Kuperhatikan Asma yang sibuk berkeliling kesana – kemari, “Duh, gimana ini, Ta? Gak ada gaun yang bisa kupakai hari ini,” keluhnya.
Hari ini kami akan menghadiri perayaan keberhasilan tender besar Grand Leaf Corporation, perusahaan milik pamanku, Om Rafa dan Om Rafi.
Kuhampiri Asma dn duduk di sebelahnya, “kenapa? Apa gaun – gaunmu tertinggal di rumah yang lama?” Tanyaku lembut.
Ia menggeleng pelan, “gak ada yang bisa kupakai hari ini.”Kubuka lemari pakaiannya dan alangkah terkejutnya aku.
Jejeran gaun penuh warna memenuhi hampir setengah lemarinya.
“Ini semua? Apa gak bisa dipakai?”
“Gak, gak bisa.”
Dasar wanita, baju – baju bagus segudang tapi masih saja pusing tujuh keliling akan apa yang harus mereka gunakan.
“Kenapa gak bisa?” Tanyaku kembali.
Asma menggigit bibir bawahnya, “aku ngerasa gak cocok pake gaun – gaun itu, gak cantik.”Aku tertawa. Se simple inikah alasannya?
“Jangan ketawa!” Rengut Asma kesal.
Aku pun berhenti tertawa, mengelus pipi halusnya penuh kasih sayang, “kamu itu cantik pakai apapun, apalagi kalau gak pakai apa – apa,” kerlingku jahil.
Ia memukul bahuku keras, “aku serius, Ta,” imbuhnya memelas.
“Aku juga serius, sayang.”
“Kamu pergi sendiri sana kalau begitu!”
Dan…
BRAK!
Pintu ditutup dengan kasar.
Akhir – akhir ini dia sensitive sekali.
Kubuka pintu perlahan, memandangi punggung Asma yang seluruhnya tertutup oleh selimut, “Asma sayang…”Ia tetap tak bergeming.
Aku membaringkan tubuhku di belakangnya, mencoba membuka selimut sampai batas kepalanya, “merajuk lagi, hm?”Namun tiba – tiba Asma membalikkan tubuhnya dan langsung menghambur ke pelukanku, “maaf, Ta, maaf…,” Lirihnya.
Kuelus rambutnya pelan, “maafin aku juga, ya, diajak serius malah bercanda.”
Mood nya memang sedang naik turun minggu – minggu ini.
“Jadi, gimana kalau kita di rumah aja hari ini?” Lanjutku.
“Oke!”
----------
Author PoV
Sudah tengah malam, Asma tak kunjung diserang rasa kantuk. Sejak tadi pikirannya selalu berbayang pada buah belimbing pohon Pak Willy, tetangga di rumah lamanya dulu.
“Sepertinya belimbing yang masih kekuningan akan terasa segar,” pikirnya.
Namun lagi – lagi ia harus berpikir keras bagaimana cara agar mendapatkan itu sekarang juga, mengingat hari sudah sangat gelap dan ia pun tak ingin mengganggu Althaf yang sudah terlelap dalam tidurnya.
Ada gejolak aneh di dalam dirinya yang tidak bisa menolak keinginan untuk segera menemukan buah itu.Setelah bergelut dengan batinnya, akhirnya Asma memutuskan untuk membangunkan Althaf dan mengajaknya mencari buah itu bersama – sama.
Asma mengusap rambut Althaf pelan, “Ta, bangun…”
Lalu ia mengguncang bahu Althaf, menepuk – nepuk pipinya lumayan keras,
“Althaf! Bangun, kumohon!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
General Fiction"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...