Part 37

2.4K 154 53
                                    

"Wajar bila saat ini, kuiri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah"
Diary Ekspresiku - Last Child

Perlahan demi perlahan, badan matahari menghilang di sebelah barat bagian bumi. Tugasnya untuk menyinari sebagian dari bumi telah berakhir untuk hari ini digantikan oleh sebagian dari bumi yang lainnya. Cahaya dari sosok yang tak pernah tidur, yaitu bulan dengan seizin dari matahari memantulkan cahaya matahari tersebut.

Cahaya yang cukup terang dari lampu hias taman di depan rumahnya ditemani oleh pantulan dari cahaya matahari akibat berbagai siklus sehingga bulan sebagai alat pemantulnya, membuat Daffa dapat melihat objek pada malam hari dengan jelas.

Semilir angin malam menyambut kedatangannya kembali pada rumahnya yang berdiri kokoh dengan hiasan lampu hias khusus untuk taman di sekitar pekarangan rumahnya yang bisa dibilang sangat luas. Tak lupa dengan sebuah kolam ikan yang terdapat air mancur ditengah-tengahnya, berdiri secara kokoh ditengah-tengah pekarangan rumahnya yang tampak sangat indah dengan hiasan cahaya lampu kerlap-kerlip berwarna-warni, membuat desain kolam ikan tersebut sangat indah.

Tubuhnya masih dibalut dengan seragam sekolah SMA Pelita Harapan dan jaket berwarna hijau yang biasa dikenakannya untuk berkendara. Tas Adidas berwarna hitam miliknya masih bertengger dengan rapi di punggungnya.

Ia masih ingat kejadian tadi, kejadian yang menyebabkannya pulang terlambat, bahkan sangat terlambat bagi siswa-siswi lain. Ia tadinya berniat untuk mengantar Laura pulang, tetapi didahului oleh Ibu dari Laura yang datang menjemput Laura lebih cepat. Karena hal itu, ia memutuskan untuk mampir ke rumah Laura dan bertemu dengan Ayah dari Laura yang dipastikannya tadi baru saja pulang dari tempat kerjanya dengan perlengkapan khas dokter yang masih bertengger manis di badan Ayah Laura.

Ia dan Ayah dari Laura sempat berbincang-bincang dengan kurun waktu yang cukup lama dengan bahan perbincangan yang tiada habisnya sehingga menyebabkan Laura jengah dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Daffa tak melewatkan momen dimana Laura yang terlihat bosan dan kesal kemudian masuk kembali ke dalam kamarnya. Ia menanggapi hal tersebut dengan seulas senyum kecil karena tingkah yang menurutnya sedikit konyol tersebut. Juga tak lupa Ayah dari Laura mengajaknya untuk salat maghrib bersama sembari mengajarkannya menjadi imam yang baik untuk keluarga yang mungkin akan dibentuknya di masa depan.

Daffa menggeser layar ponselnya yang sedari tadi dipegangnya di tangan kanannya, mengecek notifikasi-notifikasi yang tercatat pada ponselnya. Juga tak lupa diceknya jam yang tertetera pada bagian atas ponselnya. Ia menghela napasnya perlahan, sudah hampir jam tujuh, gumamnya.

Ponselnya ditaruhnya dalam saku seragam sekolahnya kemudian membenarkan balutan jaket hijau yang sedang dikenakannya di badannya. Kakinya diseretnya berjalan masuk ke dalam rumahnya sembari mengantongi kedua tangannya di saku jaketnya.

Namun, tanpa sengaja seorang pengawal dari ayahnya menabrak bahunya sehingga membuat Daffa dengan segera memegang bahunya seraya meringis kesakitan. Pengawal itu berbalik, ia menundukkan sedikit badannya disertai dengan tatapan bersalahnya, "Maaf Tuan Daffa, saya tidak sengaja."

Daffa mengangkat sebelah alisnya, melirik pengawal tersebut sejenak kemudian penglihatannya tertuju pada amplop berukuran besar berwarna coklat polos yang dibawa oleh pengawal tersebut. Ia menggelengkan kepalanya. Pasti Ayah. Halah, palingan isinya gak penting doang, batinnya. Matanya kembali tertuju pada pengawal tersebut. Ia menoleh kepalanya ke arah pintu masuk rumahnya dengan sedikit mengangkat kepalanya, mengisyaratkan pengawal tersebut untuk pergi.

Double BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang