"Asma belum sampai rumah dari tadi, Ros. Kuhubungi ponselnya di luar jangkauan, sudah kuhubungi juga teman - temannya namun tidak satu pun yang tau keberadaannya," jelas Fisha kebingungan, terlihat sangat panik.
Dilihat - lihat, kondisi Fisha sekarang benar - benar memprihatinkan.
Bagaimana tidak, putih semata wayangnya hilang dan tak tahu siapa lagi yang bisa diminta bantuan. Arka, suaminya pun sedang dinas di luar kota.
Ros memeluknya dan terus menenangkannya.
"Althaf, coba tolong cari Asma ya. Dia belum sampai ke rumah, ini salahmu! Karena kamu tidak mengantarnya pulang seperti biasa, jadi bertanggung jawablah!" Perintahnya kemudian.
Althaf mencoba mengingat - ingat kejadian tadi sore.
"Sial!" Umpatnya pelan.
Asma pulang bersama Ayyash dan dapat dipastikan Asma sedang bersama cecunguk busuk itu sekarang.
Ia teringat pada kata - kata Laurent tadi siang.
"Ayyash itu teman satu tongkrongan kakakku yang nakal itu dan ya, bisa dipastikan bahwa Ayyash juga bukan lelaki baik - baik."
Lalu ia segera mendial nomor Laurent.
"Halo, Rent. Bisa kamu beri tahu alamat tongkrongan kakakmu itu? Asma belum sampai ke rumah sejak siang dan terakhir kulihat dia bersama Ayyash," saking paniknya, Althaf bahkan lupa memberi salam.
"Oh ya ampun, Asma! Baiklah, kamu tahu gudang bekas pabrik tekstil di Jalan Cendana? Disitu tempatnya."
"Ya, ya, aku tahu, terima kasih, Rent."
Tut!
Telepon diputus secara sepihak oleh Althaf.
Tanpa aba - aba, ia langsung menstarter ninja hitamnya yang tak pernah terpakai di garasi dan melesat secepat kilat.
"Bertahanlah, Ra..."
----------
Brak!
Pintu kayu gudang yang terkunci dari dalam Althaf dobrak dengan sekali tendangan hingga benar - benar rusak.
Alhasil, ia menjadi sorot perhatian semua orang yang berada di sana.
"Aku mohon, jangan mendekat," lirih seorang gadis yang sedang dikerubungi tiga lelaki di sana.
Emosi Althaf sudah sampai ke ubun-ubun. Menurutnya, mereka benar - benar sudah keterlaluan.
Segera ia hampiri tiga lelaki tersebut dan memukulinya tanpa ampun, menyerang pada titik lemah mereka sehingga dalam waktu sekejap ketiganya runtuh.
Secara terpaksa, Althaf menggunakan ilmu bela diri pencak silat yang dulu sering diajarkan Abinya.
"Althaf...," Gumam Asma, kagum dan juga terkejut melihat sisi tersembunyi Althaf yang tak pernah ditunjukkannya selama ini.
Siapa bilang Althaf hanya cowok pintar dan culun yang tak bisa apa - apa
"Cepat lari! Pergi dari sini!" Imbau Althaf pada Asma, tak ingin gadisnya ikut terluka.
Asma menggeleng cepat.
"Aku akan pergi jika kamu pergi!" Imbuhnya.
Althaf hanya mendesah pelan dan melanjutkan kegiatannya kembali, menghabisi semua orang yang ada disini, sekuat tenaganya.
Incarannya hanya satu, Ayyash di bau tengik itu.
Ayyash hanya berdiri mematung di tempatnya, tak lari dan juga ikut menyerang Althaf.
"Untuk apa kamu bawa Asma ke sini? Brengsek!" Cerca Althaf lalu meninju tubuh Ayyash bertubi - tubi, tanpa memberikan jeda sedikit pun bagi Ayyash untuk melakukan perlawanan.
Teman - teman sepermainan Ayyash pun tak akan diam saja melihat ketua gengnya diserang tanpa ampun.
Hingga ketika...
Bug!
Bug!
Bug!
Keroyokan masal bertubi - tubi pada bagian wajah, perut, dan sekitar punggung Althaf. Tanpa ampun.
"Tidak! Ya Allah, Althaf? Kumohon, jangan!" Jerit Asma tak tertahankan. Merutuki dirinya sendiri karena tak bisa melakukan apa - apa untuk menyelamatkan sahabatnya.
Setiap detiknya begitu menyiksa, ditambah dengan tangisan dan jeritan Asma yang sungguh menyayat hati.
Yah, Althaf memang hebat, namun jumlah mereka begitu banyak, mungkin sekitar dua belas orang. Dan tentu saja mereka semua berhasil membuat Althaf tumbang, hampir tak sadarkan diri.
Setelah cukup puas melihat lawannya yang tersungkur tak berdaya, mereka semua pun lekaas pergi dari tempat jahannam tersebut.
Asma yang dilanda rasa cemas menghampiri sang pahlawan.
"Ya Allah! Althaf, kumohon bertahanlah..."
"Untukmu aku bertahan, Ra..."
----------
"Sssh, aw!" Pekik Althaf ketika Asma mengobati luka - lukanya dengan kapas alkohol.
"Ssst, diamlah," ucap Asma lalu membasuh luka di wajah Althaf.
"Emh, terima kasih banyak untuk semuanya," lanjutnya kemudian.
"Iya, tidak apa - apa. Yang penting kamu selamat," balas Althaf dengan mata yang terpejam, berbaring di sisi Asma yang dengan telaten mengobati luka di tubuhnya.
Hati Asma menghangat, belum pernah ia merasa diprioritaskan dengan orang selain keluarganya.
"Omong - omong bagaimana kamu bisa tahu tempat itu?" Tanya Asma lagi.
Althaf menghembuskan napas berat, merasakan ngilu di sekitar rahang kirinya.
"Laurent. Kakaknya teman sepergaulan Ayyash."
Dan yang terakhir, membubuhi obat merah pada pelipis Althaf.
"Nah, sudah. Sekarang istirahatlah, kita lanjutkan mengobrolnya besok."
Althaf hanya membalas dengan anggukan kepala. Dan tak lama, ia pun tertidur.
Bukannya segera pergi, Asma justru tetap terdiam di tempatnya.
Tiba - tiba tangan Asma tergerak untuk mengelus rambut tebal Althaf perlahan, mendengar dengkuran halusnya, menikmati wajah damainya saat tertidur membuat hati Asma menjadi tenang.
Demi dirinya, wajah tampan Althaf menjadi memar dan bengkak sana sini.
Demi dirinya, Althaf rela mengorbankan raganya babak belur dihajar para lelaki berandal itu.
Demi dirinya, Althaf datang dan menyelamatkannya walau harus bertaruh nyawa.
Demi dirinya, Althaf rela melakukan semua itu.
Dan pada akhirnya, Asma pun mulai menyadari.
Bahwa jauh di dalam lubuk hatinya, ia begitu mencintai lelaki ini, walaupun selalu tertutup dengan sikap arogan dan kasarnya.
"Kamu benar - benar membuatku jatuh untuk ke sekian kalinya, namun jatuhku yang kali ini berbeda," gumamnya masih mengelus rambut Althaf penuh kasih sayang.
Lalu, Asma mendekatkan wajahnya ke telinga Althaf, dan berbisik.
"Aku jatuh hati padamu."
"Aku juga mencintaimu," balas Althaf dengan seringaian lebar di wajahnya.
Oh tidak, dia pura - pura tertidur!
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
General Fiction"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...