"Engkau yang sedang patah hati
Menangislah dan jangan ragu ungkapkan"
Pedih - Last Child***
Apakah kalian pernah berpikir setiap orang yang datang ke kehidupanmu itu diluar ekspetasi kalian? Apakah kalian pernah berpikir semua bisa berjalan dengan baik-baik saja? Apakah kalian pernah berpikir hidupmu sungguh menyedihkan? Apakah kalian pernah berpikir untuk mengakhiri hidup kalian karena sesuatu hal yang sungguh menyakitkan? Apakah kalian pernah berpikir untuk berlari dari segala masalahmu?
Well, itu yang Daffa rasakan sekarang. Hatinya yang sudah sangat terluka hingga mungkin saja lukanya tak dapat terobati. Banyak orang berkata bahwa menjadi seorang anak kaya raya adalah salah satu kebahagiaan dalam hidup. Namun, sebenarnya hal itu tidak benar. Untuk apa uang yang banyak jika dirimu tidak mendapat kasih sayang? Untuk apa uang yang banyak jika seseorang tempatmu berbagi segala curahan hatimu tidak ada disampingmu? Untuk apa uang yang banyak jika kesedihan terus menerus mengalir dihidupmu?
Itulah Daffa. Seorang anak laki-laki yang dikatakan kurang waras di sekolahnya, yang selalu tersenyum. Banyak orang mengatakan dia bahagia. Namun, mereka tidak tahu sisinya yang lain.
Daffa duduk di ujung lapangan basket dengan kaki yang ia luruskan. Matanya menatap sahabatnya yang sedang bermain basket, "Ayo Farel, lawan terus sampe mampus, lawan terus," teriaknya dengan senyum yang menyungging di bibirnya hingga memperlihatkan gigi-gigi putihnya.
Farel melirik Daffa sekejap, "Mati lo," ucapnya dengan nada jengkel dan raut wajah yang sedikit kesal. Ia kembali memfokuskan dirinya men-dribble bola basket.
Daffa menjulurkan lidah dan berakting seakan dirinya telah mati. Ia menidurkan dirinya di pinggir lapangan dengan tangan yang terlentang juga kaki yang ia luruskan, "Dah mati nih."
Farel mengusap keringat yang bercucuran di wajahnya menggunakan kaos dalaman yang ia gunakan. Seragam Farel sudah ia lepaskan daritadi sehingga memperlihatkan kaos putih polos didalamnya. Ia menendang bola kaki yang entah darimana asalnya ke arah Daffa.
Dengan sigap, Daffa menangkap bola kaki itu dan kembali menjulurkan lidahnya. Ia melemparkan bola kaki itu ke arah Farel dan "Anjir," bola itu mengenai sasaran tepat di kepala Farel.
Farel meringis kesakitan sambil memegang-megang kepalanya sedangkan Daffa hanya tertawa terpingkal-pingkal juga Aryo yang kemudian tertawa ketika ia berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Daffa berdiri dari duduknya lalu menepuk-nepuk bagian belakang tubuhnya. Ia kembali memakai seragamnya yang ia lepaskan tadi sehingga kaos dalaman berwarna hitamnya terlihat. Ia melirik kedua temannya itu, "Para anggota Bad Boy Alim, gue ke kantin dulu ye." Ia berbalik dan melangkahkan kakinya menuju kantin yang cukup jauh dengan lapangan basket.
Mata Daffa tak sengaja menangkap objek yang membuatnya sedikit tertarik. Ia melihat cewek itu, Laura. Ia melihat Laura yang berdiri mematung dengan air mata yang sudah mengalir di wajahnya. Ia melihat Laura yang sedang terfokus pada suatu objek yang membuat Daffa mengikuti arah pandangan mata Laura itu.
Daffa melihat Rhasel yang tengah berduaan dengan seorang cewek. Seketika, emosi Daffa mengamuk, amarahnya meningkat. Sudah lama dirinya tak melihat Rhasel lagi. Ia melangkah, matanya tertuju pada Rhasel dengan berapi-api. Namun, pikirannya kembali mengingat Laura lagi. Ia menghentikan langkahnya lalu berusaha mengontrol amarahnya dengan menghembuskan nafasnya. Matanya kembali dimana ia melihat Laura tadi dan keberadaan Laura telah tiada.
Ia membalikkan tubuhnya menuju kelas Laura berharap Laura ada didalam kelasnya. Ia mengintip masuk ke dalam kelas itu, mencari-cari keberadaan Laura. Namun, usahanya nihil ia tak menemukan sosok yang dicarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Novela JuvenilAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017