"When you go
Would you ever turn to say
I don't love you,
like i did yesterday"
I Don't Love You - My Chemical RomanceDaffa menoleh menatap ke arah luar jendela kafe yang sering dikunjunginya. Menatap berbagai jenis kendaraan yang berlalu lalang dengan leluasanya di jalan raya Jakarta.
Sesekali, ia menyeruput caramel frappuccino yang sedari tadi sudah dipesannya dengan es yang sudah mencair di minumannya.
Daffa menggeser ponselnya berniat melirik jam, sudah jam lima. Itu berarti dirinya telah berdiam diri di kafe selama dua jam.
Sungguh ini adalah hal yang ia tidak suka, ketika dirinya harus pulang ke rumahnya. Dirinya berbeda, disaat siswa-siswi lain bahagia jika bel tanda pulang sekolah berbunyi tetapi dia tidak. Disaat siswa-siswi yang lain mengeluh jika guru menjelaskan tak kenal waktu hingga lupa bel sudah berbunyi, Daffa dimasukkan dalam pengecualian.
Daffa lebih memilih mendengarkan penjelasan yang sungguh membosankan hingga lupa waktu dibandingkan harus berada di rumahnya.
Ia menghela nafas. Dengan malasnya, ia menyambar jaket dan tasnya yang ia taruh disampingnya juga tak lupa dengan ponselnya.
Namun, dirinya terhenti melakukan aktivitasnya itu ketika melihat Anggi. Ya, Anggi selalu mengacaukan setiap suasana dimana Daffa sedang tidak ingin dirinya muncul dihadapannya.
Anggi mengedarkan pandangannya ke seluruh kafe. Tatapan matanya terhenti di salah satu pojok kafe. Ia tersenyum lalu melangkahkan kakinya ke pojok kafe tersebut.
Daffa menghembuskan mafasnya ketika Anggi berjalan mendekatinya. Ia tetap berdiri di tempatnya, tak berniat sama sekali untuk melangkah. Tanpa ia sadari Anggi telah berada tepat di depan matanya.
Anggi terduduk tak lupa dengan senyumannya. Ia menatap Daffa yang hanya terdiam mematung, "Lo gak duduk?" tanyanya dengan raut wajah heran.
Mendengar itu, Daffa yang tadinya akan berniat pergi ikut terduduk. Saat ini dia lebih memilih untuk berhadapan dengan Anggi daripada harus berhadapan dengan ayahnya.
Mata Daffa kembali ia alihkan ke arah jendela yang berada disampingnya. Kembali menatap kendaraan yang berlalu lalang dengan berbagai pikiran-pikiran yang tercipta di otaknya.
"Lo mau pesan apa? Gue traktir," ujar Anggi dengan antusias.
Menghiraukan ucapan Anggi, Daffa tetap menatap keluar jendela kaca yang terlihat sedikit berembun tanpa berniat mengeluarkan suara.
Anggi memandang Daffa cukup lama ketika pelayan sudah berlalu dengan pesanannya. Tidak terlihat sedikitpun gerakan Daffa untuk meliriknya ataupun menoleh ke arah lain.
Anggi menghela nafas, "Sampai kapan sih lo mau kayak gitu sama gue?" tanya Anggi dengan gusar. Entah keberanian darimana ia dapat melontarkan kalimat itu.
Daffa melirik Anggi sekejap lalu menghembuskan nafasnya. Kedua tangannya ia tautkan di atas meja. Terlihat sebuah kernyitan di dahinya, "Gue apain lo emang?" Daffa tahu dia memang berubah, dia berubah. Namun, perubahan itu seolah dia sembunyikan agar Anggi sama sekali tak tahu.
Anggi menelan ludahnya, "Kenapa lo jadi seorang Daffa yang nggak gue kenal?"
Mendengar perkataan Anggi, Daffa terkekeh lalu tersenyum miring, "Sama sekali gak nyadar diri," ujarnya lebih pada diri sendiri lalu kembali menolehkan kepalanya ke arah jendela kafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Dla nastolatkówAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017