"I put my heart into your hands
Here's my soul to keep"
Purpose - Justin Bieber
"Ada yang aku mau ngomongin sama kamu."Laura menutup buku paket Biologi yang tadi dibolak-balikkan lembar demi lembar halamannya kembali mengevaluasi apa yang sudah dirinya tangkap sejak belajar tadi malam untuk ulangan Biologi yang akan dilaksanakan hari ini. Kini, dirinya dan Daffa sedang berada di perpustakaan.
Laura membalikkan tubuhnya, menghadap Daffa. Diubahnya posisi duduknya yang tadi menghadap ke arah meja besar di hadapannya. Siku tangan kanannya ia sanggah di sandaran kursi, sedangkan siku tangan kirinya ia sanggah di meja. Jari-jemari kanannya memegang jari telunjuk kirinya diujung-ujungnya.
"Yang kemarin?" tanya Laura memastikan dengan kening yang mengernyit.
Daffa mengangguk lalu menundukkan kepalanya. Sedikit rasa takut muncul dalam benaknya. Ia berdehem berusaha meredakan suasana gelegapan dalam dirinya. Diangkatnya kepalanya, meyakinkan dirinya dapat mengatakan hal tersebut pada Laura, "Aku tahu pasti kamu gak bakal terima," Daffa menelan air ludahnya kemudian kembali menunduk.
Laura hanya diam. Tidak berkomentar atau membuka pembicaraan sama sekali. Ditatapnya Daffa dengan tatapan bingung.
Daffa mengusap tengkuknya, "Ayah aku udah tahu kalo kita pacaran," ucapnya dengan suara kecil, namun Laura masih bisa mendengar.
Laura mengernyit, "Lah, terus kenapa kalo Ayah kamu kita-," ucapannya terpotong. Potongan-potongan kejadian beberapa minggu yang lalu terngiang di otaknya. Anggapannya yang singkat tadi itu salah. Ia menghembuskan nafasnya. Terlalu banyak berpikir pendek hanya akan membuat keputusan yang salah. Tangan kanannya digunakan mengangkat dagu Daffa yang tertunduk sehingga sejajar dengan posisi wajahnya, "Ayah kamu pasti marah, kan?" tanyanya dengan kening yang berkerut.
Daffa mengangguk, "Aku tahu pasti Anggi yang laporin sama Ayah durhaka aku itu. Kamu udah tahu kan, hubunganku sama Anggi?"
Laura mengangguk, "Anggi udah ngasih tahu aku," ujarnya dengan nada sedikit ragu. Sebersit rasa sakit tertanam di dalam hatinya. Namun, ia bisa menahannya.
Daffa menelan air ludahnya, "Kalo Ayah aku dapat laporan lagi aku berduaan sama kamu, dia bakal nyekolahin aku lagi di luar negeri." Ia menunduk sejenak kemudian kembali mengangkat kepalanya, "Dan aku sama sekali gak peduli sama Ayah aku. Kalo kita LDR juga gapapa, ya kan?"
Seketika hati Laura hancur mendengar tuturan Daffa tersebut. Ia tak tahu apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Disisi lain dirinya tak mampu melepaskan Daffa karena alasan menyayanginya. Namun, disisi lain Daffa harus menuruti perintah dari orang tuanya tersebut.
Salah satu dari kedua pilihan tersebut secara terpaksa dipilihnya. Ditatapnya Daffa secara lekat-lekat, "Kamu harus nurutin permintaan Ayah kamu."
Belum sempat Daffa menyangkal, Laura kembali membuka suara, "Iya aku tahu dia emang brengsek di mata kamu. Tapi, seperti apapun dia, bagaimanapun dia, kamu harus tetap menundukkan diri di bawah otoritas dia sebagai orang tua," jelas Laura dengan posisi yang ia ubah menjadi ke depan, menatap rak-rak buku yang ada di depannya.
Daffa memandang Laura yang kini kembali membuka buku paket Biologi. Tidak, ia tidak boleh berubah pemikiran. Dianggukannya kepalanya secara pasti, "Biarpun kamu pacar aku, tapi pemikiran aku gak bakal berubah. Aku gak peduli sama Ayah aku, apa yang bakal dia lakuin ke aku, aku gak peduli," ujarnya dengan wajah yang datar juga serius.
Laura menoleh, ditatapnya Daffa dengan sebelah alis yang terangkat. "Tapi kamu masih sayang sama Ayah kamu, kan?"
Dengan singkat, Daffa menjawab, "Nggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017