"I am crying, a part of me is dying"
Confessions of A Broken Heart - Lindsay Lohan***
Rhasel memutar kenop pintu kaca salah satu cafe di kota Jakarta. Sebelah tangannya yang lain memegang minuman dingin yang sudah hampir habis. Sesekali sebelah tangannya terangkat untuk meneguk minuman tersebut hingga menyisakan es batu di dalamnya yang belum mencair.
Aroma kopi khas dari cafe tersebut digantikan oleh bau asap dari kendaraan yang berlalu lalang di kota Jakarta. Sebelah tangannya teralih membuang botol minuman dingin yang tadi dipegangnya di salah satu tempat sampah tak jaih dari posisinya berdiri.
Sudah lebih dari dua jam dirinya hanya berdiam diri dalam cafe tersebut ditemani dengan minuman dingin tadi juga sahabat setianya, yaitu ponselnya sendiri.
Tak lama, ponselnya berbunyi menandakan adanya pesannya baru yang dikirimkan oleh seseorang. Diambilnyalah ponsel yang berada dalam saku jaketnya kemudian membuka ponselnya dengan satu tombol cepat. Aplikasi pesan langsung muncul seketika jarinya menggeser layar ponselnya.
Bunda
Jangan tidur malam-malam, nak! Bunda rindu sama kamu😙Rhasel sedikit tertawa hambar ketika membaca pesan bullshit dari bundanya tersebut. "Eleh, sampah," umpatnya. Satu tekanan jarinya pada tombol ponselnya kemudian ponselnya tersebut mati.
Tak ada niat sama sekali untuk membalas pesan bundanya tersebut. Tidak ada gunanya dan tidak perlu dipercaya. Semua kata-katanya hanya omong kosong belaka.
Sejak dirinya mulai mengerti bagaimana siklus dari kehidupan, disitu ia mulai sadar orang tuanya terlalu sibuk dengan dunianya masing-masing tanpa ada waktu untuk memberikan kasih sayang kepadanya. Ia sadar bahwa tak ada gunanya semua kebutuhan barang yang diberikan tanpa adanya sedikit kasih sayang orang tuannya.
Dengan perlahan, ia menghembuskan napasnya, menghirup udara malam kota Jakarta yang sudah disertai berbagai jenis polusi. Kedua tangannya ia jejalkan pada jaket berwarna hitam yang ia kenakan.
Kedua kakinya ia langkahkan menuju ke arah mobil miliknya. Kunci mobil miliknya entah sejak kapan sudah digenggamnya dalam saku jaketnya. Matanya terarah pada barisan mobil pada cafe tersebut.
Baru saja tangannya teralih membuka mobilnya, pandangan matanya teralihkan. Dari arah yang berlawanan dari posisinya kini, matanya dikejutkan oleh seseorang yang terlihat sangat familiar wajahnya berjalan dengan langkah pelan melintasi jalan raya kota Jakarta, tanpa menghiraukan kendaraan yang hampir saja menabraknya.
Ia memicingkan kedua matanya agar dapat melihat lebih jalan seseorang tersebut.
Daffa.
Ya, orang itu adalah Daffa. Kedua matanya berhasil membulat sempurna melihat hal tidak wajar yang dilakukan oleh Daffa. Apa yang dia ingin lakukan dan mengapa dia melakukan hal bodoh macam itu.
Ia mengurungkan niatnya untuk pulang kembali ke rumahnya. Kini, pikirannya hanya tertuju pada Daffa. Kedua kakinya berlari semampu yang ia bisa, menghampiri Daffa untuk menyelamatkan Daffa dari aksi gilanya.
"Tolol, tolol, tolol," umpat Rhasel dengan napas terengah-engah.
Matanya tertuju pada Daffa yang secara tiba-tiba berhenti di tengah jalanan yang cukup luas juga dipenuhi oleh kendaraan yang ramai berlalu-lalang. Rasa benci yang ada pada dirinya tergantikan oleh rasa khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017