Part 41

2.2K 156 50
                                    

"Wish I could find a way to disappear
All these thoughts they make no sense
I find bliss in ignorance"
One Step Closer - Linkin Park


Hendra menautkan jari-jemari tangannya di atas meja kebesarannya. Kedua jari kelingkingnya seraya mengetuk-ngetukkan meja. Matanya fokus menatap foto-foto yang diletakkan secara rapi di atas mejanya disertai dengan kedua alisnya yang tertaut. Penglihatannya terus mengamati foto-foto tersebut secara berulang-ulang juga bergantian.

"Ini yang terakhir, Tuan." Salah satu petugas dari Hendra meletakkan foto yang dipegangnya di atas meja Hendra.

Pandangan Hendra teralihkan. Ia menatap foto terakhir yang diletakkan oleh petugas tersebut. Kedua alisnya masih tertaut. Matanya mengamati foto tersebut secara lamat-lamat.

Foto yang terdapat Laura bersama Daffa tengah tertawa satu sama lain. Mata Daffa fokus menatap Laura yang di foto itu sedang menatap lurus ke depannya. Mereka tertawa lepas. Mata mereka memancarkan kecintaan satu sama lain.

Tangan Hendra teralih mengambil foto yang mencuri perhatiannya itu. Matanya menatap foto itu cukup lama. Rasa ketidaksukaan terbersit dalam dirinya. Hatinya merasa sedikit tersakiti. Mungkin? Sedikit tak suka karena mereka, mereka masih muda dan sudah memiliki rasa cinta yang terbalaskan, tanpa adanya pertengkaran satu sama lain.

Ia menelan air ludahnya. Darahnya mengalir begitu deras. Amarahnya melonjak-lonjak. Daffa tidak menghiraukan ucapannya. Daffa tidak memedulikan apa yang ia perintahkan. Senyuman sinis terpampang di wajahnya, "Berani-beraninya kau, nak," tuturnya dengan nada ancaman.

Hendra menengadahkan kepalanya. Matanya melirik ke arah pintu sejenak, mengisyaratkan pada pengawal di depannya bahwa dia boleh pergi. Petugas tersebut memberi hormat sejenak kemudian berlalu keluar dari ruang kerja Hendra.

Mata Hendra terus mengekor petugas tersebut hingga batang hidungnya tak dapat dilihatnya. Helaan napasnya secara perlahan, mulai terdengar sendiri di telinganya. Arah pandangannya kembali menurun pada kumpulan foto-foto di atas mejanya. Sebelah alisnya terangkat. Foto-foto yang di dalamnya terdapat semua jenis pantauan untuk kedekatan Laura dengan anaknya dari petugas dari beberapa hari terakhir.

Ternyata, caranya memisahkan Daffa dengan Laura masih salah. Daffa sama sekali tak mengindahkan perintahnya. Mungkin memang pikirannya sudah sangat keras, melebihi istilah kepala batu.

Otaknya berpikir secara keras, memikirkan cara yang tepat untuk memisahkan mereka berdua. Pikirannya mencari-cari alasan yang bisa digunakannya untuk mengelabui Daffa. Sembari memutar-mutar kursinya, pikirannya terus berkinerja dengan keras. Kedua alisnya berkerut, membayangkan cara-cara yang efisien.

Tangan kanannya teralih mengambil ponsel yang terdapat di meja kerjanya. Layar ponselnya ia buka kemudian mengetikkan beberapa angka yang langsung terhubung dengan petugasnya.

Hendra berdehem. Didengarnya suara petugasnya dari seberang sana. "Saya butuh informasi tentang Laura, pacarnya Daffa," ujarnya dengan tegas.

"Oke, Tuan."

Hendra mematikan sambungan teleponnya. Diambilnya beberapa foto paparazzi Laura dan Daffa di atas mejanya. Jari-jemari tangan kirinya mengetuk-ngetuk meja kerjanya sambil sesekali membuka kumpulan foto selanjutnya.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering kecil menandakan adanya pesan baru. Ia meletakkan foto-foto yang dipegangnya di atas meja kerjanya. Jari telunjuknya menekan ikon pesan kemudian membaca kalimat demi kalimat yang dikirimkan oleh petugasnya tersebut dengan saksama.

Double BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang