"I feel we're as close as strangers"
Close As Strangers - 5 Seconds of Summer
Tangan Laura memegang tali tas ranselnya sembari berjalan memasuki SMA Pelita Harapan. Kantung mata dapat terlihat jelas di bawah matanya akibat efek dari begadang, dengan alasan karena tidak ingin terlalu singkat merasakan apa yang dinamakan hari esok jika dia tidur cepat. Sesekali ia menguap ketika berjalan menuju kelasnya. Kakinya melangkah dengan malas menuju kelasnya. Wajahnya datar, tidak terdapat ekspresi apapun disana.Hatinya masih hampa, tak diisi dengan apapun di dalamnya. Secara terpaksa ia memasuki wilayah sekolahnya, namun sebenarnya dia sungguh tak ingin datang ke sekolah saat ini. Satu-satunya alasannya yaitu karena tak ingin melihat Daffa. Akhh, mengingatnya saja sudah membuat hati Laura terluka, lagi.
Kakinya berbelok menuju arah ke koridor kelasnya. Matanya tak sengaja menatap Daffa yang berjalan berlawanan arah dengannya. Sorot keantusiasan mulai muncul dalam matanya. Perlahan tapi pasti, senyumannya mengembang.
Mata Daffa tanpa sengaja memandang Laura dari ujung koridor. Dilihatnya Laura yang menatapnya dengan senyumannya. Bagaikan candu, senyuman kecil terhias di wajahnya namun segera ia hapus.
Ingin rasanya ia datang menghampiri Laura, menarik lengannya dan membuatnya kesal. Ingin rasanya ia duduk disamping Laura dan mengutarakan lelucon-lelucon sehingga membuat Laura tertawa. Ingin rasanya ia kembali menatap Laura yang sedang terkekeh mendengar leluconnya sembari tersenyum menyeringai. Namun, semuanya tak dapat dilakukannya untuk saat ini dan untuk selamanya, mungkin.
Ia menggelengkan kepalanya. Secara terpaksa, pandangan matanya ia malingkan dari Laura. Ia membalikkan tubuhnya, mengurungkan niatnya berjalan ke ujung koridor akibat Laura.
Baru saja Laura akan melangkah menghampiri Daffa, Daffa sudah pergi lebih dahulu. Kakinya kembali ia posisikan seperti semula. Tubuhnya membeku beberapa saat. Ia menelan ludahnya sembari tersenyum kecut. Sorot mata keantusisannya berubah menjadi sorot mata kesedihan.
Segitukah Daffa berniat menjauhinya. Namun, tak mungkin Daffa tak mempunyai alasan apapun untuk menjauhinya. Dan haruskah Daffa menjauhinya.
Hatinya yang terasa hampa menjadi bertambah hampa ketika melihat Daffa yang sama sekali tak mempedulikannya. Dadanya sesak. Wajahnya berubah menjadi datar seperti semula. Dan ya, hatinya terasa sakit.
------
Siswa-siswi SMA Pelita Harapan bersorak ria ketika mendengar bahwa sekolah untuk kali ini pulang lebih cepat karena adanya beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh para guru SMA Pelita Harapan.
Laura memasukkan buku-bukunya ke dalam tas ranselnya. Matanya melirik jam yang tertera di ponselnya. Masih jam sebelas pagi.
Shania menyenggol lengan Laura yang kini tengah memasukkan beberapa peralatan sekolahnya ke dalam tasnya. "Abis ini lo mau kemana?" tanyanya.
Laura menatap Shania sejenak kemudian kembali fokus memasukkan peralatan-peralatan sekokahnya ke dalam tas. "Gue mau pulang aja," ujarnya dengan nada yang datar. Ia tahu Shania pasti akan memintanya untuk menemaninya pergi ke suatu tempat. Namun, untuk kali ini ia sangat malas pergi ke suatu tempat. Ia lebih suka berdiam diri di kamar, merenungkan setiap kejadian yang terjadi di hidupnya.
Shania mendesah pelan, "Lo mah gak asik." Matanya kembali menatap Laura dengan serius, "Eh btw, lo masih-" Perkataannya tak ia lanjutkan karena ia tahu hati Laura pasti akan kembali terluka mendengar nama itu.
Niken membalikkan tubuhnya, menghadap Laura. Ditatapnya Laura dengan kedua alis yang tertaut kemudian menghela napasnya secara perlahan, "Buat apa dipikirin kalo itu buat sakit hati? Lupain aja lah," ujarnya dengan nada yang tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017