Asma PoV
2 tahun kemudian.
Menatap pantulan bayangan di depan cermin, tubuhku yang terbalut gaun pengantin berwarna peach dan juga untaian kerudung berwarna senada.
Polesan make up di wajahku tidak begitu ketara, namun masih memberikan kesan fresh bagi siapa pun yang memandanginya.
Setengah jam lagi, akad akan dimulai. Sebentar lagi aku resmi menjadi istri sah seorang Althaf Rifqi Abrisam.
Membayangkannya saja membuat hatiku berbunga - bunga.
Pintu terbuka, Ummi menghampiriku dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, "sudah siap, sayang?"
Kutatap wajah wanita mulia di hadapanku sekarang.
Kerutan halus di sekitar wajahnya, menandakan betapa letihnya dia membesarkanku selama belasan tahun ini.
Senyumnya, tawanya, candanya, yang selalu hangat sejak dulu.
Tangan mulianya yang membesarkanku penuh kasih sayang.
Mengorbankan apa pun tanpa pamrih, dengan segenap hati dan pikirannya.
Untuk aku, putri kecilnya dulu.
Dan kuharap, selamanya akan selalu begitu.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung menghambur ke pelukannya, "Ummi...," lirihku di sela - sela isak tangis yang menjadi - jadi.
Ummi membalas pelukanku, ikut menangis panjang di tengah - tengah ucapannya, "Ummi tidak menyangka akan secepat ini."
Ummi melepaskan pelukan kami, menghapus air mata di pipiku, "dimana pun kamu, dengan siapa pun kamu, pastikan hatimu selalu bahagia, ya, nak. Lebih bahagia dibandingkan bersama Ummi dan Abi."
Aku menggeleng cepat, "tidak ada masa - masa yang lebih bahagia dibandingkan masa kecilku bersama Ummi dan Abi," imbuhku.
Ummi tersenyum sendu mengelus kepalaku yang terbungkus kerudung.
Huaaa! Jadi gak pingin meninggalkan Ummi cepat - cepat!
"Ayo, rapikan dulu make up murah lalu kita segera ke aula."
"Siap, Ummi!"
----------
Setelah akad selesai, resepsi pun dilangsungkan di ballroom gedung yang berbeda.
Tak menyangka, akhirnya aku menyandang nama Ny. Abrisam juga.
Althaf tak henti - hentinya menciumi pipiku di atas pelaminan, membuatku harus menahan malu pada beberapa tamu undangan yang tak sengaja melihat kami berdua.
Lalu ia memelukku erat, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Ta, berat...," lirihku.
Ia langsung bangun, menyingkirkan kepalanya dari bahuku, "maaf, sayang."
Dan...
Cup!
Ia mencuri ciuman sekilas di bibirku.
Kulihat Abi Yusuf memelototi Althaf horor dari kejauhan, sedangkan yang dipelototi hanya cengar - cengir tak jelas.
"ASMAAAAA!!!!!" teriak Dhini tiba - tiba menghampiriku dari arah berlawanan, lalu menghambur ke dalam pelukanku.
Refleks aku langsung balas memeluknya, "aaaah, Dhini!"
"Selamat ya, Althaf, Asma, mudah - mudahan menjadi keluarga yang samawa," ucap Dhini tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
General Fiction"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...