"That it's too late to apologize, it's too late
I said it's too late to apologize, it's too late"
Apologize - One RepublicNiken mengerang kesal ketika diliriknya lantai yang ia pel belum siap dari tadi. Ya, hari Kamis adalah hari piket dari Niken. Ia ditugaskan untuk mengepel koridor kelasnya.
Sebelah tangannya ia gunakan untuk mengusap keringat yang bercucuran di keningnya. Lalu kemudian kembali melanjutkan kegiatan mengepelnya.
Ia membulatkan matanya melihat jejak-jejak kaki di lantai yang sudah dipelnya. Tubuhnya ia balikkan, melihat seorang cowok yang berjalan dengan santainya di lantai yang sudah dipelnya.
Giginya ia gertakan, sebelah tangannya ia gunakan berkacak pinggang, dan sebelah lagi ia gunakan memegang pel.
"HEH LO," ujar Niken dengan nada sedikit bentakan.
Farel yang mendengar seseorang yang terdengar memanggilnya. Tubuhnya kemudian ia balikkan dengan santainya. Raut wajahnya bingung juga tak lupa kernyitan di dahinya. Jari telunjuknya menunjuk ke arah dirinya.
Niken mengangguk, tangannya yang ia gunakan untuk berkacak pinggang, ia ulurkan berguna memanggil Farel mendekat dengan gaya cool khasnya.
Farel melangkahkan kakinya dengan polosnya juga raut wajah yang terlihat bingung.
Dengan sekejap, Niken memberikan pel yang dipegangnya ke Farel. Tatapan matanya mengarah pada lantai sekejap kemudian ia kembali menatap Farel dengan tajam, "Bersihin gak," ucapnya dengan nada mengancam.
Tatapan mata Farel mengikuti arah tatapan Niken. Ia terkejut sebentar kemudian kembali menormalkan wajahnya. "Gue gak mau," ujarnya Farel dengan santainya. Pel yang diberikan Niken tidak ia pegang, ia biarkan jatuh di lantai.
Niken menghela nafas, berusaha menormalkan emosinya. Ia menunduk, mengambil pel yang jatuh di lantai itu. Ia mendorong pel itu ke arah Farel dengan kasarnya, "Bersihin gak," ulangnya dengan tatapan mata tajam juga nada mengancamnya.
Farel kembali membiarkan pel itu jatuh di lantai, "Gue gak mau," tegasnya.
Niken tersenyum miring, tatapan matanya tetap tajam, "Gue ingatin sama lo, gue gak takut ama cowok dan gue bisa memukul cowok," ucapnya dengan suara yang ia tekankan.
Sekejap, Farel menutup wajahnya dengan kedua tangannya, "Gue takut, gue takut, jangan sakitin gue," ujarnya dramatis.
Tak lama, gelak tawa Farel tidak dapat tertahankan. Ia menggeleng, "Gue gak takut," ujarnya dengan santainya kemudian kembali tertawa.
Dada Niken naik-turun, giginya ia gertakan. Ia kemudian melirik kaki Farel. Dengan amarahnya, ia menendang kaki kanan Farel tepat di tulang kering Farel dengan kerasnya.
Dengan sekejap, tawa Farel terhenti. Kedua tangannya teralih memegang kaki kanannya. Farel meringis kesakitan. Ia yakin tempat dimana Niken tadi menendangnya pasti akan meninggalkan bekas membiru di kakinya.
Sebuah senyuman sumringah tersungging di wajah Niken melihat Farel yang kesakitan. "Lo mau bersihin atau gue tampol lagi," ujarnya dengan nada ancaman, kakinya ia layangkan berniat kembali menendang sebelah kaki Farel yang belum ia tendang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Broken
Teen FictionAku menyukai dia yang terluka. Dirinya bagaikan kaktus yang berduri dan aku bagaikan balon. Balon dan kaktus tidak dapat bersatu, sedangkan aku dan dia.. Mungkin.... Amazing cover by @katrinapradnya 9 Mei 2017