"And I don't know why I can't keep my eyes off of you"
You and Me - Lifehouse"Niken sama Shania belum datang ya?" tanya Laura pada salah satu teman kelasnya yang duduk pada posisi kursi dibelakangnya, dengan kedua tangan yang masih memegang erat kedua tali tasnya.
"Belum datang kayaknya soalnya gue gak liat sama sekali batang hidung tuh anak dua," sahut Naila, teman sekelas Laura yang duduk di posisi belakang Laura sembari terkekeh.
Kayla yang kini duduk disamping Naila menengadahkan kepalanya kearah Laura sambil memperlihatkan deretan gigi-giginya tersenyum, "Jangan jadi jones gegara sahabat lu belum datang," tuturnya dengan mengarahkan pandangannya pada Naila yang kini ikut terkekeh. Dagunya ia majukan berniat menunjuk ke pintu kelas, "Noh ke kelas Daffa, kan lo berangkat bareng," tambahnya dengan cengiran lebarnya.
Laura mendengus kemudian memutar kedua bola matanya. Ia melepaskan pegangan eratnya pada tali tas yang diranselnya kemudian meletakkannya pada tempat duduknya. Ia duduk di kursinya, tak mempedulikan candaan teman sekelasnya yang posisi duduknya dibelakangnya.
Tangan kanannya teralih mengambil ponsel di saku bajunya, mengecek jam. Jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima menit. Dan kedua sahabatnya itu memiliki rekor terbaru, mereka datang lebih lambat daripada dirinya. Biasanya mereka berdua sudah duduk manis di kursinya atau berbincang-bincang di koridor pada saat ini.
Tak mungkin dirinya harus berjalan ke kelas Daffa untuk mengisi waktu kosongnya kini, karena sudah ia yakini pasti Daffa belum datang. Ia yakin bahwa kini Daffa masih saja duduk dengan santai di rumahnya. Pesan yang dikirimkannya di Line sejak tadi malam tidak menandakan tanda-tanda akan dibalas oleh Daffa sehingga menimbulkan pikiran dalam benak Laura bahwa Daffa telah tidur.
Ponselnya diletakkannya di mejanya dengan posisi tak jauh dari tangannya yang ia luruskan di atas mejanya. Laura menghela nafasnya secara perlahan. Dengan cekatan, tangannya ia tautkan satu sama lain diatas meja, kemudian menenggelamkan kepalanya. Pikirannya kembali berputar-putar, memikirkan hal yang mungkin dan tidak mungkin.
Cting!
Ponsel Laura berbunyi menandakan adanya pesan dari aplikasi Line. Laura berdecak kesal. Tangan kanannya mengambil ponselnya tersebut dengan gerakan malas.
Dibukanya layar ponselnya kemudian membuka aplikasi Line. Sudut-sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil melihat pengirim pesan tersebut.
Dapa gila : Hoamm, baru bangun aku
Dapa gila : Gak ada ucapan selamat pagi, nih?Laura terkekeh kecil. Diputarnya kedua bola matanya lagi, membalas pesan dari Daffa yang sudah direnamenya menjadi 'Dapa gila' karena ketidakwarasannya tersebut. Jari-jemari tangannya berhenti mengetikkan pesan ketika merasakan kursi yang ada disampingnya, didudukki oleh seseorang.
Dengan antusias, ia menolehkan kepalanya, berharap orang yang duduk disampingnya itu adalah Shania yang baru saja datang. "Shan-," perkataannya terhenti digantikan dengan belalakan matanya, "astaghfirullah alazim," pekiknya kemudian. Hampir saja dirinya terjatuh ke belakang melihat Daffa yang duduk disampingnya dengan kepala yang dimajukan hingga memberikan jarak hanya sekitar satu jengkal kearahnya juga disertai dengan senyumannya.
Arah pandangan Laura kembali diarahkannya lurus ke depan. Tangan kirinya digunakan mengelus-elus dadanya, "Untung aja gue gak punya riwayat penyakit jantung," ujarnya dengan nada rendah, lebih pada dirinya sendiri. Tangan kanannya digunakan memegang ponselnya dengan posisi tangan kanan yang diluruskan di atas meja.
Daffa menghiraukan umpatan dari Laura tersebut. Dengan wajah tanpa dosanya, ia memajukan kepalanya, menatap ponsel Laura secara dekat, "Kamu gak bales chat aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017