Author PoV
Sudah satu bulan sejak insiden kecelakaan Yusuf, namun tidak ada tanda - tanda bahwa Yusuf akan segera sadar dan memulihkan kondisinya.
Begitu juga keadaan Ros dan janin yang dikandungnya.
Sangat mengenaskan.
Jika kamu mencari setitik semangat dalam hidupnya, sudah kupastikan kamu belum mampu menemukannya.
"Sampai kapan mau begini terus, Ros? Kamu dan bayi didalam perutmu juga butuh nutrisi untuk tetap sehat. Dan makan hanya sekali dalam sehari tidak akan membantu!" Tukas Arka tidak tahan melihat keterpurukan sahabatnya sekarang.
"Aku tidak butuh makan, aku hanya butuh dia kembali," jawab Ros, pandangan matanya kosong menatap lekat - lekat wajah suami tercintanya.
"Apa yang akan mas Yusuf katakan begitu melihatmu nanti? Dia pasti akan mencemaskan mu!" Ucap Arka.
"Sudah, kamu jangan membentaknya. Itu hanya akan memperburuk suasana," ujar Fisha dibelakang Arka, lalu menghampiri Ros dan memeluknya.
"Kalian sangat mudah berbicara seperti itu karena kalian tidak tahu bagaimana berada di posisiku!" Teriak Ros sembari mencengkram ujung jilbab panjangnya, menahan tangisannya agar tidak meledak didepan kedua sahabatnya.
"Ros, tenanglah. Istighfar, dibalik semua ini akan ada pembelajaran penting untuk kita semua," ucap Fisha menenangkan, terus menerus mengelus punggung Ros dan membawanya kedalam pelukan.
"Kamu tak pernah tahu betapa aku tak ingin kehilangannya," lirih Ros. Isakkan kecil mulai keluar dari mulutnya, membuat siapapun yang mendengarnya ikut merasakan penderitaannya.
Ketika emosi Ros berangsur membaik, Arka dan Fisha izin untuk bergegas pulang.
"Mas... Bangunlah, aku tidak akan memaksamu untuk jalan - jalan lagi, aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi. Aku mencintaimu," gumam Ros, mengelus punggung Yusuf perlahan.
Tetes demi tetes air mata Ros terus berjatuhan, mengingat kenyataan bahwa bagaimana pun ia mencoba untuk berbicara pada Yusuf, Yusuf tidak akan mendengarnya.
------------------
"Ros..."
"Ros..."
"Ros..."
"M... M... Mas Yusuf!" Ujar Ros setengah terkejut. Berkali - kali ia mengerjapkan matanya, memastikan bahwa Yusuf lah yang kali ini ada di hadapannya.
"Bila aku pergi, Ridhai lah aku wahai istriku. Jaga dirimu dan anak kita baik - baik," ucap Yusuf dengan wajah yang sangat damai, dikecup kening Ros bergantian dengan perut buncitnya.
Hati Ros terasa hangat dengan perlakuan lembut Yusuf. Namun dia pun heran, pergi kemana yang dimaksud oleh Yusuf?
"Mau pergi kemana? Akankah kamu kembali?" Tanya Ros dengan hati - hati.
Lalu Yusuf pun tersenyum dengan sangat lembut, berbalik arah dan berjalan menjauh.
Menjauh...
Menjauh...
Dan terus menjauh...
Sampai akhirnya menghilang.
Ros ingin sekali berlari mengejar Yusuf, namun raganya terasa lunglai dan sulit digerakkan. Seperti ada sesuatu yang menahannya untuk mengejar Yusuf.
"TIDAK! JANGAN PERGI!" Teriak Ros saat terbangun dari tidurnya, keringat mengucur deras melewati pelipisnya.
Rupanya, mimpi lagi.
Mimpi yang sama dan terus terulang selama sebulan belakangan ini.
Mimpi buruk - terbangun - menangis. Selalu seperti itu.
"Ke... Kembalilah padaku, aku merindukanmu," ujar Ros sembari menangis tersedu - sedu.
Ros lalu menghapus air matanya dan kemudian sesegera mungkin mengambil wudhu, dan melaksanakan qiyamullail nya. Ros berpikir, mungkin ia kurang mendoakan sang suami.
Terus berdoa dan bermunajat kepada sang Khaliq, berharap separuh hatinya segera terbangun dari tidur panjangnya.
------------------
"Ah, bukankah kamu bilang matahari pagi itu menyehatkan, mas?" Ujar Ros sembari membuka tirai jendela kamar rawat Yusuf.
Berbicara dengan sangat ceria seolah - olah Yusuf mendengarnya.
"Hm, apa selama itu kamu tertidur? Apa sebulan tidak memuaskan rasa lelahmu?" Tanya Ros, lagi - lagi berbicara sendiri.
"Aku 'kan sudah berjanji tidak membuatmu lelah lagi, apa itu belum cukup?" Lanjutnya, sesekali mengusap punggung tangan Yusuf dan menatapnya dengan tatapan sendu.
"Kamu tidak perlu jadi dokter lagi jika itu membuatmu terlalu lelah. Kita akan berwirausaha bersama dan memiliki banyak waktu berdua!" Ucapnya dengan nada gembira.
Tak terasa, air mata meleleh keluar melewati pipinya. Berbicara sendiri terlalu menyedihkan.
"Berkata lah jika kamu lelah dituntut, suamiku. Aku akan berusaha untuk selalu memahami keadaanmu," ujarnya kembali. Memikirkan, betapa berat beban hidup yang ditanggung oleh suaminya.
Tak lama, Ros merasakan kematian Yusuf bergerak kecil menyentuh jemarinya.
Dan entah kenyataan atau halusinasi Ros saja, mata Yusuf perlahan - lahan terbuka dan bibirnya melengkungkan sebuah senyuman.
"Ros..."
"Mas Yusuf!" Teriak Ros dan tanpa aba - aba, ia langsung memeluk tubuh Yusuf dengan sangat erat.
"Aku merindukanmu, mas! Sangaaaat merindukanmu!"
-----------------
I'm back guys.
Hm, oke, jangan ditanya, memang hanya aku yang baper sama cerita sendiri😭 dan aku kembali menangis di part ini😭 padahal cerita abal abal begini:(
Btw aku mau numpang promosi nih ya😂 semoga aja kalian tertarik baca karyaku satu lagi😂 belum di publish sih tapi deket deket ini mungkin akan aku publish. Ini bukan cerita tapi kayak sekadar quotes aja kali ya(?) Yah spoiler deh aku:( hehe ini itu campuran ada islami nya ada juga umumnya jadi siapapun boleh baca:)) judulnya MY DIARY, MY DREAM. Bergaya emang aku ni, yang ini aja belum selesai dah bikin yang baru😂 udah deh gitu aja, kepanjangan ribet nanti kalo aku udah keluar bawelnya😂
Jangan lupa. Bismillah for everything:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
General Fiction"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...