"Don't need these other pretty faces
Like I need you
And when you're mine, in the world
There's gonna be one less lonely girl"
One Less Lonely Girl - Justin Bieber
Rintik-rintik hujan terus saja turun dengan derasnya tanpa adanya tetapi. Awan-awan sudah berubah menjadi hitam kegelapan sedari tadi. Sinar matahari tak seterang biasanya. Suara gemuruh bisa saja terdengar secara tiba-tiba.Dilihatnya beberapa orang yang masih berteduh di toko-toko yang belum dibuka oleh pemiliknya, sesekali orang-orang tersebut mengeluh.
Langit masih saja memancarkan kesedihannya sehingga beberapa manusia juga turut merasakan kesedihan yang sama seperti dirasakan oleh langit.
Namun hal itu tidak berlaku bagi Daffa. Wajahnya memancarkan kebahagiaan, sama seperti hatinya yang masih saja berbunga-bunga. Diingatnya hari kemarin dimana ia menyatakan perasaannya kepada Laura. Dimana Laura yang terlihat salah tingkah. Dimana Laura menerimanya. Tanpa sadar, sebuah senyuman kecil terukir di wajah Daffa disertai dengan kekehan.
Diarahkannya matanya pada rumah bergaya minimalis dengan warna dominan putih yang berada tak jauh darinya kini. Senyumannya kembali tersungging. Sejenak, ia lirik ponselnya melihat jam yang masih menunjukkan kira-kira setengah tujuh pagi. Ditancapkannya gas mobilnya, mendekat dengan rumah itu.
Mobilnya ia hentikan tepat di depan rumah bergaya minimalis yang merupakan rumah dari Laura. Hujan masih saja turun dengan derasnya disertai dengan suara gemuruh yang kadang-kadang terdengar jelas di telinga Daffa. Disambarnya payung yang berada pada jok mobil disampingnya.
Sebelah tangannya teralih membuka pintu mobilnya. Tak lupa sebelumnya diambilnya kunci dari mobilnya. Kedua tangan miliknya dengan cekatan membuka payung bermotif garis-garis tersebut melihat efek dari derasnya hujan dapat membuat seragam sekolahnya basah.
Kedua kakinya diseretnya menuju benda kecil berwarna putih yang tertempel kuat di tembok disamping pagar rumah Laura. Jari telunjuk tangan kirinya terulur memencet benda kecil yang merupakan bel tersebut secara berkali-kali.
Tak lama, dilihatnya seorang wanita berumuran sekitar empat puluh tahun membukakannya pagar dengan payung yang dipegangnya di tangan kanannya. Wanita itu memandang Daffa sejenak dengan kedua alis yang tertaut kemudian tersenyum, "Pasti kamu yang waktu itu antar Laura, kan?" tanya wanita tersebut.
Daffa mengangguk lalu tersenyum kikuk, "Oh, iya," ucapnya dengan sedikit rasa canggung.
Senyuman dibibir wanita tersebut tak hilang. Kembali, wanita tersebut membuka suara, "Saya ibunya Laura. Nama kamu sapa?" Wanita tersebut terlihat berpikir-pikir kemudian kembali membuka suara sebelum Daffa ingin menjawabnya, "Dan kamu siapanya Laura, ya?"
Dengan sekejap, Daffa tersenyum sopan, "Saya Daffa, Tante. Saya pacarnya anak Tante," jawabnya dengan nada yang terkesan sopan.
Daffa mengusap tengkuknya ketika dilihatnya wanita yang merupakan Ibu dari Laura menatapnya dengan tatapan yang mengintrogasi. Bisa dibilang sedikit canggung.
Ibu dari Laura kemudian kembali tersenyum, "Nyari Laura, kan? Mau bareng ke sekolah?"
Daffa kembali mengangguk, "Ehehehe, iya," ujarnya dengan senyuman sopan yang tersungging di bibirnya.
"Yaudah, ayo masuk!" seru Ibu Laura tersebut kemudian menuntunnya masuk menuju rumah dari Laura.
Daffa menghentikan langkah kakinya di teras depan rumah Laura. Payungnya ia letakkan di pekarangan rumah Laura. Diliriknya Ibu dari Laura yang menatapnya dengan tatapan heran.
Daffa tersenyum sopan, "Saya nunggu Laura disini aja, Tante."
"Gak mau masuk?" tanya Ibu Laura kembali memastikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Novela JuvenilAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017