Part 27

3K 169 54
                                    

"I wish I could turn back the time
The power is yours and not time
Maybe with time you'll see that
I could give you all the things you missed"
Its Gotta Be You - Isaiah


"Gi, lu udah tahu kan Daffa sama Laura pacaran?" tanya Intan, salah seorang sahabat dari Anggi yang sekelas dengan Laura. "Tadi pagi si Daffa kenalin dirinya depan kelas gue sebagai pacarnya Laura," tambahnya. Diingatnya kejadian yang baru saja terjadi tadi pagi disertai dengan kekehan kecilnya.

Anggi memiringkan kepalanya, mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Intan lalu mengangguk-angguk. Tatapan matanya masih lurus ke depan, menatap siswa-siswi yang berkeliaran di jam istirahat.

Kepala Intan ditolehkannya, mengarah pada Anggi, menatapnya dengan serius, "Jadi pertunangan lo sama Daffa gimana?" tanyanya dengan raut wajah tak mengerti.

Anggi berdiri sehingga kernyitan di dahi Intan terbentuk. Tanpa menatap Intan, dia membuka suara, "Gue bakal ngurus semua itu. Tenang aja," ucapnya dengan raut wajah yang serius juga tegas. Kedua tangannya ia gunakan mengusap-usap bagian belakang roknya.

Dilangkahkannya kedua kakinya, meninggalkan Intan yang kini menaikkan sebelah alisnya sedikit bingung dengan pernyataan Anggi. Tujuan Anggi kini adalah menemui Daffa, mengonfirmasi kebenaran akan informasi tersebut. Juga ancaman yang akan dilontarkannya pada Daffa.

Tubuhnya ia arahkan menuju kantin ketika tidak dilihatnya Daffa dalam kelas juga di tepi lapangan basket. Suasana ramai kantin seolah menyambut kedatangannya dalam kantin sekolah yang biasanya akan menjadi tujuan utama siswa-siswi jika istirahat. Kedua matanya ia edarkan, mencari-cari sosok yang akan diintrogasinya kini.

Pandangan matanya terhenti ketika dilihatnya sosok yang dicarinya kini. Sebuah senyuman terukir di wajahnya. Tanpa ragu-ragu, didatanginya Daffa yang kini tengah makan bersama sahabatnya.

Sebelah tangannya digunakan memegang bahu Daffa sehingga membuat Daffa menoleh mengikuti arah tangan yang memegang bahunya. Ditatapnya Daffa seserius mungkin, "Kita harus bicara," ujarnya singkat, padat, dan jelas.

Daffa tidak mengiyakan ucapan dari Anggi. Kembali difokuskannya dirinya pada mie pangsit yang ada di depannya kini. Tangan kirinya yang memegang garpu diputar-putarkannya, mengulung-gulung mie pangsitnya kemudian melahapnya dengan santainya. Dilakukannya aktivitas tersebut hinga berulang-ulang kali tanpa mempedulikan Anggi yang masih setia menunggunya.

Anggi menghela nafasnya. Kedua tangannya ditautkan di depan dadanya. Kedua matanya melirik mie pangsit milik Daffa yang terlihat sudah habis dalam mangkuknya, tersisa beberapa kuahnya saja. Ia menatap Daffa, jengah, "Udah selesai makan, kan? Gue butuh penjelasan dari lo," tegasnya dengan beberapa nada yang ia tekankan pada beberapa kata yang menurutnya patut ditekankan.

Daffa menelan sisa-sisa mie yang masih ada dalam mulutnya. Disentaknya kedua peralatan makan yang tersedia dalam mangkuk tersebut dengan sedikit kuat sehingga menimbulkan nada yang sedikit mengganggu penghuni kantin. Kedua matanya menatap lurus ke depan secara kosong. Ia berdiri masih dengan tatapan mata yang kosong, "Gue tahu lo pasti datang, nggak terima sama hubungan gue," ujarnya disertai dengan senyuman miringnya.

Sebelah alis Anggi ia angkat, "Oh, dugaan lo benar," sahutnya dengan kedua tangan yang masih ia tautkan.

Daffa menarik rambutnya, frustasi. Nafasnya ia hembuskan secara kasar. Tangan kanannya ia gunakan menarik pergelangan tangan Anggi, menariknya hingga ke belakang sekolah secara kasar.

Dilepaskannya tangan Anggi ketika diperkirakannya tak ada yang akan lewat di tempat yang mereka pijaki kini. "Jadi lo mau bilang apa?" tanya Daffa dengan dingin.

Double BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang