"Aku menunggu tak lekang oleh waktu
Masih menunggu sampai aku kembali di hangat peluk
Sampai aku kembali di hangat peluk Ibu"
Ibu - GoliathBirunya langit dihiasi oleh gumpalan-gumpalan awan yang berbentuk seakan menyunggingkan sebuah senyuman. Teriknya sinar matahari menandakan sedikitnya asumsi akan kedatangan hujan.
Cerahnya langit seakan mengiringi penantian Daffa untuk bertemu dengan ibunya yang sudah dinantinya lama sekali. Birunya langit seakan menyeimbangi perasaan yang dialami Daffa saat ini.
Matahari memancarkan sinarnya ke seluruh pelosok bumi yang diinginkannya. Teriknya sinar matahari sama sekali tak menghalangi pertemuannya dengan ibunya kini.
Sebuah senyuman cerah mengembang di wajahnya layaknya seekor hewan yang telah diberi makan majikannya. Pandangan matanya ia edarkan ke seluruh cafe memperhatikan manusia-manusia dengan aktivitas berbeda dalam cafe tersebut.
Kakinya terhenti sesaat setelah dirinya memasuki cafe yang tertulis dalam kertas kecil itu. Matanya terkunci pada satu objek nyata di yang berada cukup dekat dengan posisinya kini.
Rasa gundah dalam hatinya hilang sudah. Kakinya sontak membawanya berlari menuju ibunya. Kedua lengannya teralih memeluk ibunya tanpa berpikir sama sekali.
Tangan Natasha teralih membalas pelukan yang diberikan Daffa padanya. Matanya terus mengeluarkan air mata yang terasa penuh di pelupuknya. Kedua bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman kecil, sebuah senyuman bahagia.
Rasa khawatirnya terasa hilang seketika. Hatinya merasa tenang, hatinya tak bimbang lagi. Kerinduannya selama ini, terobati sudah. Pikiran-pikiran buruk dalam benaknya, hilang seketika.
Pelukan dari Daffa ia lepaskan. Matanya mengamati Daffa dari bawah hingga atas dengan saksama. Bening-bening air mata masih tersisa di daerah sekitar matanya. Matanya ia sipitkan, mengamati lebih jelas anak laki-laki di depannya ini. "Kamu Daffa anak aku, kan?" tanyanya memastikan.
Air mata kebahagiaan yang berniat keluar dari mata Daffa, ia hapus seketika. Napasnya berusaha normalkan. Kepalanya ia anggukan, "Aku ini Daffa, aku ini anak Ibu," ujar Daffa dengan nada suara memastikan.
Satu bulir air mata keluar tanpa sengaja dari mata Natasha. Air ludahnya ia telan berusaha menyembunyikan suara paraunya, "Anak Ibu sudah besar." Kepalanya ia angkat menatap wajah Daffa, "Anak Ibu tambah ganteng," tambahnya dengan senyuman kecil yang mengambang di wajahnya.
Daffa tersenyum, "Jadi dulu anak Ibu ini gak ganteng?" tanyanya dengan nada cengirannya.
Tangan Natasha mengusap sisa-sisa air mata di wajahnya. Sebuah senyuman tersungging di wajahnya. Kedua tangannya ia kaitkan tepat di depan dadanya, "Hmm, bisa dipikir iya," ujarnya dengan sedikit kekehan.
Daffa tak menggubris ucapan yang dikatakan ibunya. Daffa tahu ibunya hanya bercanda akan hal itu. Senyuman terus tersungging di wajahnya. Semua perasaan rindunya seakan terangkat sudah.
Di waktu yang sama, Laura mengerang kesal ketika perutnya terus berbunyi-bunyi seakan serigala yang tak dapat keluar dari kandangnya.
Perut Laura kembali berbunyi ketika rekan kerja papanya telah keluar dari ruangan papanya. Sebelah tangan Laura teralih memegang perutnya, "Pa, aku lapar," ujarnya dengan senyum canggungnya.
Papanya menghela napasnya. Sebelah tangannya merogoh saku jas dokternya, mencari-cari keberadaan uang yang dimilikinya. Didapatnya selembaran uang dua puluh ribuan kemudian disodorkannya pada Laura.
Laura beralih kecil, mengambil uang yang disodorkan papanya untuknya. Senyumannya ia maniskan semanis authornya, eh salah ya. Ralat, senyuman manisnya tersungging di bibirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017