"Sometimes these cuts are so much deeper than they seem"
Misery - Maroon 5Daffa menghentikan motornya di salah satu parkiran sebuah Departement store yang cukup terkenal di Jakarta, yang merupakan milik dari ayahnya. Tak lupa dirinya melepas helm full face yang dikenakannya kemudian digantungnya pada setang motornya.
Ia menghembuskan napasnya perlahan. Semoga ayahnya tak mendatangkan emosinya lagi. Sebenarnya ia tak ingin bertemu dengan ayahnya secara langsung, tetapi hal ini dilakukannya agar Laura tak menderita. Keluarga Laura tak hancur sama seperti keluarganya.
Perlahan tapi pasti kedua kakinya ia langkahkan memasuki Departement store milik ayahnya tersebut. Jika boleh jujur, dirinya sangat jarang mengunjung toko busana tersebut meskipun pemiliknya adalah ayahnya sendiri.
"Selamat sore, Mas Daffa!" ucap salah satu pegawai perempuan dalam Departement store milik ayahnya tersebut sembari menyunggingkan senyuman terbaiknya.
Daffa hanya membalas ucapannya dengan senyuman kecilnya kemudian kembali berjalan menuju ruangan ayahnya. Ia juga tak mengerti mengapa para pegawai di Departement store tersebut bisa mengetahui namanya sementara dirinya sangat jarang mengunjungi tempat yang dipijakinya kini.
Tangannya memutar kenop pintu ruangan milik ayahnya sembari menelan air ludahnya. Hatinya berusaha meredam seluruh emosi yang berkecamuk dalam dirinya. Tak lupa sebelum memutar kenop pintu, sebelah tangannya digunakannya mengetuk pintu ruang kerja ayahnya dengan tiga kali ketukan.
Baru saja pintu terbuka, terlihat seorang pengawal ayahnya yang baru saja keluar dari ruang kerja ayahnya. Hampir saja pengawal itu menabrak Daffa, tetapi dengan cepat Daffa menghindar memberi jalan untuk pengawal tersebut. Kernyitan di dahinya muncul ketika menatap kepergian pengawal tersebut. Apalagi yang baru saja ayahnya lakukan.
Kedua kakinya melangkah masuk ke dalam ruang kerja milik ayahnya. Kedua alisnya tertaut satu sama lain sembari menatap foto yang mungkin tak sengaja jatuh tepat dihadapannya. Langkah kedua kakinya terhenti seketika.
Ia berjongkok, mengambil foto tersebut. Amarah yang tadinya ia mohon agar tak berkecamuk akhirnya berkecamuk juga. Tujuannya bertemu ayahnya seakan teralihkan.
Ia mendongak, menatap ayahnya dengan tatapan nanar. Dengan cepat, kedua kakinya melangkah menuju ayahnya yang kini sibuk memasukkan sesuatu ke dalam meja kerja.
Hendra menaikkan sebelah alisnya ketika melihat tatapan nanar yang ditorehkan Daffa. Setelah selesai memasukkan benda-benda ke dalam meja kerjanya tersebut, kedua tangannya tertaut satu sama lain diatas mejanya.
Sebelah tangan Daffa yang memegang foto tersebut secara kasar meletakkan foto tersebut diatas meja ayahnya. "Ini apa?" tanyanya dengan nada yang rendah.
Hendra hanya diam, menatap foto tersebut. Foto hasil paparazzi dari Natasha yang tak sengaja jatuh.
Daffa tertawa hambar, "GUE TANYA INI APA HAH?!" ulangnya dengan nada suara yang meninggi. Kedua tangannya dengan kuatnya mencengkram ujung-ujung dari meja kerja ayahnya. Kedua matanya memancarkan tatapan nanarnya.
Hendra tetap diam sembari berusaha tenang. Sesekali jari telunjuk teralih mengusap-usap hidungnya. Matanya terus fokus pada foto paparazzi Natasha tersebut.
Daffa kemudian membuang muka, muak akan tingkah laku ayahnya yang seakan tak salah sama sekali. Tak lama, tawa yang terdengar sumbang menggema dalam ruang kerja milik ayahnya. Daffa tertawa hambar tanpa peduli tawanya yang memang terdengar sangat sumbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017