Althaf PoV
23:45
Kumatikan alarm ribut di ponselku dan menatap kotak merah di atas meja belajarku.
Tersenyum sekilas lalu cepat - cepat keluar dari rumah sebelum ketahuan Abi atau aku akan dikurung di kamar seharian.
Ketika pagar sudah tertutup apik, aku pun berlari kesetanan menuju kediaman gadisku.
Jika ada satpam yang sedang berpatroli, mungkin akan mengira aku maling rumah warga, namun kenyataannya aku adalah maling hati Asma!
Sampailah aku di belakang rumah Asma, tepatnya di depan balkon kamarnya.
Membom ponsel gadisku dengan berpuluh - puluh panggilan masuk, berharap sang pemilik ponsel segera bangun dari tidurnya dan menerima lamaran pangeran tercinta.
Ah, akhirnya dia mengangkat teleponku!
"Halo? Althaf?" Ucapnya aerak khas perempuan bangun tidur.
"Keluarlah ke balkon kamarmu!" Bisikku cepat.
Tut.
Telepon kumatikan secara sepihak.
Dan tak lama kemudian pintu balkon terbuka, menampilkan seorang gadis cantik berkerudung yang sedikit acak - acakan.
Kulirik arlojiku sekilas.
00:00
Pas!
"Selamat hari ulang tahun yang ke - 16, Asmara!"
----------
Menikmati pergantian hari dengan gadis yang kamu cintai tepat di hari lahirnya, sangat menyenangkan bukan?
Dan inilah yang kami lakukan sekarang, berbincang riang di bawah bintang, melupakan waktu yang bahkan begitu jauh dari siang.
"Kupikir kamu benar - benar berniat menjauhiku," ujar Asma diiringi kekehan merdunya.
"Sudahlah, lupakan perlakuan burukku kemarin. Aku hanya ingin totalitas dalam memberikanmu kejutan," selaku, menatap kedua netra birunya yang begitu memabukkan.
Asma balas menatapku senang.
"Ya, dan kamu berhasil menjungkir balikkan perasaanku dalam kurun waktu dua hari saja. Sepertinya ucapan terima kasih saja belum cukup untuk mewakili semuanya."
"Matamu sembab, pasti karena menangisiku, maafkan aku, ya?"
Ia mengangguk dan tersenyum.
"Pukul berapa sekarang?" Tanyanya.
Kuperlihatkan arloji di tanganku padanya.
"Satu lewat lima brlas, apa aku salah menemuimu selarut ini?"
"Jika itu satu lewat lima belas siang, mungkin tidak bisa dibilang salah," ejeknya lalu tertawa.
Gadisku terlihat ceria di penghujung usianya yang ke lima belas dan jangan tanyakan bagaimana perasaanku saat ini.
Sangat - sangat - sangat bahagia!
"Ehm, Ta, bagaimana kalau kita qiyamul lail bersama?"
Rentetan kata itu, berhasil membuat jantungku bergemuruh hebat di dalam sana.
----------
Asma PoV
Kuseka keringatku dengan ujung jari, lelah sekali!
Kurasa mengepel ruang olahraga ini tidak akan selesai dalam waktu satu hari.
Tiba - tiba, Althaf menyodorkan sebotol minuman isotonik padaku.
"Istirahatlah, kamu akan dehidrasi jika terlalu memaksakan tubuh seperti ini."
"Diamlah dan bantu aku menyelesaikan pekerjaan ini," jawabku, masih berkonsentrasi dengan lantai berlumpur di depanku.
Ya, kami berdua dihukum oleh Pak Bayu berkat keteledoran kami yang lagi - lagi tertidur saat pelajaran. Alhasil, walaupun sudah pukul lima sore, kami belum diperbolehkan untuk pulang karena harus membersihkan ruang olahraga kotor ini.
Berkali - kali Althaf meminta maaf padaku karena ulahnya semalam, aku jadi bangun kesiangan bahkan sampai tertidur di kelas.
Dan berkali - kali juga aku mengatakan bahwa semua ini bukan kesalahannya. Karena jujur saja, aku pun senang karena kejutan ulang tahun semalam itu.
Krieeett.
Pintu terbuka dan nampaklah wajah malaikat Pak Bayu sekarang.
"Kalian sudah boleh pulang, bang Hassan yang akan melanjutkannya nanti."
Kami pun tersenyum sumringah, membenahi tas sekolah dan kabur secepat kilat sebelum Pak Bayu berubah pikiran.
"Aku rela dihukum jika iru bersamamu," bisik Althaf pelan.
Kuyakin wajahku sudah merah seperti tomat sekarang.
"Diamlah!"
"Hapus rona merah di wajahmu itu, Ra. Aku benar - benar tak tahan untuk mencubitnya," ledek Althaf lalu mencubit pipi kiriku perlahan.
"Berhentilah menggodaku!"
Ia benar - benar berniat membuatku malu ya?
Althaf hanya membalasku dengan kekehan pelannya.
"Ah, langsung dipakai ya? Senangnyaaa," ujarnya ketika melirik gelang pemberiannya yang telah melekat sempurna di pergelangan tanganku sekarang.
"Hm iya, terima kasih, Ta," jawabku tulus.
"Nah, sampai. Baik - baik dirumah, telepon saja kalau rindu padaku. Dan oh ya, happy sweet sixteen!" Lanjut Althaf lalu mengusap puncak kepalaku lembut.
Aku menahan napas sampai Althaf menjauh dari rumahku. Berusaha mengontrol detak jantungku yang makin menjadi - jadi.
Hatiku menghangat ketika mengingat bahwa perhatian Althaf lah yang membuatku menjadi bersemangat.
----------
Author PoV
"Anak Ummi ceria banget, lagi jatuh cinta ya?" Ledek Fisha lalu duduk di hadapannya.
"Kalau misalnya iya, Ummi izinin gak?" Tanya Asma mulai serius.
"Izininlah, nak. Yang namanya cinta itu pemberian Allah yang harus dijaga, memang Asma lagi jatuh cinta sama siapa?"
"Althaf, Ummi..."
"Benar Althaf?"
"Iya..."
Sepersekian detik setelah mengatakan itu, Asma tersadar dari lamunannya, matanya membulat sempurna.
"G - g... Gak! Bukan dia, Mi! Duh keceplosan!" Lanjutnha menahan malu, secepat kilat menghilang dari hadapan Umminya menuju kamar.
Fisha mengulum senyum bahagia, di dalam hatinya, Fisha berdoa untuk putri tercintanya.
"Semoga Allah membersamakan mereka, selalu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
Fiksi Umum"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...