma untuk AlthafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang