Part 34

2.6K 170 65
                                    

"How many nights does it take to count the stars?
That's the time it would take to fix my heart"
Infinity - One Direction

Kangan One Direction masa:'(

-----

Laura mengelap keringat yang bercucuran di wajahnya menggunakan tangan kanannya. Deru napasnya yang bergerak naik-turun berusaha ia normalkan. Tangan kirinya digunakannya mengipas-ngipaskan wajahnya.

Ia mengusap-usap seragam olahraganya yang sedikit kotor akibat menangkap bola kasti tadi. Kedua kakinya ia arahkan pada wilayah tepi lapangan basket yang sepi oleh siswa-siswi sekelas juga tetangga kelasnya yang masih menunggu giliran namanya dipanggil ataupun mengamati teman-temannya sambil sesekali tertawa.

"Lo mau kemana?" tanya Niken dengan alis tertaut. Tangannya menggenggam pergelangan tangan Laura yang tak jauh darinya. Kepalanya menengadah, menatap Laura.

Laura mengibas-ngibaskan tangan kirinya pada wajahnya. "Gue mau ke kesana," jawabnya dengan dagu yang menengadah, mengarah menuju tempat sepi yang minim akan sinar matahari. Tangan kanannya kembali ia gunakan mengelap keringatnya yang bercucuran, "Capek banget gue."

"Kode tuh minta dipanggilin Daffa," sahut salah seorang teman sekelas Laura dengan nada yang tinggi disertai dengan tawa kecilnya.

Niken menyenggol lengan teman sekelasnya itu, "Diam ae lu," ujarnya dengan tatapan mata yang menerawang, memperhatikan siswa yang kini tengah bermain kasti.

Laura berjalan dengan langkah gontai ke arah ujung dari lapangan yang cukup jauh dari tempat dimana Pak Azis mengambil nilai olahraga. Ia bersyukur namanya dalam daftar nilai berada dalam urutan yang bisa dibilang berada di atas. Ia duduk di ujung lapangan yang di atasnya terdapat pohon sehingga minim akan sinar matahari.

Kedua kakinya ia luruskan sembari sesekali mengibas-ngibaskan wajahnya menggunakan tangan kirinya. Ia mengerang kesal, "Gara-gara pemanasan global jadi panas gini. Manusia gak ada kesadaran diri, masa," rintihnya.

"Nih, buat lo."

Sebuah tangan terulur ke arah Laura dengan botol air mineral dingin yang dipegangnya. Laura menoleh, melihat seseorang yang hendak memberikannya air minum tersebut. Laura tersenyum miring melihat sosok tersebut. "Gak usah," ujarnya secara singkat, padat, dan jelas dengan nada meremehkan.

Terbersit rasa tak suka dari hati Laura. Ia berniat untuk berdiri, tidak ingin dan tidak mau berdebat dengan cewek yang duduk dengan santai disampingnya karena kini ia sungguh merasa lelah. Ia tak peduli jika dirinya kembali ke tempat dimana teman-temannya berkumpul ia akan merasakan kepanasan lagi. Karena rasa tak sukanya melebihi rasa lelahnya.

Anggi menarik lengan Laura yang dipastikannya akan beranjak pergi dari tempatnya kini duduk. "Lo mau kemana? Gue kira nama lo udah dipanggil dari tadi?" tanyanya dengan raut wajah seolah-olah tak tahu apa-apa.

Laura kembali mendaratkan bokongnya di tempat yang tadi didudukinya. Ia menatap Anggi dengan tatapan kesal, "Lo mau apasih? Gue capek, gue lagi malas berdebat," tuturnya dengan nada kesal.

Anggi mengambil botol air mineral yang tadi ia letakkan disampingnya. Botol air mineral tersebut ia sodorkan pada Laura, "Gue bilang minum ini. Anggap aja ini bukan dari gue," tegasnya sambil menggoyang-goyangnya botol air mineral tersebut.

Dengan ragu, Laura mengambil botol air minum yang disodorkan Anggi. Kedua tangannya dengan cekatan membuka tutup botol air mineral dan meneguk isi dari botol tersebut secara satu kali tegukan. Kemudian, tangannya teralih membuang botol air mineral tersebut di tempat sampah yang berjarak tak jauh darinya.

Double BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang