Part 35

2.4K 181 48
                                    

"Cause I will fall for you
No matter what they say"
I Still Love You - The Overtunes

Daffa meletakkan tas Adidas hitam miliknya secara sembarangan di kursinya. Ia melangkah dengan cepat keluar dari kelasnya menuju kelas Rhasel. Kedua tangannya terkepal. Dadanya bergerak naik turun secara cepat seakan oksigen sangat minim saat ini.

Ia tidak memedulikan tatapan aneh yang dilontarkan kedua sahabatnya padanya. Pikirannya kini tertuju pada Rhasel. Ia sudah berpikir secara matang-matang tentang apa yang menyebabkan Laura menjauh darinya. Terlintas di benaknya sosok cowok yang termasuk dalam list orang yang tidak disukainya. Oleh karena itu, dia datang ke sekolah lebih cepat dari biasanya.

Arah langkah kakinya terus mengarahkannya ke koridor kelas XII-IPS. Langkah kakinya masih cepat. Kepalan tangannya semakin kuat. Sebersit harapan bahwa Rhasel datang lebih awal pada hari ini. Kedua bola matanya terus mencari-cari keberadaan Rhasel diantara siswa-siswi yang berlalu lalang di koridor.

Ia kemudian memutarkan arah kakinya ke kelas Rhasel yang sudah ada disampingnya. Sebelumnya, sempat ia pastikan kelas itu benar-benar kelas dimana Rhasel tempati. Ia masuk, tidak peduli dengan tatapan heran seluruh penghuni kelas.

Kedua bola matanya tertuju pada sosok Rhasel yang kini sedang tertawa bersama beberapa teman cowoknya dengan tatapan nanar. Ia berjalan lebih cepat kemudian memegang kerah seragam Rhasel, menariknya untuk berdiri. "Lo?! Lo gak bisa apa liat orang bahagia? Hah!?" bentaknya dengan tatapan nanarnya juga sedikit mengguncangkan tubuh Rhasel dengan kasarnya.

Indra yang merupakan teman sekelas Rhasel yang duduk di dekat pertengkaran mereka maju, berusaha melepaskan kedua tangan Daffa di kerah seragam Rhasel. Ditatapnya Daffa dengan tatapan sinis juga meremehkan, "Lo siapa? Main narik-narik baju aja," ujarnya.

Rhasel melepaskan tangan Indra yanh kini berusaha melepaskan kerah seragamnnya dari cengkraman Daffa. "Gausah biarin aja," ujarnya dengan nada kecil.

Kedua tangan Rhasel ditautkannya di depan dadanya. Tatapan meremehkannya mengarah pada Daffa. Ia tertawa hambar, "Gak ada gunanya lo narik-narik kerah baju gue kek gini. Gak bakal nyelesain masalah lo," ucapnya dengan santai. Kedua matanya melirik tangan Daffa yang masih setia mencengkram kerah seragamnya kemudian kembali menatap Daffa dengan tatapan sinisnya.

Daffa tak mengindahkan ucapan dari Rhasel tersebut. Kedua tangannya tetap ia gunakan mencengkram kerah baju Rhasel dengan tatapan nanarnya. "Segitu gak sukanya lo liat Laura sama gue sampe-sampe lo hasut Laura buat jauhin gue, ya," tuturnya dengan nada suara yang tajam.

Rhasel melepaskan kedua tangan dari Daffa di kerah bajunya. Ia menunduk sembari tertawa kecil. Kedua tangannya kembali ia tautkan di depan dadanya. Ia menatap Daffa dengan tatapan intensnya, "Gue emang gak suka liat lo sama Laura, tapi gue gak pernah hasut Laura buat jauhin lo."

Sudut-sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman manis yang terlihat dipaksakan. Tangan kanannya ia gunakan menepuk-nepuk bahu Daffa, "Gue gak sejahat itu, man." Rhasel menatap sahabatnya dengan alis terangkat kemudian tertawa disusul oleh sahabat-sahabatnya tersebut.

Daffa menatap secara intens Rhasel, berharap apa yang dikatakan Rhasel ada kebohongan. Ia menunduk, memikirkan apa yang baru saja dikatakan Rhasel. Untuk kali ini Rhasel memang benar. Dia kenal dengan baik Rhasel meskipun mereka berdua saling tak menyukai, saling membenci. Ia melirik Rhasel sejenak yang kini tengah mengangkat sebelah alisnya. Kepalan tangan di saku celananya, perlahan melemah.

Double BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang