Fisha PoV
Ku pandangi kartu buatanku dengan senyum sumringah. Butuh waktu sekitar 5 jam untuk menyelesaikan kartu ini.
3 jam berfikir, 1 jam galau - halauan, dan 1 jam membuatnya!
Tahu rencana apa yang kubuat?
Aku akan membuat kartu yang berisi permohonan memulai ta'aruf untuk Arka, dan menitipkannya lewat adiknya, Nanda. Yang telah lama kukorek informasinya melalui Ros.
Aku tahu ini terlalu cepat, tapi kalau aku hanya diam dan terus - terusan menyukainya dalam kerahasiaan, alias menjadi secret admirernya, aku dan Arka mungkin tak akan pernah bersatu.
Walaupun berkali - kali Ros berkata, "sekeras apapun kamu berusaha, kalau Allah berkata tidak, kamu bisa apa?" Telingaku sampai bebal akibat sering mendengarkan kata - kata seperti itu dari Ros.
Dia niat menyumpahi atau apa sih? Masa sahabat sedang jatuh cinta bukannya didukung, malah dibuat makin pesimis.
Tapi tetap saja, aku akan terus berusaha. Apapun kondisinya, demi Arkaku tercinta! Hihihi.
—————————————————————
"Ssst, Nanda! Sini!" Bisikku pada Nanda dari kejauhan, ia sedang asik bermain dengan teman - temannya, yang kulihat dominan anak lelaki semua.
Merasa dipanggil, Nanda pun berlari menghampiriku dengan wajah kebingungan.
"Ada apa ya, kak?" Tanyanya sopan.
"Kenalin ya, nama kakak, Fisha. Biar akrab panggil kak Fisha aja. Kakak mau titipin sesuatu buat kakak kamu," ucapku pada Nanda yang masih menatapku dengan wajah polosnya.
"Nitip buat mas Kiki atau mas Arka, kak? Kakakku ada dua," tanya Nanda.
"Buat mas Arka, tolong disampein ya, dek," jawabku sembari menyerahkan amplop berisi kartu yang kubuat semalaman suntuk.
"Buat mas Arka ya? Hm, oke deh. Siapa tadi nama kakak?" Tanya Nanda kemudian.
"Panggil kak Fisha aja," jawabku sembari mengulas senyum tipis.
"Oh iya, ini buat kamu. Anggap aja ongkos kirim dari kakak. Hehehe," lanjutku kemudian sembari menyodorkan sebuah lollipop berukuran besar padanya.
"Gak usah, kak. Aku ikhlas kok bantunya, lagi pula aku gak boleh makan manis sama Ummi, nanti sakit gigi," ujar Nanda cepat.
Lalu Nanda berlari menjauh, kembali bermain dengan teman - temannya.
—————————————————————
Bersantai di halaman rumah sore hari. Pikiranku melayang - layang, yang ujung - ujungnya pasti nyangkut juga di Arka. Hehehe.
"Ma, jadi 'kan aku mondok bareng Ros?" Tanyaku pada Mama yang sedang sibuk berkutat dengan halaman - halaman majalahnya.
"Mama udah nanya - nanya sama Umminya Ros. 3 bulan lagi angkatan dia kelulusan, nak. Kalau kamu mau mondok, bisa. Tapi gak bareng Ros. Gimana?" Jawab Mama.
Angkatan Ros? 3 bulan lagi kelulusan? Berarti...
Arka juga termasuk ya?
Kenapa Ros tidak pernah menceritakan ini sebelumnya?
—————————————————————
Kalian tahu, Ros seperti menghindari berbicara denganku akhir - akhir ini. Dia terlihat benar - benar menjauh.
Bahkan kelulusannya yang secara tidak langsung menyangkut Arka, dia bungkam. Tak pernah membahasnya.
Hal sepenting itu, dia tidak cerita padaku?
Bukan Ros sekali.
Setahuku, dia tak seperti itu.
Hey, jangan anggap aku baru mengenalnya satu atau dua tahun saja. Aku mengenalnya hampir seumur hidupku.
Bayangkan, seumur hidup. SEUMUR HIDUP aku mengenalnya.
Bisa dibilang sangat mengenal, bukan?
Tentu saja.
Aku sahabatnya, aku sangat mengenal dirinya.
Dan tidak mungkin jika aku tidak menyadari perubahan sikapnya yang sangat kontras akhir - akhir ini.
Baiklah, aku akan bicara padanya.
"Ros, besok kamu dirumah gak? Tunggu aku di rumahmu besok pagi, see ya!"
Klik!
Message sentuhan.
Drrrt.
Jawaban dari Ros!
"Besok aku dirumah kok, datang saja. Kutunggu ya."
—————————————————————
Oh i'm sorry dear:( aku minta maaf aku sedang dalam masa sibuk:( maafkan aku yang telah lama tak update:( maaf maaf maaf:(
Btw happy graduation for me🎉🎉🎉
Siapa disini yang kesel sama Fisha? Boleh marah marah sebelum Ramadhan:) hehehe terlalu nekad ya Fisha:)
Jangan lupa. Bismillah for everything:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
Genel Kurgu"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...