Part 46

2.4K 155 18
                                    

"Biarkanku memelukmu tanpa memelukmu"
Mengagumimu dari Jauh - Tulus


Langkah kaki Laura terhenti secara tak sengaja. Tubuhnya mematung sesaat. Air ludahnya ia telan secara perlahan. Pandangan matanya terfokus pada satu objek yang tengah berjalan berlawanan arah dengannya.

Daffa, menyebut namanya dalam hati saja sudah membuat perih dalam hatinya. Mata Laura menangkap Daffa yang tengah terlihat ceria, seperti biasanya. Namun, Laura masih dapat melihat luka dalam raut wajahnya.

Raut wajah ceria yang dipaksakan. Mungkin kebanyakan orang akan mengatakan Daffa adalah orang paling bahagia di dunia, orang yang sama sekali tak mempunyai masalah apapun. Namun, anggapan mereka sangat salah bagi Laura. Daffa sangat pandai menyembunyikan hatinya yang terluka. Daffa sangat pandai berakting layaknya hidupnya memang enjoy-enjoy saja. Tetapi mereka tak tahu, ada kesedihan dibalik kebahagiaannya yang disembunyikan.

Pandangannya terus tak melewatkan setiap gerak-gerik dari Daffa. Sama sekali tak terlihat tanda-tanda bahwa Daffa akan berbalik untuk menatapnya juga membuat rasa sesak di dadanya muncul.

Raut wajahnya masih sama seperti dahulu, namun ia berbeda. Ia terasa sangat jauh, sangat jauh untuk digapai.

Laura menunduk sembari menghembuskan napasnya perlahan. Tak ada gunanya memandang Daffa secara terus-menerus. Daffa tak lagi akan menggubrisnya. Harapan dalam hati Laura tak akan terwujud. Daffa bukan lagi sosok yang dulu. Daffa bukan lagi sosok yang suka menentang ayahnya. Daffa berbeda, dia sudah mengikuti kata-kata yang diucapkannya dahulu.

Secara paksa, pandangan matanya ia malingkan dari objek yang sedaru tadi menarik perhatiannya. Ia kembali melangkah ke tempat yang sedari tadi ditujunya. Matanya tak lagi memandang Daffa, matanya kini fokus pada jalanan menuju ruang guru.

Ia tak memedulikan jantungnya yang berdegup begitu kencang, atatupun dadanya yang terasa sesak.

Daffa tersenyum miris walaupun senyuman itu dengan cepat ia hilangkan. Ia sudah sadar sedari tadi Laura menatapnya, namun ia sama sekali tak berniat menatapnya balik. Alasan utamanya karena ia tak ingin membuka hatinya lagi untuk Laura meskipun memang hal itu susah, sangat susah. Demi ayahnya.

Kakinya berhenti melangkah sesaat setelah Laura kembali berjalan tanpa memandangnya lagi. Kedua bola matanya mengekori arah tubuh Laura beralih. Sebuah senyuman terpaksa terukir di wajahnya, namun dengan cepat ia hapus.

Dia tahu dia memang jahat. Alasan utamanya memang begitu jahat. Sebenarnya sama seperti Laura, hal ini tidak ingin dilakukannya. Ia benci melakukannya. Dan satu lagi, ia benci dengan orang yang menyuruhnya melakukan hal seperti ini.

Kini, mungkin perspektif akan dirinya sudah berubah di mata Laura. Tidak lagi seperti dahulu. Akan tetapi, ia tak berdaya melawan ayahnya kali ini. Saat ini, ia sudah berubah. Layaknya dirinya yang sudah membuat jaraknya dengan Laura menjauh. Sangat susah lagi untuk dirinya merengkuh kembali jarak yang telah dibuatnya.

Disisi lain, Farel menghela napasnya secara perlahan. Kepalanya ia gelengkan. Matanya sudah melihat semuanya. Momen tadi sudah tercetak dengan jelas dalam benaknya.

Kedua kakinya kemudian ia langkahkan menuju Daffa yang masih saja menatap punggung Laura yang sudah menghilang. Tangannya teralih menepuk bahu Daffa membuatnya tersentak.

"Lu liat apasih?" tanyanya berlagak seperti tidak mengerti. Arah pandangan matanya mengikuti arah pandangan mata Daffa tadi.

"Kepo deh lo," ungkap Daffa.

Sebelah tangan Farel teralih mengaitkannya pada leher Daffa. Kakinya ia langkahkan menuju tempat duduk yang tak jauh dari tempat mereka berdiri diikuti oleh Daffa. Ia tertawa kecil, "Masa lo kagak mau ngasih tau sama sahabat lo yang unyu banget ini?"

Double BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang