"Give you all i got
In every way i will
You're the only reason why"
Mark My Words - Justin Bieber
Buku catatan Penjaskes Laura kumpulkan tepat di depan meja Pak Azis. Lalu berbalik menuju tempat duduknya kembali dengan riang karena akhirnya tugasnya telah siap."Kamu," ucap Pak Azis tiba-tiba.
Laura berhenti, ia membalikkan tubuhnya, menunjuk dirinya sendiri dengan gugup. Pikiran-pikiran aneh mulai menyinggahinya. Jantungnya berdetak melebihi batas normal, takut gurunya itu akan kembali mengungkit kejadian memalukan beberapa hari yang lalu itu.
Pak Azis melepas kacamata yang dikenakannya lalu melirik tumpukan buku di depannya dengan sebelah alis terangkat, "Tolong bawa buku itu ke ruangan saya!" sahut Pak Azis kemudian kembali sibuk dengan daftar nilainya.
Mendengar itu, Laura menghela nafasnya. Ternyata gurunya tak mengungkit insiden yang sangat memalukan bagi Laura itu.
"Oh, baik Pak," ucap Laura akhirnya. Ia melirik tumpukan buku catatan tersebut dengan sedikit keluhan. Sumpah bukunya banyak bener, gimana gue bisa bawa batinnya.
Kedua tangannya kemudian ia renggangkan lalu mengangkat tumpukan buku catatan itu ke ruangan Pak Azis.
"Ck! Ini buku apa gajah sih, berat banget," kesalnya ketika ia menatap ruangan Pak Azis yang masih jauh.
Karena banyaknya buku yang ia bawa, ia harus sedikit membetulkan pegangannya dan berhati-hati berjalan agar tidak menimbulkan kegaduhan juga dirinya tidak menimbulkan insiden memalukan lagi.
Ia terus berjalan menuju ruangan Pak Azis dengan langkah kaki yang cukup pelan dan hati-hati. Ia yakin pasti tangannya sudah memerah saat ini akibat buku catatan yang sangat berat yang dipegangnya.
Kesialan datang lagi pada Laura, tali sepatunya terbuka membuat dirinya merutuk kesal. Ia bingung apa yang akan diperbuatnya. Jika ia menurunkan buku itu, pasti ia akan kesulitan lagi untuk mengangkatnya. Jika ia menghiraukan tali sepatunya yang terbuka, ia akan terjatuh dan membuat insiden memalukan lagi.
"Sini gue pegangin."
Seakan dapat membaca pikiran Laura. Orang itu dengan sigap mengambil tumpukan buku catatan yang dipegang Laura. Lalu kemudian Laura kembali fokus pada tali sepatunya yang terbuka.
Ia menoleh ke arah depannya berniat mengucapkan terima kasih, sebelum matanya dipenuhi keterkejutan dengan orang yang membantunya saat ini.
Dengan sikap acuh tak acuh, Laura mengambil tumpukan buku catatan yang berada di tangan orang di depannya saat ini. Ia terus mengarahkan kakinya ke ruangan Pak Azis tanpa mempedulikan Rhasel, orang yang menolongnya.
Rhasel tak memedulikan sikap yang didapatkannya dari Laura. Ia mengambil beberapa buku catatan yang ada di tangan Laura yang tidak dibalas sepatah kata apapun dari Laura, ia terus mengikuti kemana langkah kaki Laura.
Karena merasakan adanya keheningan di antara mereka berdua, Rhasel berdehem berusaha mencairkan suasana. Matanya memandang ke arah Laura, "Gak mau bilang makasih nih?" tanya Rhasel dengan sebelah alisnya terangkat.
Laura menghiraukan ucapan dari Rhasel. Kakinya terus ia langkahkan menuju ruangan dari Pak Azis, mulutnya ia katupkan tak berniat mengucapkan balasan dari apa yang dikatakan oleh Rhasel, pandangan matanya mengarah ke depan sama sekali tidak melirik ke arah Rhasel sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017