Mimpi Buruk

2.9K 160 1
                                    

Kuseka sudut mataku yang penuh dengan air mata. Terdengar aneh memang, tapi inilah kenyataannya.

Hanya Ros lah wanita yang mampu membuatku menangis seperti ini.

Jakarta malam begitu indah, dan akan kembali suram begitu aku mengingat bahwa separuh hatiku telah menghilang.

Sudah hampir 12 jam aku mengelilingi seisi kota. Sudah beribu - ribu kali telepon dan pesan teksku tak Ros gubris.

Ku putuskan untuk menepi sejenak, pusing di kepalaku tak tertahan lagi rasanya.

Drrrt.

Drrrt.

Drrrt.

Ponselku bergetar diatas dashboard mobil. Menampilkan foto Ros yang kuambil saat sedang tertidur, yang saat ini kujadikan wallpaper ponselku.

Akbar is calling...

"Tadi ana terpaksa mengancam sahabat Bu Ros, bos. Dan ternyata dia tahu mengenai keberadaan Bu Ros. Saya SMS alamatnya."

"Alhamdulillah! Ya Allah, terima kasih banyak, Bar. Ana gak tahu gimana jadinya kalau gak ada antum!" Pekikku kegirangan.

"Siap bos siap! Sama - sama."

Dan telepon terputus.

Akbar : Perumahan Wijaya Center no.34, arah barat daya dari Wijaya Center Mall. Itu rumah calon istri dari sahabat Bu Ros tadi.

Sudah kupastikan baik - baik itu adalah rumah Fisha, kerabat Ros sejak kecil. Belum lagi clue yang mengatakan bahwa ini adalah alamat calon istri dari salah satu sahabat Ros, yaitu Arka.

Langsung kustarter mesin mobil dan tancap gas menuju alamat tadi.

Saking excited nya, rasa sakit di kepalaku pun perlahan - lahan kulupakan.

Jalanan sangat lengang, mengingat sekarang sudah melampaui larut malam. Keadaan yang pas bagiku untuk menyetir gila - gilaan demi mencari Ros.

Sudah hampir setengah jalan menuju rumah Fisha. Namun entah mengapa, sekelebat pening dikepalaku muncul kembali.

Bersamaan dengan truk yang hendak memotong jalan di lawan arah.

Dengan keadaan gas mobilku yang sudah mencapai 120 km/jam, akan sulit mengendalikannya dan menghindari truk di depanku saat ini.

Dan yang terakhir muncul di pikiranku adalah, senyuman Ros dipagi haru ketika menyiapkan sarapan.

Aku akan mengajakmu jalan - jalan sesering yang kubisa, istriku...

---------------

Ros PoV

"Kamu sudah tidur, Ros?" Tanya Fisha was - was.

Pertanyaan yang sama tiga kali berturut - turut.

"Belum, Sha. Gak tahu kenapa rasanya aku khawatir sama mas Yusuf. Apa dia sudah tidur ya sekarang?" Tanyaku sembari menyeka keringat yang mengucur di pelipis.

Sudah seharian ini aku pergi dari rumah tanpa memberikan kabar apapun

Yang jadi pertanyaanku adalah, apakah mas Yusuf akan khawatir dan mencarinya atau justru sebaliknya?

Rasa khawatir menyergap dadaku dan berulang kali aku mencoba mengabaikannya.

"Tidurlah, Ros. Besok kamu pulang dan selesaikan semua ini baik - baik," ujar Fisha.

"Baiklah."

-----------------

Seusai shalat subuh, Fisha mendapat telepon dari Arka. Romantisnya dua sejoli yang sebentar lagi akan saling menghalalkan.

Membayangkannya saja membuatku sangat terharu, mengingat betapa panjangnya perjuangan mereka untuk bisa bersama.

"R, Ros, m... Mas Yusuf," ujar Fisha gelagapan ketika baru saja menutup teleponnya.

"Mas Yusuf kenapa, Sha?" Tanyaku tak sabaran. Firastku buruk tentang kabar ini.

"Mas Yusuf... Kecelakaan, Ros."

Dan duniaku seakan runtuh saat itu juga.

----------------

Rumah Sakit Taruna Bakti.

"Bapak Yusuf mengalami patah pada beberapa tulang belakangnya, beliau juga mengalami pendarahan hebat ditelinga, dan juga pecahnya pembuluh darah di otak, kemungkinan besar untuk beliau cepat pulih kembali akan lama," jelas dokter yang menangani suamiku.

"Apa separah itu, dok? Seberapa lama dia akan sehat seperti semula, dok?" Tanyaku sesenggukan.

"Tidak menutup kemungkinan bahwa Bapak Yusuf akan normal kembali setelah rehabilitasi beberapa bulan lamanya. Mohon tetap support dan doakan saja semoga keadaan Bapak Yusuf makin membaik," ujar dokter itu dan kembali ke ruang unit gawat darurat, tempat mas Yusuf dirawat.

Isakan lirih tak henti - hentinya keluar dari mulutku. Tak sanggup lagi aku melihat keadaan mas Yusuf didalam sana.

Selang - selang oksigen yang terpasang di wajah tampannya, begitu juga bunyi elektro kardiografi yang menyayat hati, membuatku sadar, bahwa selama ini mas Yusuf sudah tersiksa karena aku.

Yaitu ketika dia dengan setia menungguku, mencintaiku dalam diamnya. Dilanjut dengan usahanya memperjuangkan ku agar menerima khitbahnya, kemudian banting tulang pulang larut malam untuk membahagiakanku.

Dan pantaskah aku merebut waktu istirahatnya? Dibalik semua usaha kerasnya?

Aku benar - benar menyesal...

Kuharap, ini hanya mimpi buruk. Bahwa setelah aku terbangun, akan kutemukan hari cerahku bersama mas Yusuf seperti biasanya.

Adakah hal yang lebih buruk dari melihat orang yang kamu sayangi tersiksa? Dan kamu tahu penyebabnya itu adalah dirimu?

------------

Me back yuhuu!!

Percayalah aku ngetik part ini sambil nangis😭

Jangan lupa. Bismillah for everything:)

Asma untuk AlthafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang