"Ummi, Alhamdulillah Althaf peringkat pertama!" Pekik anak lelaki yang masih menggunakan seragam putih abu - abunya.
"Alhamdulillah, Althaf hebat! Ummi bangga sekali padamu, nak!" Seru sang ibunda lalu memeluk putra sulungnya.
Sementara itu di lain tempat.
"Asma peringkat kedua lagi, Ummi. Maafin Asma, hiks," ucap seorang gadis remaja sembari sesenggukan, menampilkan wajahnya yang berlinang air mata.
"Lho, kenapa harus menangis, sayang? Peringkat dua itu sudah luar biasa sekali bagi Ummi, Asma harus tetap bersyukur dan tetap rajin belajarnya ya, nak," balas sang ibu menenangkan, memeluk anaknya penuh kasih sayang.
"Ini semua karenamu, Althaf jelek! Lagi - lagi kamu rebut posisi bersinar yang kupertahankan sejak dulu. Namun kupastikan kamu akan menerima akibatnya!" Benak sang gadis.
Entah terlaris dari gen yang mana, sifat pendendam itu sudah tertanam di hati Asmara Adiba sejak ia masih kecil.
Namun anehnya, dendam itu selalu tertuju pada satu nama, yang dianggapnya sebagai saingan selama sembilan tahun lamanya.
Althaf Rifqi Abrisam.
-----------------
Ketegangan mulai menyeruak ke seluruh penonton, terutama peserta didik yang mengikuti lomba Tahfidzul Qur'an di masjid Istiqlal Jakarta.
Bagaimana tidak, beberapa menit lagi akan segera di umumkan para juara pada ajang besar ini.
Di selasar masjid, Althaf dan Asma duduk manis bersama ibunda mereka masing - masing. Berharap cemas akan hasil pengumuman nanti.
Keduanya memang dipilih secara langsung oleh pihak sekolah untuk mengikuti lomba ini, awalnya sekolah hanya berencana untuk menyeleksi satu anak saja, namun mengingat kualitas hafalan yang dimiliki keduanya berada dalam taraf yang sama - sama tinggi, akhirnya keduanya lah yang menjadi perwakilan dari sekolah mereka.
"Juara ketiga adalah Aurora Bunga dari SDIT Nurul Insan yang membawakan surah Abasa dengan total nilai delapan puluh lima," ujar moderator, sang anak yang disebutkan namanya tadi langsung maju dan naik ke atas panggung.
Tepuk tangan riuh bergemuruh.
Menyisakan dua posisi yang belum disebutkan yaitu juara pertama dan kedua.
Tangan mungil Asma bergetar, tak kuasa menanti hasil kalau - kalau mengecewakan.
"Juara kedua adalah Asmara Adiba dari SDIT Al - ikhlas yang membawakan surah Al - Mulk dengan total nilai sembilan puluh lima," lanjut moderator kemudian.
"Yeayy! Alhamdulillah!" Sorak Asma dengan bangga, sang ibunda hanya tersenyum penuh haru terhadap pencapaian anaknya yang membanggakan.
"Pintarnya Asma, selamat ya, nak," ucap Ros, ibunda Althaf, sembari mengelus puncak kepala Asma yang tertutup kerudung.
"Kamu hebat, Ra, selamat ya," ucap Althaf juga memberikan selamat.
Asma maju ke atas panggung dengan senyuman bersinar dan penuh percaya diri.
Tepuk tangan tidak kalah riuh dari sebelumnya.
"Dan juara pertama, dengan total nilai yang sangat fantastis dan mendekati sempurna," sang moderator berujar, mengulur waktu, membuat penonton dan para peserta semakin penasaran dan menduga - duga.
"Yaitu..."
1 menit...
2 menit...
3 menit...
"Althaf Rifqi Abrisam yang juga dari SDIT Al - ikhlas membawakan surah Al - waqi'ah dengan total nilai sembilan puluh delapan," ujar sang moderator lalu mempersilahkan sang juara naik ke atas panggung untuk penyerahan piala dan sertifikat.
Tepuk tangan dan sorak sorai dari para penonton memenuhi seisi masjid Istiqlal.
"Maa sya Allah putraku," ujar ibunda Althaf terharu, sampai menitihkan air mata bahagia. Fisha, ibunda Asma ikut bahagia dan memberikan selamat.
Asma melirik Althaf dengan sudut matanya, menelisik aura bahagia disana.
"Mengapa harus kamu yang selalu berada diatasku? Mengapa kamu rebut kebahagiaan utuhku dengan hadirmu disini?" Benak Asma berontak.
Dan entah mengapa, wajah bahagia Althaf menyisakan dendam tak terbalas di hati Asma.
Sampai sekarang.
------------------
"Argh! Kenapa harus selalu Althaf, sih?" Gerutu Asma kesal sembari memukul - mukul bokena beruang kesayangannya.
Asma akan selalu memukul boneka beruangnya ketika ia merasa kesal dengan Althaf. Karena ada suatu de javu yang mengaitkan benda itu dengan Althaf sehingga Asma merasa, bahwa meluapkan kekesalannya pada boneka tak bersalah itu sudah tepat.
Mengambil album foto di atas meja belajarnya, membuka lembaran demi lembaran memori yang ada disana.
Fotonya dengan Althaf ketika mereka masih balita, menginjak Sekolah Dasar, naik ke tahap Sekolah Menengah Pertama, lalu sampai ke Sekolah Menengah Atas seperti sekarang.
Mereka selalu bersama, tak terpisahkan. Layaknya tubuh dengan organ lainnya.
Mulai dari taman kanak - kanak hingga sekarang mereka selalu berada di satu ruang kelas yang sama setiap tahunnya.
Keduanya melakukan akselerasi hingga berada di tahap kelas 11 saat ini, padahal usia mereka berada dua tahun di bawah teman - teman sepergaulan mereka.
Saling bertukar peringkat pertama dan kedua tiap tahunnya, kecerdasan keduanya dikategorikan sama - sama tinggi.
Namun sejak dua tahun terakhir ini, Asma selalu mendapat peringkat kedua di kelas, dan juara dua di serial lomba karena kehadiran Althaf di sana.
Dendam yang awalnya sudah menjalar sampai ke hati, sekarang makin menggebu - gebu tak terelakkan lagi.
"Kupastikan kamu akan benar - benar menyesal nantinya, Althaf Rifqi Abrisam!"
Karena nama itu sudah tercatat di dalam hati dan pikirannya.
Sebagai saingan, sekaligus musuh terbesarnya.
----------
Fyi, Assalamualaikum kekasih ganti judul yaa gaes💘 jadi asma untuk althaf, iyaa jadi karena aku ada inisiatif mau menerbitkan novel hehe, jadi sequel dari assalamualaikum kekasih inii, aku gabung deh sama ini,
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma untuk Althaf
Fiksi Umum"Dia musuhku dalam hal apapun. Dan aku selalu menganggapnya sebagai saingan telakku, tak lebih dari itu." - Asmara Adiba - "Dia sudah mengibarkan bendera peperangan sejak pertama kali kami bertemu. Entah mengapa, dia selalu menganggapku musuhnya, da...